Saat Bertani Berpindah Jadi Pilihan
Karawang|Kotahujan.com-Banjir besar 2010 dan rendaman lumpur lebih dari 21 hari telah mengubah kehidupan Nur Ali dan sebagian warga dusun Tanjung Jaya kecamatan Pakis Jaya, Karawang Jawa Barat. Praktis sejak kejadian sampai masa surut air akibat banjir sungai Citarum, ritme kehidupan warga terhenti. Rumah dan tanaman padi mereka rusak terendam banjir. Tak biasanya Citarum meluap lebih besar dan sesering ini. Pria yang kesehariannya menjadi guru ngaji ini mensinyalir hujan terus-menerus menjadi salah satu faktor penyebabnya. Perubahan iklim juga telah mengacaukan jadwal bercocok tanam para petani dan buruh tani di Karawang.
"Banjir biasanya 10 tahun sekali, itupun kalau sudah dua hari kering kembali. Tapi tahun 2010 kemarin sampai satu bulan baru kering," papar Nur Ali.
Masalah tak hanya saat banjir menghadang. Setelah banjir melanda merekapun harus berbenah memperbaiki kehidupannya. Sebagian warga Tanjung Jaya bekerja menggantungkan hidupnya dari buruh tani. Tak ada pilihan, mereka tetap harus bertani dilahan-lahan yang mereka sewa. Sayangnya untuk menyewa lahan mereka tak lagi bisa mengandalkan modal sendiri. Sebagai solusi buruh tani ini kemudian membuat kelompok Tani Jaya bersama 6 orang lainnya. Mereka kemudian mencari lahan yang bebas dari banjir untuk digarap bersama-sama. Lahan seluas dua hektar yang terletak di desa Jayasakti kecamatan Muara Gembong kabupaten Bekasi menjadi pilihan untuk disewa, meski lokasinya berada jauh di seberang sungai Citarum. Lahan sewaan itu mereka peroleh dari bantuan Konsorsium Petani Karawang, mereka garap dan mampu menghasilkan padi 8 ton sekali panen.
"Untuk antisipasinya ya kami bertani dengan cara seperti ini. Sudah dua musim, dengan hasil sekali panen 8 ton"
Nur Ali dan kelompok Tani Jaya berharap ada perhatian pemerintah terkait kondisi di desanya. Dengan adanya tanggul di batas jalan Pakis Jaya, desa Tanjungjaya seperti terisolasi. Harapannya ada tanggul yang membatasi langsung antara desanya dengan sungai Citarum.
"Banjir biasanya 10 tahun sekali, itupun kalau sudah dua hari kering kembali. Tapi tahun 2010 kemarin sampai satu bulan baru kering," papar Nur Ali.
Masalah tak hanya saat banjir menghadang. Setelah banjir melanda merekapun harus berbenah memperbaiki kehidupannya. Sebagian warga Tanjung Jaya bekerja menggantungkan hidupnya dari buruh tani. Tak ada pilihan, mereka tetap harus bertani dilahan-lahan yang mereka sewa. Sayangnya untuk menyewa lahan mereka tak lagi bisa mengandalkan modal sendiri. Sebagai solusi buruh tani ini kemudian membuat kelompok Tani Jaya bersama 6 orang lainnya. Mereka kemudian mencari lahan yang bebas dari banjir untuk digarap bersama-sama. Lahan seluas dua hektar yang terletak di desa Jayasakti kecamatan Muara Gembong kabupaten Bekasi menjadi pilihan untuk disewa, meski lokasinya berada jauh di seberang sungai Citarum. Lahan sewaan itu mereka peroleh dari bantuan Konsorsium Petani Karawang, mereka garap dan mampu menghasilkan padi 8 ton sekali panen.
"Untuk antisipasinya ya kami bertani dengan cara seperti ini. Sudah dua musim, dengan hasil sekali panen 8 ton"
Nur Ali dan kelompok Tani Jaya berharap ada perhatian pemerintah terkait kondisi di desanya. Dengan adanya tanggul di batas jalan Pakis Jaya, desa Tanjungjaya seperti terisolasi. Harapannya ada tanggul yang membatasi langsung antara desanya dengan sungai Citarum.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar