Pohon Bambu Menjaga Cadangan Air dan Membuat Sungai Lebih Bersih
Tapos, Sukaharja|Kotahujan.com-Berkurangnya debit air yang dirasakan warga desa Sukaharja kecamatan Cijeruk kabupaten Bogor, mengilhami sekelompok petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Lindung Harapan kampung Tapos untuk berbuat sesuatu bagi kampungnya. Sebelum tahun 1998 warga desa yang berada di tiga kampung itu hidup tenang dengan alam gunung Halimun dan gunung Salak dengan air yang melimpah. Debit yang tinggi dengan cadangan air yang tak habis-habisnya itu sempat dirasakan Pak Djaja (50) dan warga lainnya.
Warga kampung Tapos umumnya memanfaatkan mata air dan sungai-sungai kecil (wahangan) untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari (MCK) dan sebagian kecil untuk kebutuhan yang lain. Sumber air tersebut merupakan sumber utama karena tidak memungkinkan membangun sumur di kampung ini, karena menurut keterangan warga air tanah di daerah ini sangat dalam.
Kini setelah pengambilan air secara besar-besaran untuk industri (dijual) dengan puluhan truk tangki milik perusahaan penguasa mata air. Ditambah keberadaan lahan property yang tumbuh dengan wahana wisata airnya, warga kampung tak lagi menikmati derasnya debit air secara merata. Gambarannya orang lain yang diuntungkan, warganya yang tidak mendapat apa-apa. Kondisi ini membuat gelisah pak Djaja dan rekan-rekannya, jika tidak segera diatasi ia khawatir kelak anak cucunya tak lagi menikmati air dari kampungnya sendiri.
Berangkat dari kesadaran itulah akhirnya warga kampung Tapos mulai mencari tahu bagaimana menjaga keberadaan sumber air yang sekarang agar tidak semakin habis, minimal bisa dipertahankan. Pengalaman mengajarkan banyaknya pohon bambu yang tumbuh subur di hutan gunung, tempat hulu sungai berasal. Menjadi rahasia terjaganya cadangan air yang melimpah untuk warga. Tak mau berlama-lama, sejak 2006 lalu warga kampung Tapos dengan dimotori Kelompok Tani Lindung Harapan mencanangkan progam penanaman 1000 pohon bambu di hutan Halimun-Salak. Progam ini bertujuan untuk mempertahankan cadangan air sebagaimana pengalaman pada tahun 70an lalu, kemudian mempertahankan kualitas lingkungan sungai dan pemberdayaan ekonomi warga, terkait adanya rencana pengembangan wisata alam gunung Salak oleh pihak swasta.
“Sungai yang dikiri kanannya terdapat pohon bambu airnya pasti bersih, tidak akan kotor”, ungkap Pak Djaja dalam bahasa Sunda.
Terkait hal itu pada tanggal 1 Januari 2011 warga kampung akan kembali melakukan penanaman 500 pohon bambu di kawasan hulu sungai Citapos dan sungai lainnya. Kali ini mereka tidak beregerak sendiri, warga kampung Cijulang pun telah berikrar untuk ikut serta dalam kegiatan ini. Semua itu demi air dan masa depan warga kampung.
Warga kampung Tapos umumnya memanfaatkan mata air dan sungai-sungai kecil (wahangan) untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari (MCK) dan sebagian kecil untuk kebutuhan yang lain. Sumber air tersebut merupakan sumber utama karena tidak memungkinkan membangun sumur di kampung ini, karena menurut keterangan warga air tanah di daerah ini sangat dalam.
Kini setelah pengambilan air secara besar-besaran untuk industri (dijual) dengan puluhan truk tangki milik perusahaan penguasa mata air. Ditambah keberadaan lahan property yang tumbuh dengan wahana wisata airnya, warga kampung tak lagi menikmati derasnya debit air secara merata. Gambarannya orang lain yang diuntungkan, warganya yang tidak mendapat apa-apa. Kondisi ini membuat gelisah pak Djaja dan rekan-rekannya, jika tidak segera diatasi ia khawatir kelak anak cucunya tak lagi menikmati air dari kampungnya sendiri.
Berangkat dari kesadaran itulah akhirnya warga kampung Tapos mulai mencari tahu bagaimana menjaga keberadaan sumber air yang sekarang agar tidak semakin habis, minimal bisa dipertahankan. Pengalaman mengajarkan banyaknya pohon bambu yang tumbuh subur di hutan gunung, tempat hulu sungai berasal. Menjadi rahasia terjaganya cadangan air yang melimpah untuk warga. Tak mau berlama-lama, sejak 2006 lalu warga kampung Tapos dengan dimotori Kelompok Tani Lindung Harapan mencanangkan progam penanaman 1000 pohon bambu di hutan Halimun-Salak. Progam ini bertujuan untuk mempertahankan cadangan air sebagaimana pengalaman pada tahun 70an lalu, kemudian mempertahankan kualitas lingkungan sungai dan pemberdayaan ekonomi warga, terkait adanya rencana pengembangan wisata alam gunung Salak oleh pihak swasta.
“Sungai yang dikiri kanannya terdapat pohon bambu airnya pasti bersih, tidak akan kotor”, ungkap Pak Djaja dalam bahasa Sunda.
Terkait hal itu pada tanggal 1 Januari 2011 warga kampung akan kembali melakukan penanaman 500 pohon bambu di kawasan hulu sungai Citapos dan sungai lainnya. Kali ini mereka tidak beregerak sendiri, warga kampung Cijulang pun telah berikrar untuk ikut serta dalam kegiatan ini. Semua itu demi air dan masa depan warga kampung.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar