Kesengsaraan Dibalik Investasi Tambang
Jakarta|Kotahujan.com-Aneka rupa usaha pertambangan yang beroperasi di Indonesia ternyata menimbulkan duka lara bagi masyarakat sekitarnya. Baik untuk masa sekarang dan dimasa yang akan datang. Pengelolaan tambang yang diharapkan bisa mensejahterakan masyarakat Indonesia justru berpotensi menyengsarakan rakyat negeri ini. Kelestarian alam, kesehatan, tenaga kerja/perburuhan dan kualitas lingkungan hingga potensi bencana alam. Adalah dampak nyata yang baru bisa terlihat. Belum termasuk dampak psikologis dan dampak laten lainnya. Dampak buruk eksplorasi tambang baik skala korporasi (perusahaan) maupun tradisional seluruh Indonesia tersebut terlihat jelas pada Pameran “29 Rupa Daya Rusak Tambang” di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki (TIM) Jl. Cikini Raya Jakarta. Kamis sampai dengan Minggu (27-30 Januari 2011) lalu.
Pameran yang digagas Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bersama POROS menampilkan berbagai rupa 'hasil' pertambangan sampai dengan 2010 lalu, kondisi lingkungan dan keselamatan rakyat tergambar sedemikian mirisnya. Lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo, banjir bandang di Wasior Papua Barat, pengerukan batubara dan berulangnya bencana banjir di Kalimantan Timur, alih fungsi kawasan lindung untuk pertambangan serta hilangnya sabuk-sabuk pengaman wilayah pesisir akibat tambang pasir besi di Bengkulu, merupakan potret nyata bahwa sejahtera dari sektor tambang itu patut dipertanyakan. Untuk itu pameran ini digelar dalam rangka membangun kesadaran kritis publik bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang rawan bencana yang seharusnya tidak lagi memilih tambang sebagai sumber pendapatan ekonomi negara ini.
“Pameran ini untuk membuka publik apa yang sebenarnya terjadi dibaliik janji manisnya investasi pertambangan”, ungkap Zenzi Suhadi, juru kampanye Jatam.
Menurutnya Publik perlu tahu yang sesungguhnya terjadi, bagaimana Kalimantan sebagai daerah penghasil Batubara terbesar di Indonesia, 25 % desa di Kutai Timur justru tidak menikmati penerangan listrik. Penambangan pasir besi di pesisir barat Sumatra berdampak pengurangan luas daratan 2,5 meter setiap tahun dan bencana lumpur Lapindo yang nyaris dilupakan. Zenzi menambahkan bahwa publik juga harus tahu bahwa sumber devisa dari aktivitas pertambangan ini hanya 44 %, angka jauh dibawah penerimaan devisa negara dari sektor pertanian mencapai 25 %. Perusahaan tambang yang terus berebut lahan dengan masyarakat, dengan kekuatan ijin yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah. Semakin banyak ijin pertambangan suatu tempat masyarakat disana semakin miskin. Belum lagi rusaknya tatanan sosial dimasyarakat.
“Walaupun pemerintah belum mampu membangun infrastruktur untuk masyarakat, minimal jangan keluarkan ijin untuk pertambangan”, tambahnya.
Dalam konteks pertambangan Batubara, saat ini Kalimantan memiliki jumlah perijinan yang paling besar dengan 1269 ijin tambang. Terbesar ada di kabupaten Kutai Kartanegara. Besarnya jumlah ijin itu harus dibayar dengan kerusakan lingkungan, pemiskinan, banjir dibeberapa kota Kalimantan Timur (Samarinda, Kukar, Kutai Timur ) dan penyakit-penyakit seperti ISPA serta pencemaran air.
Kalimantan Timur luasnya 19 juta hektar, pertambangan Batubara sekarang sudah seluas 3,2 juta hektar. Dibandingkan dengan Kalsel yang 3,7 hektar, artinya luas tambang di Kaltim hampir seluas Kalsel. Di Samarinda saja 71 % luas wilayahnya sudah dikapling oleh penambangan Batubara, ada 76 ijin penambangan Batubara yang mengepung Samarinda.
“Yang terjadi di Kalimantan Timur tambang Batubara datang, gali lubang dan pergi begitu saja. Catatan kami ada 31 lubang yang ditinggalkan, diameternya paling kecil 2 hektar dan paling besar 52 hektar, jika diakumulasi ada 838 hektar di satu kota saja”, beber Merah Johansyah, Campaigner Jatam Kalimantan Timur.
Yang menyedihkan dari 76 kuasa ijin pertambangan hanya 7 perusahaan saja yang menyerahkan dana jaminan reklamasi. Belum lagi fakta bahwa tambang Batubara berada pada urutan ke 6 penyumbang dana APBD Kaltim, setelah industri pengolahan dan pertanian. Artinya tenaga kerja terserap di sektor pertanian, industri pengolahan dan jasa. Sayangnya pemprov Kaltim malah menjadikan Batubara sebagai panglima ekonominya.
“Jadi memang tidak ada manfaatnya apa-apa baik secara ekonomi apalagi lingkungan”, tambahnya.
Dibalik janji manis kesejahteraan dari perusahaan tambang, maka sesungguhnya ada penderitaan di kemudian hari untuk masyarakat sekitarnya.
Pameran “29 Rupa Daya Rusak Tambang” selain menampilkan foto-foto terkait daya rusak tambang yang ada di Indonesia, juga instalasi seni terkait dengan daya rusak tambang. Ada juga diskusi media, bincang ringan dan pemutaran film.
Pameran yang digagas Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bersama POROS menampilkan berbagai rupa 'hasil' pertambangan sampai dengan 2010 lalu, kondisi lingkungan dan keselamatan rakyat tergambar sedemikian mirisnya. Lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo, banjir bandang di Wasior Papua Barat, pengerukan batubara dan berulangnya bencana banjir di Kalimantan Timur, alih fungsi kawasan lindung untuk pertambangan serta hilangnya sabuk-sabuk pengaman wilayah pesisir akibat tambang pasir besi di Bengkulu, merupakan potret nyata bahwa sejahtera dari sektor tambang itu patut dipertanyakan. Untuk itu pameran ini digelar dalam rangka membangun kesadaran kritis publik bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang rawan bencana yang seharusnya tidak lagi memilih tambang sebagai sumber pendapatan ekonomi negara ini.
“Pameran ini untuk membuka publik apa yang sebenarnya terjadi dibaliik janji manisnya investasi pertambangan”, ungkap Zenzi Suhadi, juru kampanye Jatam.
Menurutnya Publik perlu tahu yang sesungguhnya terjadi, bagaimana Kalimantan sebagai daerah penghasil Batubara terbesar di Indonesia, 25 % desa di Kutai Timur justru tidak menikmati penerangan listrik. Penambangan pasir besi di pesisir barat Sumatra berdampak pengurangan luas daratan 2,5 meter setiap tahun dan bencana lumpur Lapindo yang nyaris dilupakan. Zenzi menambahkan bahwa publik juga harus tahu bahwa sumber devisa dari aktivitas pertambangan ini hanya 44 %, angka jauh dibawah penerimaan devisa negara dari sektor pertanian mencapai 25 %. Perusahaan tambang yang terus berebut lahan dengan masyarakat, dengan kekuatan ijin yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah. Semakin banyak ijin pertambangan suatu tempat masyarakat disana semakin miskin. Belum lagi rusaknya tatanan sosial dimasyarakat.
“Walaupun pemerintah belum mampu membangun infrastruktur untuk masyarakat, minimal jangan keluarkan ijin untuk pertambangan”, tambahnya.
Dalam konteks pertambangan Batubara, saat ini Kalimantan memiliki jumlah perijinan yang paling besar dengan 1269 ijin tambang. Terbesar ada di kabupaten Kutai Kartanegara. Besarnya jumlah ijin itu harus dibayar dengan kerusakan lingkungan, pemiskinan, banjir dibeberapa kota Kalimantan Timur (Samarinda, Kukar, Kutai Timur ) dan penyakit-penyakit seperti ISPA serta pencemaran air.
Kalimantan Timur luasnya 19 juta hektar, pertambangan Batubara sekarang sudah seluas 3,2 juta hektar. Dibandingkan dengan Kalsel yang 3,7 hektar, artinya luas tambang di Kaltim hampir seluas Kalsel. Di Samarinda saja 71 % luas wilayahnya sudah dikapling oleh penambangan Batubara, ada 76 ijin penambangan Batubara yang mengepung Samarinda.
“Yang terjadi di Kalimantan Timur tambang Batubara datang, gali lubang dan pergi begitu saja. Catatan kami ada 31 lubang yang ditinggalkan, diameternya paling kecil 2 hektar dan paling besar 52 hektar, jika diakumulasi ada 838 hektar di satu kota saja”, beber Merah Johansyah, Campaigner Jatam Kalimantan Timur.
Yang menyedihkan dari 76 kuasa ijin pertambangan hanya 7 perusahaan saja yang menyerahkan dana jaminan reklamasi. Belum lagi fakta bahwa tambang Batubara berada pada urutan ke 6 penyumbang dana APBD Kaltim, setelah industri pengolahan dan pertanian. Artinya tenaga kerja terserap di sektor pertanian, industri pengolahan dan jasa. Sayangnya pemprov Kaltim malah menjadikan Batubara sebagai panglima ekonominya.
“Jadi memang tidak ada manfaatnya apa-apa baik secara ekonomi apalagi lingkungan”, tambahnya.
Dibalik janji manis kesejahteraan dari perusahaan tambang, maka sesungguhnya ada penderitaan di kemudian hari untuk masyarakat sekitarnya.
Pameran “29 Rupa Daya Rusak Tambang” selain menampilkan foto-foto terkait daya rusak tambang yang ada di Indonesia, juga instalasi seni terkait dengan daya rusak tambang. Ada juga diskusi media, bincang ringan dan pemutaran film.
Tautan halaman ini.
1 komentar:
kenyamanan hasil tambang ada di sekitar kita. stop tambang stop tambang tampa memikirkan bahwasan nya hasil tambang masih kita nikmati.
walaupun sebenar nya kita bukan pelaku penambangan.
Posting Komentar