PNPM Bogor Belum Sesuai Peruntukan
Bogor|Kotahujan.com-Maraknya bangunan MCK yang berada tepat di bibir sungai dan sepanjang bantaran sungai Ciliwung kota Bogor yang tidak menggunakan instalasi pengolahan limbah/ IPAL. Membuat pola pembangunan kota Bogor tidak berubah semakin baik dari waktu ke waktu hingga 2010 ini. Padahal banyak implementasi PNPM (Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri) yang turut mendukung pengembangan infrastruktur sanitasi masyarkat ini.
Sejak 2007 Progam Pemberdayaan Masyarakat Mandiri atau yang lebih dikenal dengan PNPM dilaksanakan di Indonesia. PNPM bergulir dengan pendanaan pinjaman dari Bank Dunia / World Bank yang digunakan untuk membantu masyarakat miskin Indonesia baik di kawasan perkotaan maupun pedesaan.
Tidak dapat dapat di pungkiri bahwa bangsa Indonesia selama ini pembangunannya hidup dari hutang. Artinya sejak tahun 2007 (program PNPM mulai berjalan) hingga 2010 ini, hutang Indonesia terus bertambah.
Pada 2007 alokasi PNPM Rp. 4 Triliun, tahun 2008 mencapai Rp. 7.4 triliun, lalu 2009 mencapai Rp.9,4 triliun hingga pada 2010 dialokasikan mencapai Rp 9.4 triliun. Dana tersebut digulirkan menjadi program BLT (Bantuan Langsung Tunai), PKH (Program Keluarga Harapan) dan BOS (Bantuan Oprasional Sekolah). Masyarakat Indonesia terbius oleh dana-dana bantuan tunai peningkatan kesejahteraan yang harus dibayar oleh negara dan warga Indonesia nantinya.
Ironisnya PNPM yang dimaksudkan untuk menanggulangi kemiskinan yang berkelanjutan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan program tersebut. Beberapa sarana MCK yang dibuat dan diperbaharui dengan PNPM justru tidak mengindahkan nilai keberlanjutan pembangunan dan pengentasan kemiskinan itu sendiri.
Maraknya MCK yang dibangun dengan menggunakan dana PNPM tidak menggunakan IPAL atau septic tank untuk pengolahan limbah. Limbah MCK langsung dibuang ke sungai-sungai di kota Bogor. Contohnya bangunan MCK rumah ibadah dan MCK warga yang terdapat di daerah Kampung Rambutan Kelurahan Sempur Bogor. Bangunan ini dibuat dengan langsung membuang limbah ke sungai Ciliwung, seperti di ungkapkan Cucup Supriya, koordinator pelaksanaan PNM di wilayah tersebut.
Menurut Cucup Supriya warga bantaran sungai Ciliwung Kelurahan Sempur Bogor, dari lima MCK yang terdapat di lingkungannya hanya dua yang mempunyai IPAL, tiga MCK sisanya tidak menggunakan IPAL.
Pada lokasi lain seperti MCK yang dibangun di Kelurahan Tegal Gundil Rt 03/Rw 10, koran lokal setempat (Koran Tegal Gundil) terbitan Januari 2010 mempublikasikan bahwa MCK tersebut tidak membuat IPAL dan limbahnya langsung di alirkan ke sungai yang berada tidak jauh dari MCK tersebut.
Pelaksanaan PNPM dengan bantuan pengadaan atau perbaikan infrastruktur MCK tidak membuat masyarakat semakin sadar akan pengelolaan lingkungan yang baik. Limbah cair MCK yang didukung dengan dana PNPM malah langsung dibuang ke sungai, padahal sungai merupakan sumber daya alam yang harus dilestarikan. Selain itu tumpang tindih pelaksanaan pengembangan dan perbaikan infrastruktur di Bogor bertolak belakang dengan RTRW kota Bogor.
Seperti telah diketahui oleh masyarakat umum, bahwa limbah kotoran manusia idealnya tidak dibuang ke sungai. Karena masih terdapat masyarakat yang menggunakan sungai untuk keperluan sehari-hari baik mandi, cuci dan untuk air minum atau masak. Tidak terbanyangkan berapa banyak bakteri dari kotoran manusia yang terdapat di sungai Ciliwung dan air sungai tersebut masih menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Bahkan PDAM kota Bogor dan PDAM Kabupaten Bogor masih menggunakan air sungai Ciliwung untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat meskipun telah melewati proses pemuliaan air.
Yusuf Dardiri, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Bogor mengatakan awal Desember 2010 ini RTRW Kota Bogor akan menetapkan daerah bantaran sungai sepanjang sungai Ciliwung yang melewati kota Bogor menjadi kawasan hijau selama dua sampai tiga tahun kedepan.
Artinya bangunan-bangunan baik hunian tempat tinggal, bangunan komersil hingga rumah ibadah yang terdapat di sepanjang bantaran sungai Ciliwung idealnya harus direlokasi, termasuk bangunan MCK yang tidak sesuai dengan pembangunan dan lingkungan yang berkelanjutan tersebut. Rupanya pembangunan bangunan sosial yang kebanyakan merupakan inisiatif warga dan mendapat dukungan PNPM selama ini tidak selalu sejalan dengan rencana pembangunan dan peraturan daerah Kota Bogor.
Yusuf juga menegaskan bahwa RTRW yang akan di sahkan pada bulan Desember ini Pemkot Bogor akan meminta kepada pihak swasta dan lahan-lahan yang dikuasai pemerintah pusat di kota Bogor, agar mempertahankan lahan terbuka hijau tersebut dengan tidak menambah bangunan. Penambahan bangunan akan mengurangi ketersediaan lahan terbuka hijau baik untuk bangunan kantor, hunian dan bangunan komersial, jelasnya.
Mengenai ijin-ijin pembangunan hunian yang saat ini masih berkonsep horizontal menyamping, Yusuf Dardiri telah meminta Walikota Bogor untuk mengedepankan ijin pembangunan bangunan yang vertical atau keatas.
Idealnya pembangunan kota Bogor juga mengedepankan kelestarian dan keberimbangan lingkungan. Sehingga tidak semakin menambah kekacauan dan merosotnya kesejahteraan masyarakat. Pola pembangunan seperti itu dapat menyulitkan Indonesia untuk dapat lepas dari hutang – hutang akibat pembiayaan pembangunan ini.
Pembangunan fisik dan sosial masyarakat Indonesia menggunakan dana hutang Negara, tetapi hutang tersebut cenderung jauh dari kata mensejahterakan masyarakat Indonesia. Bahkan cenderung berkesan membelenggu masyarakat Indonesia. Kondisi seperti ini tidak menyelesaikan masalah pengetahuan dan disiplin masyarakat. malah sebaliknya, bisa menimbulkan masalah baru yaitu ketidaktahuan dan ketergantungan pinjaman hutang.
Sejak 2007 Progam Pemberdayaan Masyarakat Mandiri atau yang lebih dikenal dengan PNPM dilaksanakan di Indonesia. PNPM bergulir dengan pendanaan pinjaman dari Bank Dunia / World Bank yang digunakan untuk membantu masyarakat miskin Indonesia baik di kawasan perkotaan maupun pedesaan.
Tidak dapat dapat di pungkiri bahwa bangsa Indonesia selama ini pembangunannya hidup dari hutang. Artinya sejak tahun 2007 (program PNPM mulai berjalan) hingga 2010 ini, hutang Indonesia terus bertambah.
Pada 2007 alokasi PNPM Rp. 4 Triliun, tahun 2008 mencapai Rp. 7.4 triliun, lalu 2009 mencapai Rp.9,4 triliun hingga pada 2010 dialokasikan mencapai Rp 9.4 triliun. Dana tersebut digulirkan menjadi program BLT (Bantuan Langsung Tunai), PKH (Program Keluarga Harapan) dan BOS (Bantuan Oprasional Sekolah). Masyarakat Indonesia terbius oleh dana-dana bantuan tunai peningkatan kesejahteraan yang harus dibayar oleh negara dan warga Indonesia nantinya.
Ironisnya PNPM yang dimaksudkan untuk menanggulangi kemiskinan yang berkelanjutan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan program tersebut. Beberapa sarana MCK yang dibuat dan diperbaharui dengan PNPM justru tidak mengindahkan nilai keberlanjutan pembangunan dan pengentasan kemiskinan itu sendiri.
Maraknya MCK yang dibangun dengan menggunakan dana PNPM tidak menggunakan IPAL atau septic tank untuk pengolahan limbah. Limbah MCK langsung dibuang ke sungai-sungai di kota Bogor. Contohnya bangunan MCK rumah ibadah dan MCK warga yang terdapat di daerah Kampung Rambutan Kelurahan Sempur Bogor. Bangunan ini dibuat dengan langsung membuang limbah ke sungai Ciliwung, seperti di ungkapkan Cucup Supriya, koordinator pelaksanaan PNM di wilayah tersebut.
Menurut Cucup Supriya warga bantaran sungai Ciliwung Kelurahan Sempur Bogor, dari lima MCK yang terdapat di lingkungannya hanya dua yang mempunyai IPAL, tiga MCK sisanya tidak menggunakan IPAL.
Pada lokasi lain seperti MCK yang dibangun di Kelurahan Tegal Gundil Rt 03/Rw 10, koran lokal setempat (Koran Tegal Gundil) terbitan Januari 2010 mempublikasikan bahwa MCK tersebut tidak membuat IPAL dan limbahnya langsung di alirkan ke sungai yang berada tidak jauh dari MCK tersebut.
Pelaksanaan PNPM dengan bantuan pengadaan atau perbaikan infrastruktur MCK tidak membuat masyarakat semakin sadar akan pengelolaan lingkungan yang baik. Limbah cair MCK yang didukung dengan dana PNPM malah langsung dibuang ke sungai, padahal sungai merupakan sumber daya alam yang harus dilestarikan. Selain itu tumpang tindih pelaksanaan pengembangan dan perbaikan infrastruktur di Bogor bertolak belakang dengan RTRW kota Bogor.
Seperti telah diketahui oleh masyarakat umum, bahwa limbah kotoran manusia idealnya tidak dibuang ke sungai. Karena masih terdapat masyarakat yang menggunakan sungai untuk keperluan sehari-hari baik mandi, cuci dan untuk air minum atau masak. Tidak terbanyangkan berapa banyak bakteri dari kotoran manusia yang terdapat di sungai Ciliwung dan air sungai tersebut masih menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Bahkan PDAM kota Bogor dan PDAM Kabupaten Bogor masih menggunakan air sungai Ciliwung untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat meskipun telah melewati proses pemuliaan air.
Yusuf Dardiri, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Bogor mengatakan awal Desember 2010 ini RTRW Kota Bogor akan menetapkan daerah bantaran sungai sepanjang sungai Ciliwung yang melewati kota Bogor menjadi kawasan hijau selama dua sampai tiga tahun kedepan.
Artinya bangunan-bangunan baik hunian tempat tinggal, bangunan komersil hingga rumah ibadah yang terdapat di sepanjang bantaran sungai Ciliwung idealnya harus direlokasi, termasuk bangunan MCK yang tidak sesuai dengan pembangunan dan lingkungan yang berkelanjutan tersebut. Rupanya pembangunan bangunan sosial yang kebanyakan merupakan inisiatif warga dan mendapat dukungan PNPM selama ini tidak selalu sejalan dengan rencana pembangunan dan peraturan daerah Kota Bogor.
Yusuf juga menegaskan bahwa RTRW yang akan di sahkan pada bulan Desember ini Pemkot Bogor akan meminta kepada pihak swasta dan lahan-lahan yang dikuasai pemerintah pusat di kota Bogor, agar mempertahankan lahan terbuka hijau tersebut dengan tidak menambah bangunan. Penambahan bangunan akan mengurangi ketersediaan lahan terbuka hijau baik untuk bangunan kantor, hunian dan bangunan komersial, jelasnya.
Mengenai ijin-ijin pembangunan hunian yang saat ini masih berkonsep horizontal menyamping, Yusuf Dardiri telah meminta Walikota Bogor untuk mengedepankan ijin pembangunan bangunan yang vertical atau keatas.
Idealnya pembangunan kota Bogor juga mengedepankan kelestarian dan keberimbangan lingkungan. Sehingga tidak semakin menambah kekacauan dan merosotnya kesejahteraan masyarakat. Pola pembangunan seperti itu dapat menyulitkan Indonesia untuk dapat lepas dari hutang – hutang akibat pembiayaan pembangunan ini.
Pembangunan fisik dan sosial masyarakat Indonesia menggunakan dana hutang Negara, tetapi hutang tersebut cenderung jauh dari kata mensejahterakan masyarakat Indonesia. Bahkan cenderung berkesan membelenggu masyarakat Indonesia. Kondisi seperti ini tidak menyelesaikan masalah pengetahuan dan disiplin masyarakat. malah sebaliknya, bisa menimbulkan masalah baru yaitu ketidaktahuan dan ketergantungan pinjaman hutang.
Tautan halaman ini.
1 komentar:
PNPM. Program yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kemiskinan di Kota bogor. namun apakah sudah berjalan? berkurangkah kemiskinan?
rasanya belum... Banyak bantuan pemerintah yang disalah gunakan, salah diartikan oleh pemanfaat. tak lain hanya bantuan tunai yang tak ada kelanjutannya, tak hanya dri program lingkungan, program sosial terkait pelatihannya pun seperti itu, tak ada hasil yang signifikan. saya rasa banyak uang Negara yang keluar dan itu menjadi sebuah pemalasan kepada warga yang hanya mengharapkan mendapatkan bantuan. saya fikir, program ekonomi harus lebih digalakkan lagi. mengingat UKM di kota bogor belum begitu terlihat kemajuannya. Indonesia mampu menjadi negara maju apabila tingkat kewirausahhaannya mencapai 2%, namun sekarang baru mencapai 0,0 sekian %, sungguh prihatin. Bahkan PNPM yang berazas pada peningkatan IPM pun belum berhasil, indonesia menduduki peringkat keseratus lebih level IPM nya, kalau tidak salah 118. hal itu membuktikan belum efektifnya program yang ada, entah itu dari pelaksana ataukah konsep program itu sendiri yang belum maksimal. Hemat saya, program ekonomi lebih ditingkatkan, tetapi dengan prosedur dan bimbingan yang kuat. Sebagai contoh sediakan fasilitator terkait ekonomi tetapi yang membidangi masalah SDM. Dana saja tak cukup kalau SDM belum memadai. Intinya harus tersedia motivator PNPM yang mampu membangkitkan motivasi warga untuk bangkit berusaha, bukan hanya mengharapkan bantuan saja.
mohon maaf bila ada kesalahan mengenai komen saya ini.
Wahid Hidayat
Wahid.angkasaers@yahoo.com
hp. 0857 8231 6934
Posting Komentar