Eksistensi RRI dalam Revisi Undang-undang Penyiaran
Baranang Siang|Kotahujan.com-Revisi Undang Undang Penyiaran di Indonesia membuka ruang pihak-pihak yang berkepentingan untuk berkonsolidasi, agar Lembaga Penyiarannya bisa terakomodir. Termasuk RRI yang masuk dalam kategori Lembaga Penyiaran Publik. Terkait hal ini pada Rabu (15/06) lalu, Radio Republik Indonesi (RRI) mengadakan Diskusi Publik dengan tema "Penguatan Eksistensi RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik Melalui Revisi Undang-undang Penyiaran Menuju Kelas Dunia".
Acara berlangsung selama 3 jam di IPB International Convention Centre, dengan menghadirkan pembicara Dewan Pengawas LPP, anggota DPR-RI, Rektor IPB, dan Pengamat Lembaga kajian masyarakat. Beberapa kalangan seperti pemerintah Kota Bogor, tokoh budaya, dan aktivis LSM turut dihadirkan pada diskusi ini. Termasuk organisasi kepemudaan seperti KNPI, Damas dan perwakilan mahasiswa.
Diskusi yang berlangsung membahas mengenai status kelembagaan RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang berada di bawah Kementrian Komunikasi dan informasi. Dalam rencana perubahan UU Penyiaran terdapat wacana pemisahan RRI dari Kominfo dengan anggaran dana tersendiri.
Para peserta diskusi juga menyampaikan beberapa kritik, saran, dan harapan kepada RRI. Eman Sulaeman, tokoh budayawan Bogor, meminta kepada RRI Bogor agar tetap mengangkat budaya Bogor sebagai jati diri atau identitas daerah. Hal serupa dinyatakan juga oleh Max Sopacua, anggota Komisi I DPR-RI. RRI harus dapat mengkolaborasikan kultur daerah agar menjadi tuan rumah di daerah tersebut.
Sementara kalangan akademisi menyatakan bahwa RRI harus menjadi jembatan dari masyarakat bawah ke pemerintah pusat. Dalam kesempatan yang sama Dewan Pengawas LPP, Dwi Hernuningsih, mengatakan bahwa RRI harus dapat memberikan sajian yang inovatif dengan kemasan yang dapat diterima masyarakat.
Diskusi publik ini tidak hanya diadakan di Bogor, melainkan di beberapa daerah di Indonesia. Melalui diskusi ini RRI berharap dapat membangun kepercayaan dan aspirasi publik terhadap eksistensi RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik.
Hanya saja selaku pemain utama siaran radio resmi, diskusi ini kurang melibatkan komunitas radio dan komunitas lainnya. Termasuk radio komunitas dalam wacana pengarus utamaan isu lokal termasuk budaya.
Acara berlangsung selama 3 jam di IPB International Convention Centre, dengan menghadirkan pembicara Dewan Pengawas LPP, anggota DPR-RI, Rektor IPB, dan Pengamat Lembaga kajian masyarakat. Beberapa kalangan seperti pemerintah Kota Bogor, tokoh budaya, dan aktivis LSM turut dihadirkan pada diskusi ini. Termasuk organisasi kepemudaan seperti KNPI, Damas dan perwakilan mahasiswa.
Diskusi yang berlangsung membahas mengenai status kelembagaan RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang berada di bawah Kementrian Komunikasi dan informasi. Dalam rencana perubahan UU Penyiaran terdapat wacana pemisahan RRI dari Kominfo dengan anggaran dana tersendiri.
Para peserta diskusi juga menyampaikan beberapa kritik, saran, dan harapan kepada RRI. Eman Sulaeman, tokoh budayawan Bogor, meminta kepada RRI Bogor agar tetap mengangkat budaya Bogor sebagai jati diri atau identitas daerah. Hal serupa dinyatakan juga oleh Max Sopacua, anggota Komisi I DPR-RI. RRI harus dapat mengkolaborasikan kultur daerah agar menjadi tuan rumah di daerah tersebut.
Sementara kalangan akademisi menyatakan bahwa RRI harus menjadi jembatan dari masyarakat bawah ke pemerintah pusat. Dalam kesempatan yang sama Dewan Pengawas LPP, Dwi Hernuningsih, mengatakan bahwa RRI harus dapat memberikan sajian yang inovatif dengan kemasan yang dapat diterima masyarakat.
Diskusi publik ini tidak hanya diadakan di Bogor, melainkan di beberapa daerah di Indonesia. Melalui diskusi ini RRI berharap dapat membangun kepercayaan dan aspirasi publik terhadap eksistensi RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik.
Hanya saja selaku pemain utama siaran radio resmi, diskusi ini kurang melibatkan komunitas radio dan komunitas lainnya. Termasuk radio komunitas dalam wacana pengarus utamaan isu lokal termasuk budaya.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar