Berlomba-lomba Menurap Bantaran Sungai Ciliwung
Kedunghalang|Kotahujan.com-Seharusnya manusia menyesuaikan kondisi lingkungan, yang terjadi kini sebaliknya lingkungan menyesuaikan keinginan manusia. Fenomena ini terjadi di kawasan bantaran sungai, bagaimana kompetisi turap - menurap bantaran Sungai Ciliwung terjadi. Sebagaimana di Rt 02/ Rw 02 Pangkalan Dua, Kota Bogor. Menurap (membentengi bantaran sungai dengan beton) mengakibatkan laju aliran air sungai semakin cepat dan mengurangi daya serap air tanah sehingga berakibat berkurangnya resapan air tanah. Hal ini juga yang mengakibatkan menurunnya tinggi permukaan air tanah, terutama pada sumur-sumur warga saat kemarau.
Nana, ketua RT 02 kawasan setempat menuturkan bahwa pihaknya menyaksikan pengembang perumahan “Sukaresmi Grande” telah melakukan penyempitan (penambahan area) sungai kira-kira 2 – 3 meter dari bibir sungai sebelumnya. Hal ini terlihat dengan menempatkan susunan batu di bibir sungai. Akibatnya area RT 02 yang lokasi persis diseberang perumahan “Sukaresmi Grande” tersebut menjadi sasaran “tolakan” air sungai Ciliwung, hingga ketinggiannya mencapai 4 meter. Akibatnya, saat debit air sungai Ciliwung sedang tinggi, beberapa area RT 02 menjadi langganan banjir.
Pada kawasan RT 02 ini terdapat SDN 05 Kedung Halang dan beberapa rumah warga yang menjadi langganan Banjir. Semenjak perumahan “Sukaresmi Grande” mulai dibangun pada 2009, hantaman air sungai Ciliwung semakin besar dan keras. Bahkan saat banjir besar Februari 2010 lalu, luapan air sungai hingga menjebol satu buah rumah di RT O2 ini.
Akibatnya seringnya RT 02 mendapat hantaman dan luapan air, Ketua RT 02 mengusulkan adanya dana pengembangan infrastruktur yang diakses melalui dana PNPM. Dana ini dipioritaskan untuk membentengi area RT 02. Malahan kedepan ia bersama masyarakat telah merencanakan akan meninggikan bantengan setinggi 5 meter dari ketinggian bentengan yang sudah ada (4 meter). Sehingga total ketinggian bentengan dan tembok yang akan dibangun setinggi 9 meter.
Bencana sejatinya sudah didepan mata, tetapi penanganan tidak semakin menyelesaikan masalah. Malahan kondisinya cenderung menimbulkan masalah baru. Masyarakat berlomba-lomba membuat bantengan atau menurap sungai dengan maksud menghindari lonsor-nya bantaran sungai dan menahan banjir luapan sungai.
Akhirnya air sungai Ciliwung semakin waktu semakin cepat lajunya, sehingga peluang banjir di Jakarta juga akan semakin cepat. Penyempitan bantaran sungai dengan bangunan turap dan bangunan hunian dan komersial mengakibatkan hilangnya area resapan air yang seharusnya berfungsi sebagai cadangan air tanah untuk sumur warga sepanjang aliran sungai. Meskipun pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No 42 tahun 2008 tentang perlindungan sumberdaya air, tetapi peraturan tersebut tidak pernah ditegakkan oleh pemerintah lokal.
Nana, ketua RT 02 kawasan setempat menuturkan bahwa pihaknya menyaksikan pengembang perumahan “Sukaresmi Grande” telah melakukan penyempitan (penambahan area) sungai kira-kira 2 – 3 meter dari bibir sungai sebelumnya. Hal ini terlihat dengan menempatkan susunan batu di bibir sungai. Akibatnya area RT 02 yang lokasi persis diseberang perumahan “Sukaresmi Grande” tersebut menjadi sasaran “tolakan” air sungai Ciliwung, hingga ketinggiannya mencapai 4 meter. Akibatnya, saat debit air sungai Ciliwung sedang tinggi, beberapa area RT 02 menjadi langganan banjir.
Pada kawasan RT 02 ini terdapat SDN 05 Kedung Halang dan beberapa rumah warga yang menjadi langganan Banjir. Semenjak perumahan “Sukaresmi Grande” mulai dibangun pada 2009, hantaman air sungai Ciliwung semakin besar dan keras. Bahkan saat banjir besar Februari 2010 lalu, luapan air sungai hingga menjebol satu buah rumah di RT O2 ini.
Akibatnya seringnya RT 02 mendapat hantaman dan luapan air, Ketua RT 02 mengusulkan adanya dana pengembangan infrastruktur yang diakses melalui dana PNPM. Dana ini dipioritaskan untuk membentengi area RT 02. Malahan kedepan ia bersama masyarakat telah merencanakan akan meninggikan bantengan setinggi 5 meter dari ketinggian bentengan yang sudah ada (4 meter). Sehingga total ketinggian bentengan dan tembok yang akan dibangun setinggi 9 meter.
Bencana sejatinya sudah didepan mata, tetapi penanganan tidak semakin menyelesaikan masalah. Malahan kondisinya cenderung menimbulkan masalah baru. Masyarakat berlomba-lomba membuat bantengan atau menurap sungai dengan maksud menghindari lonsor-nya bantaran sungai dan menahan banjir luapan sungai.
Akhirnya air sungai Ciliwung semakin waktu semakin cepat lajunya, sehingga peluang banjir di Jakarta juga akan semakin cepat. Penyempitan bantaran sungai dengan bangunan turap dan bangunan hunian dan komersial mengakibatkan hilangnya area resapan air yang seharusnya berfungsi sebagai cadangan air tanah untuk sumur warga sepanjang aliran sungai. Meskipun pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No 42 tahun 2008 tentang perlindungan sumberdaya air, tetapi peraturan tersebut tidak pernah ditegakkan oleh pemerintah lokal.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar