Filosofi Bogor dalam Sebuah Pantun
Bogor|Kotahujan.com-Memperingati Hari Jadi Bogor yang ke-529, Daya Mahasiswa Sunda (Damas) cabang Bogor mengadakan Pasanggiri Seni Sunda II dan Pagelaran Seni Sunda. Acara ini digelar hari Minggu (29/5) di gedung Kemuning Gading. Muhammad Ceppy (34), ketua pelaksana, mengatakan acara ini sebagai salah satu cara mengenalkan dan menumbuhkan kecintaan terhadap kebudayaan sunda.
“Tujuan sebenarnya ingin mensosialisasikan pantun pacilong khususnya kepada pelajar dan masyarakat umum, juga sebagai ajang silaturahmi para seniman, inohong (tokoh) serta masyarakat” ungkap Ceppy.
Pasanggiri Seni Sunda berupa lomba membaca Pantun (sajak) Pacilong dengan diiringi alunan musik dari kecapi suling. Sajak yang berjudul “Ngadeugna Dayeuh Bogor” ini bercerita tentang awal mula nama Bogor dalam pandangan seorang budayawan yang dikenal dengan nama Cilong.
Dalam uraiannya kepada Kotahujan.com, Abdul Manan Gumilang (56), alumni Damas mengatakan bahwa sajak ini memiliki nilai filosofis yang tinggi. Sajak ini mengandung makna bahwa Bogor bersifat seperti bogol atau tunggul kawung (pokok enau) yang kuat dan tidak ada yang bisa menghancurkan.
“Sejarah dulu di Bogor banyak tunggul kawung, dan tunggul kawung itu sangat bermanfaat. Jangan coba-coba mengkhianati Bogor, sampai sekarang Bogor tidak terlepas dari kesakralan” ujar Manan.
Peserta dalam acara ini adalah para pelajar SMP, SMA, dan mahasiswa. Dua orang juri, yaitu Eman Sulaeman (budayawan) dan Arif Hidayat (pendongeng sunda), memberikan penilaian terhadap ekspresi, vokal, artikulasi, dan kostum peserta. Selain lomba membaca Pantun Pacilong, acara ini dimeriahkan juga oleh pagelaran seni sunda dari beberapa sekolah yang ada di Bogor.
“Tujuan sebenarnya ingin mensosialisasikan pantun pacilong khususnya kepada pelajar dan masyarakat umum, juga sebagai ajang silaturahmi para seniman, inohong (tokoh) serta masyarakat” ungkap Ceppy.
Pasanggiri Seni Sunda berupa lomba membaca Pantun (sajak) Pacilong dengan diiringi alunan musik dari kecapi suling. Sajak yang berjudul “Ngadeugna Dayeuh Bogor” ini bercerita tentang awal mula nama Bogor dalam pandangan seorang budayawan yang dikenal dengan nama Cilong.
Dalam uraiannya kepada Kotahujan.com, Abdul Manan Gumilang (56), alumni Damas mengatakan bahwa sajak ini memiliki nilai filosofis yang tinggi. Sajak ini mengandung makna bahwa Bogor bersifat seperti bogol atau tunggul kawung (pokok enau) yang kuat dan tidak ada yang bisa menghancurkan.
“Sejarah dulu di Bogor banyak tunggul kawung, dan tunggul kawung itu sangat bermanfaat. Jangan coba-coba mengkhianati Bogor, sampai sekarang Bogor tidak terlepas dari kesakralan” ujar Manan.
Peserta dalam acara ini adalah para pelajar SMP, SMA, dan mahasiswa. Dua orang juri, yaitu Eman Sulaeman (budayawan) dan Arif Hidayat (pendongeng sunda), memberikan penilaian terhadap ekspresi, vokal, artikulasi, dan kostum peserta. Selain lomba membaca Pantun Pacilong, acara ini dimeriahkan juga oleh pagelaran seni sunda dari beberapa sekolah yang ada di Bogor.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar