Pertanyaan Besar untuk Pengelolaan DAS Ciliwung
Bogor|Kotahujan.com-Sejumlah peraturan dan undang-undang yang mengatur Daerah Aliran Sungai(DAS), ternyata sudah bergulir di tingkat daerah hingga tingkat nasional. Meski demikian tetap saja raut muka DAS Ciliwung tidak menunjukan perubahan sebagaimana yang diidealkan dalam aturan dan Undang-Undang tersebut.
Pengelolaan DAS sudah menjadi keharusan tiap wilayah, baik pemerintah maupun masyarakat. Hal ini berlaku agar terwujud kondisi sungai dan lingkungan yang baik, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, keberimbangan, kebermamfaatan dan keberlanjutan.
Peraturan yang dimaksud adalah Undang-undang Lingkungan hidup No 32/ 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup yang mengatur perlindungan dan pengelolaan sungai. Kemudian ada penetapan sanksi pada pasal 109, yang menyebutkan: "Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah)."
Selain itu telah diterbitkan juga Undang-undang 26/ 2007 tentang Tata Ruang dan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomer 7/ 2006. Peraturan ini mengatur tentang pendirian bangunan, termasuk mengatur pendirian bangunan di DAS sungai. Namun peraturan itu seperti tidak digubris. Sampai saat ini tetap saja terjadi bahkan kian bertambah marak, masyarakat membangun bangunan hunian dan komersil di sepadan sungai.
Kondisi ini menunjukan seolah-olah undang-undang dan peraturan yang telah diterbitkan hanya menjadi arsip dan tersimpan di museum. Ia tidak mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Bahkan menjadi cap produk pemborosan anggaran negara, karena tidak pernah dilaksanakan dengan kemauan yang baik untuk memperbaiki kondisi lingkungan untuk kehidupan yang lebih baik.
Michael, anggota Forum DAS NTT yang sempat mencermati kondisi DAS sungai Ciliwung mengungkapkan. Bahwa telah banyak terjadi di kawasan hulu sungai ini yang lahannya sudah beralih fungsi. Menurutnya seharusnya kawasan hulu itu menjadi kawasan tangkapan air, minimal kawasan hutannya masih berkisar 30%.
Kawasan hulu sungai Ciliwung telah ditumbuhi bangunan-bangunan, baik hunian tempat tinggal maupun bangunan komersial yang berdiri di daerah sepadan sungai. Bangunan ini telah menutupi kawasan tangkapan air.
Tidak hanya itu, karena keterbatasan ruang, masyarakat Bogor semakin berlomba-lomba mendirikan bangunan baru pada DAS Ciliwung. Meskipun mereka telah menyadari dampak kerugian yang bisa timbul, tetap saja mereka mengabaikannya untuk kepentingan pribadi sesaat.
Menurut Michael, seharusnya kawasan sepadan Banjir, sepadan erosi dan sepadan ekologi sungai harus terbebas dari bangunan. Tetapi ketetapan ini ternyata tidak berlaku untuk DAS Ciliwung.
Pengelolaan DAS terpadu diharapkan dapat menyelesaikan kondisi permasalahan sungai Ciliwung. Terdapat empat bagian utama dalam pengelolaan DAS terpadu. Yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, Pemberdayaan serta Monitoring & Evaluasi.
Diharapkan forum DAS terpadu ini dapat membantu pemerintah dalam melakukan pengelolaan DAS Sungai Ciliwung. Nah...tinggal bagaimana peran Forum DAS sungai Ciliwung ini dapat memberbaiki kondisi DAS Ciliwung ?
Meski sudah ada instrumen payung hukumnya semisal UU Lingkungan Hidup dan RTRW. Didukung peraturan daerah dan berbagai instrumen kesepakatan seperti Forum Multipihak DAS Ciliwung dan Cisadane pada Juli 2008. Tetapi tetap belum menunjukan perubahan yang berarti untuk DAS Ciliwung. Gerakan Rehabilitasi Lahan yang tengah digalakkan oleh pemerintah juga belum dapat menunjukan perubahan yang berarti, terkait perbaikan kondisi lahan terutama di kawasan hulu sungai Ciliwung.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar