Perlakuan Sama dalam Regulasi Sulitkan Radio Komunitas dapat Ijin
Lembang Bandung|Kotahujan.com-Perkembangan radio komunitas di Indonesia ternyata lebih baik dibandingkan negara lain seperti Filipina, Myanmar, India dan Laos. Jumlah radio komunitas di Indonesia yang sedang mengajukan ijin saja ada 627 pemohon. 400 diantaranya sudah dapat rekomendasi kelayakan (RK) dari KPI, 97 sudah FRB dan 39 sudah mendapatkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). 4 pemohon diantaranya sudah mendapatkan IPP tetap. Demikian disampaikan DR. Henry Subiakto MA, Staf Ahli Menkominfo RI bidang Komunikasi dan Media Massa, saat menyampaikan paparannya di seminar “Menegaskan Kemandirian Radio Komunitas” Selasa (7/06) kemarin.
“Indonesia harus bersyukur karena radio komunitas sudah termaktub dalam UU Penyiaran, yaitu UU 32 tahun 2002. Dinegara lain radio komunitas belum diatur dalam UU”
Jumlah yang banyak dengan keluaran ijin sedikit menjadi masalah tersendiri karena radio komunitas dalam peraturan ini diperlakukan sama dengan radio swasta lain, sehingga sulit mendapatkan ijin karena lemahnya kekuatan finasial dan lainnya. Biaya sertifikasi perangkat Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) sama dengan Lembaga Penyiaran (LP) lainnya. Beberapa pemohon LPK yang telah mendapatkan IPP Prinsip tidak dapat melanjutkan ke tahap berikutnya menuju IPP tetap.
Ijin frekuensi yang boleh digunakan pun hanya sedikit, yaitu 107.7-107.9 FM. Jaraknya juga dekat dengan jalur penerbangan. Henry menguraikan bahwa regulasi ini muncul karena di Jakarta sudah penuh dan hanya jalur itu yang memungkinkan.
“Kalau ada yang mengatakan regulasi itu Jakarta sentris, benar,” tegasnya.
Faktanya frekuensi di Jakarta dan beberapa kota seperti Bandung dan Surabaya sudah penuh. Sedangkan UU ini muncul belakangan dan dipukul rata untuk semua daerah. Padahal, di beberapa daerah banyak frekuensi yang belum terpakai. Artinya peraturan ini ompong, prosentase yang dimaksud sulit dipenuhi karena penuhnya jalur.
Revisi UU 32/2002 tentang Penyiaran merupakan usul inisiatif dari DPR, pemerintah hanya memberikan masukan. Khususnya terkait Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) agar tidak diperlakukan sama dengan Lembaga Penyiaran (LP) lainnya.
Revisi diperuntukkan untuk membuat sistem penyiaran yang demokratis. Mengakomodasi persoalan di lapangan dalam pelaksanaan UU Penyiaran, membedakan perlakuan dalam perijinan antara LPK dengan LPS, memudahkan LPK dalam hal sertifikasi perangkat dan memberikan keadailan dalam keberadaan LPK dengan LPS, LPP maupun LPB.
“Indonesia harus bersyukur karena radio komunitas sudah termaktub dalam UU Penyiaran, yaitu UU 32 tahun 2002. Dinegara lain radio komunitas belum diatur dalam UU”
Jumlah yang banyak dengan keluaran ijin sedikit menjadi masalah tersendiri karena radio komunitas dalam peraturan ini diperlakukan sama dengan radio swasta lain, sehingga sulit mendapatkan ijin karena lemahnya kekuatan finasial dan lainnya. Biaya sertifikasi perangkat Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) sama dengan Lembaga Penyiaran (LP) lainnya. Beberapa pemohon LPK yang telah mendapatkan IPP Prinsip tidak dapat melanjutkan ke tahap berikutnya menuju IPP tetap.
Ijin frekuensi yang boleh digunakan pun hanya sedikit, yaitu 107.7-107.9 FM. Jaraknya juga dekat dengan jalur penerbangan. Henry menguraikan bahwa regulasi ini muncul karena di Jakarta sudah penuh dan hanya jalur itu yang memungkinkan.
“Kalau ada yang mengatakan regulasi itu Jakarta sentris, benar,” tegasnya.
Faktanya frekuensi di Jakarta dan beberapa kota seperti Bandung dan Surabaya sudah penuh. Sedangkan UU ini muncul belakangan dan dipukul rata untuk semua daerah. Padahal, di beberapa daerah banyak frekuensi yang belum terpakai. Artinya peraturan ini ompong, prosentase yang dimaksud sulit dipenuhi karena penuhnya jalur.
Revisi UU 32/2002 tentang Penyiaran merupakan usul inisiatif dari DPR, pemerintah hanya memberikan masukan. Khususnya terkait Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) agar tidak diperlakukan sama dengan Lembaga Penyiaran (LP) lainnya.
Revisi diperuntukkan untuk membuat sistem penyiaran yang demokratis. Mengakomodasi persoalan di lapangan dalam pelaksanaan UU Penyiaran, membedakan perlakuan dalam perijinan antara LPK dengan LPS, memudahkan LPK dalam hal sertifikasi perangkat dan memberikan keadailan dalam keberadaan LPK dengan LPS, LPP maupun LPB.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar