Pengembangan Pengelolaan Air PDAM Sukabumi Gelisahkan Masyarakat Cipeuteuy
Cipeuteuy|Kotahujan.com-Pembangunan sarana air bersih bagi masyarakat yang tinggal di Desa Kabandungan dan Desa Tugu Bandung saat ini dianggap sebagai solusi kelangkaan air di musim kemarau. Masalah kekurangan air selalu dirasakan oleh penduduk yang tinggal di dua desa ini. Bagaimana tidak, sumber pengairan yang dipakai desa-desa tersebut berasal dari sumber yang sama dengan yang di manfaatkan oleh penduduk Desa Cipeuteuy. Berdasarkan perjanjian dengan pihak pengelola (Perusahaan Air Buntu Alo), perusahaan ini hanya bisa memanfaatkan sisa air dari bak penampungan yang disalurkan khusus untuk keperluan penduduk Desa Cipeuteuy.
Saat debit air turun karena kemarau, penduduk Desa Kabandungan dan Tugu Bandung terpaksa harus memanfaatkan air yang berasal dari sumur dan mata air yang berada di lembah perkampungan, tak jarang penduduk terpaksa harus turun ke sungai yang jaraknya mencapai 2 sampai 3 kilometer dari rumah mereka. Keadaan inilah yang membuat masyarakat berani membayar mahal untuk air yang di sediakan oleh perusahaan Buntu Alo, berbeda dengan masyarakat Desa Cipeutey, mereka cukup mengeluarkan biaya sebesar Rp. 5000 perbulan untuk pemakaian air sepuasnya, yang dibayarkan kepada pihak pengelola yang di tunjuk oleh Pemerintah desa.
Kejadian di atas merupakan alasan pengambilan alih perusahaan Buntu Alo oleh pembangunan sarana air yang di kelola PDAM Kabupaten Sukabumi. Sumber air yang digunakan PDAM ini berasal dari Taman Nasional Gunung Halimun – Salak, tepatnya dari Sungai Citamiang. Bendungan sebagai sarana pendukung dibuat di lokasi perbatasan tanah yang dikelola oleh masyarakat dan Taman Nasional, Kampung Sukagalih, Dusun Pandan Arum, Desa Cipeuteuy. Air ini selanjutnya di alirkan ke bak penampungan di Dusun Cipeuteuy, hanya berjarak 50 meter dari kantor pusat pemerintahan Desa Cipeuteuy.
Sebagian masyarakat yang tinggal di Dusun Cipeuteuy memanfaatkan pembangunan ini sebagai peluang usaha baru, sebagian menjadi buruh bangunan yang di upah sebesar Rp. 30.000 per hari, sebagian lagi menjadi kuli bongkar muat material. Dengan menurunkan material besi dan piva PVC dari truk, mereka di bayar Rp. 200.000 yang prosesnya dikerjakan pada tengah malam oleh belasan orang. Kejadian ini menimbulkan masalah karena terlalu banyak yang menginginkan pekerjaan tersebut, kondisi ini ditambah dengan datangnya pekerja dari luar daerah yang di datangkan kontraktor pelaksana proyek.
Kemudian timbulah kekhawatiran penduduk Dusun Pandan Arum. Sumber air dari Sungai Citamiang selain digunakan untuk kebutuhan irigasi, masyarakat sebanyak 1.312 jiwa lebih yang tinggal di dusun ini memanfaatkannya untuk kepentingan penerangan mereka, air sungai tersebut berguna untuk menggerakan turbin berkapasitas 33.000 watt, guna menghasilkan listrik untuk 300 rumah, 8 mesjid, 1 majlis taklim, 1 Sekolah Dasar dan sarana umum lainnya.
Dilematis memang keadaan tersebut, siapa yang akan bertanggung jawab apabila listrik padam ?. Siapa yang yang harus di salahkan apabila masyarakat di hilir tidak mendapatkan air ?. Apa dan bagaimana kontribusi bagi masyarakat di hulu ?. Mengapa Pemerintah Desa tidak memiliki peranan dalam pengelolaan air ?. Seharusnya hal ini tidak terjadi di Cipeuteuy, karena hal ini mencerminkan kegagalan Pemerintah Desa Cipeuteuy mewujudkan Masyarakat yang mandiri secara ekonomi. berdaulat secara politik dan bermartabat dalam budaya.
Saat debit air turun karena kemarau, penduduk Desa Kabandungan dan Tugu Bandung terpaksa harus memanfaatkan air yang berasal dari sumur dan mata air yang berada di lembah perkampungan, tak jarang penduduk terpaksa harus turun ke sungai yang jaraknya mencapai 2 sampai 3 kilometer dari rumah mereka. Keadaan inilah yang membuat masyarakat berani membayar mahal untuk air yang di sediakan oleh perusahaan Buntu Alo, berbeda dengan masyarakat Desa Cipeutey, mereka cukup mengeluarkan biaya sebesar Rp. 5000 perbulan untuk pemakaian air sepuasnya, yang dibayarkan kepada pihak pengelola yang di tunjuk oleh Pemerintah desa.
Kejadian di atas merupakan alasan pengambilan alih perusahaan Buntu Alo oleh pembangunan sarana air yang di kelola PDAM Kabupaten Sukabumi. Sumber air yang digunakan PDAM ini berasal dari Taman Nasional Gunung Halimun – Salak, tepatnya dari Sungai Citamiang. Bendungan sebagai sarana pendukung dibuat di lokasi perbatasan tanah yang dikelola oleh masyarakat dan Taman Nasional, Kampung Sukagalih, Dusun Pandan Arum, Desa Cipeuteuy. Air ini selanjutnya di alirkan ke bak penampungan di Dusun Cipeuteuy, hanya berjarak 50 meter dari kantor pusat pemerintahan Desa Cipeuteuy.
Sebagian masyarakat yang tinggal di Dusun Cipeuteuy memanfaatkan pembangunan ini sebagai peluang usaha baru, sebagian menjadi buruh bangunan yang di upah sebesar Rp. 30.000 per hari, sebagian lagi menjadi kuli bongkar muat material. Dengan menurunkan material besi dan piva PVC dari truk, mereka di bayar Rp. 200.000 yang prosesnya dikerjakan pada tengah malam oleh belasan orang. Kejadian ini menimbulkan masalah karena terlalu banyak yang menginginkan pekerjaan tersebut, kondisi ini ditambah dengan datangnya pekerja dari luar daerah yang di datangkan kontraktor pelaksana proyek.
Kemudian timbulah kekhawatiran penduduk Dusun Pandan Arum. Sumber air dari Sungai Citamiang selain digunakan untuk kebutuhan irigasi, masyarakat sebanyak 1.312 jiwa lebih yang tinggal di dusun ini memanfaatkannya untuk kepentingan penerangan mereka, air sungai tersebut berguna untuk menggerakan turbin berkapasitas 33.000 watt, guna menghasilkan listrik untuk 300 rumah, 8 mesjid, 1 majlis taklim, 1 Sekolah Dasar dan sarana umum lainnya.
Dilematis memang keadaan tersebut, siapa yang akan bertanggung jawab apabila listrik padam ?. Siapa yang yang harus di salahkan apabila masyarakat di hilir tidak mendapatkan air ?. Apa dan bagaimana kontribusi bagi masyarakat di hulu ?. Mengapa Pemerintah Desa tidak memiliki peranan dalam pengelolaan air ?. Seharusnya hal ini tidak terjadi di Cipeuteuy, karena hal ini mencerminkan kegagalan Pemerintah Desa Cipeuteuy mewujudkan Masyarakat yang mandiri secara ekonomi. berdaulat secara politik dan bermartabat dalam budaya.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar