Ada Barong Bali di Puncak Serentaun Kampung Budaya Sindangbarang
Pasir Eurih|Kotahujan.com-Puluhan orang kembali memadati desa Pasir Eurih, kecamatan Tamansari kabupaten Bogor Minggu (23/1) kemarin. Konsentrasi massa tertuju ke sebuah kampung budaya yang dikenal dengan sebutan Kampung Budaya Sindangbarang (KBS). Keberadaan kampung budaya ini memang senantiasa jadi perhatian setiap tahun, atau saat berlangsungnya puncak Upacara Perayaan Serentaun Guru Bumi. Upacara adat dengan berbagai kegiatan dan hiburan ini . Merupakan acara syukuran dalam rangka menyambut tahun baru Islam dan syukuran atas hasil panen Padi dan hasil bumi. Umumnya diikuti oleh warga kecamatan Tamansari, utusan kampung adat, utusan daerah jawa barat dan Banten serta diisi oleh pertunjukan kesenian sunda. Uniknya untuk tahun ini hiburan diramaikan Barongsay komunitas Toinghoa dan Barong Bali dari Pura Gunung Salak.
Sejak pukul 09.00 WIB warga kampung dan peserta arak-arakan lain sudah bersiap di Jalan E. Sumawijaya, akses menuju KBS. 32 'dongdang' berisi hasil bumi siap diarak warga dari setiap RT dan RW lingkungan kampung. Partisipasi warga tidak semata soal dongdang dan bawaannya, tapi juga mulai berinisiatif menghias dongdang lebih kreatif. Puncaknya sementara dongdang di arak bersama angklung gubrak, rengkong, dan atraksi kesenian lain. Ribuan warga lain sudah memadati lapangan KBS. Irama lesung oleh empat wanita tua menyambut kedatangan rombongan arak-arakan. Warga pun kian berdesakan saat menyaksikan Pare Ayah dan Pare Ambu dimasukkan kedalam 'Leuit'. Situasi kian tak terbendung begitu warga dengan antusiasnya merangsak ke arah dongdang hasil bumi yang berjajar di lapangan. Bahkan sesaat sebelum ustad setempat mendoakan, sebagian dongdang sudah ludes diserbu warga. Dongdang berisi aneka sayuran, buah-buahan dan hasil kerajinan warga ini menjadi bagian tradisi yang menarik untuk diperebutkan warga.
“Semoga acara ini bisa membahagiakan warga Tamansari kabupaten Bogor, sebab Bogor merupakan pusat Pajajaran, harus ada jati diri, harus ada budaya Bogor. Jangan sampai tergerus jaman”, ungkap Maki, 'Pupuhu' Kampung Budaya Sindangbarang dalam bahasa sunda.
Berikutnya berbagai suguhan kesenian mulai dari Tari, Pencak Silat, Tepak Seeng, hingga Barongsay dan Barong Bali menjadi tontonan menarik. Tidak hanya warga sekitar, puluhan jurnalis dan komunitas pehobi foto dan video juga antusias mengikuti jalannya acara. Bahkan Liz, warga Denmark yang pernah menyaksikan Serentaun 2008 kembali hadir dan mengungkapkan kekagumannya. Menurutnya ini budaya dan tradisi masyarakat lokal yang cukup bagus dan sayang dilewatkan.
Kehadiran bentuk kesenian diluar kesenian sunda merupakan bentuk partisipasi dan persahabatan budaya sunda dengan budaya lain yang hidup berdampingan di Bogor.
“Untuk budaya sunda yang lama tetap kita lakukan, inikan sekedar hiburan setelah upacara Serentaun selesai. Kalau ada yang berpartisipasi kenapa tidak”, jelas Maki.
Sejak pukul 09.00 WIB warga kampung dan peserta arak-arakan lain sudah bersiap di Jalan E. Sumawijaya, akses menuju KBS. 32 'dongdang' berisi hasil bumi siap diarak warga dari setiap RT dan RW lingkungan kampung. Partisipasi warga tidak semata soal dongdang dan bawaannya, tapi juga mulai berinisiatif menghias dongdang lebih kreatif. Puncaknya sementara dongdang di arak bersama angklung gubrak, rengkong, dan atraksi kesenian lain. Ribuan warga lain sudah memadati lapangan KBS. Irama lesung oleh empat wanita tua menyambut kedatangan rombongan arak-arakan. Warga pun kian berdesakan saat menyaksikan Pare Ayah dan Pare Ambu dimasukkan kedalam 'Leuit'. Situasi kian tak terbendung begitu warga dengan antusiasnya merangsak ke arah dongdang hasil bumi yang berjajar di lapangan. Bahkan sesaat sebelum ustad setempat mendoakan, sebagian dongdang sudah ludes diserbu warga. Dongdang berisi aneka sayuran, buah-buahan dan hasil kerajinan warga ini menjadi bagian tradisi yang menarik untuk diperebutkan warga.
“Semoga acara ini bisa membahagiakan warga Tamansari kabupaten Bogor, sebab Bogor merupakan pusat Pajajaran, harus ada jati diri, harus ada budaya Bogor. Jangan sampai tergerus jaman”, ungkap Maki, 'Pupuhu' Kampung Budaya Sindangbarang dalam bahasa sunda.
Berikutnya berbagai suguhan kesenian mulai dari Tari, Pencak Silat, Tepak Seeng, hingga Barongsay dan Barong Bali menjadi tontonan menarik. Tidak hanya warga sekitar, puluhan jurnalis dan komunitas pehobi foto dan video juga antusias mengikuti jalannya acara. Bahkan Liz, warga Denmark yang pernah menyaksikan Serentaun 2008 kembali hadir dan mengungkapkan kekagumannya. Menurutnya ini budaya dan tradisi masyarakat lokal yang cukup bagus dan sayang dilewatkan.
Kehadiran bentuk kesenian diluar kesenian sunda merupakan bentuk partisipasi dan persahabatan budaya sunda dengan budaya lain yang hidup berdampingan di Bogor.
“Untuk budaya sunda yang lama tetap kita lakukan, inikan sekedar hiburan setelah upacara Serentaun selesai. Kalau ada yang berpartisipasi kenapa tidak”, jelas Maki.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar