Broom In Hand, Lebih dari Sekedar Pertunjukan Theater Pantomime
Kemuning Gading|Kotahujan.com-Pertunjukan Theater Pantomime yang digelar Sena Didi Mime (SDM) di Bogor Minggu (17/7) malam kemarin, berhasil memukau penonton yang memadati gedung Kemuning Gading. Pertunjukan yang sebelumnya dipentaskan di Bratislava, Wina, Jakarta, Bandung dan Karawang itu, mampu memberikan wacana segar seputar dunia pertunjukan di Bogor.
“Di Bogor ini pertunjukan Broom In Hand yang ke-6, sebelumnya sudah kita pentaskan di Eropa dan beberapa kota di Indonesia, ” ungkap Rama Sastra, manager produksi SDM.
Mengawali pertunjukannya malam itu, SDM langsung memecah kesunyian dengan tampilnya 5 aktor pantomime diatas panggung. Sempat terjadi kegamangan ketika harapan melihat bentuk pantomime klasik diatas pentas tak kesampaian. Justru tampilan pertunjukan pantomime ala SDM -lah yang tereksplor dan terkonsep dengan apik.
Sutradara Yayu Aw Unru sukses mengemas pertunjukan segar dan menghibur. Gagasan ceritanya mudah dicerna dan tak sulit menangkap gaya jenaka para pemain.“ Broom in Hand” bercerita tentang isu sampah dan berbagai permasalahannya, ketika ikan-ikan memilih mati diudara dan burung-burung meminta dijadikan lukisan didinding. Pohon-pohon yang tumbuh dalam kenangan, air telah menjadi darah dan tanah yang membatu. Sebuah tema tentang pemanasan global yang diceritakan dengan gaya kontemporer dan sangat artistik. Gerakan para pemain yang dinamis sungguh tepat berpadu dengan kostum, lighting dan musik latar yang menarik.
“Saya baru melihat pertunjukan pantomim seperti ini, kagum dengan stamina dan ide ceritanya, ” beber Fatkurrahman, salah satu penonton.
Pertunjukan SDM kali ini didukung para pemain Stefanus Hermawan Kristyan, Yehuda Gabrielita, Abdullah Rahman, dan Abu Bakar. Manager produksi Rama Sastra, Pimpinan produksi Didi Petet tidak bisa hadir dalam lawatan ke Bogor ini.
Sang sutradara pada akhir pertunjukan membeberkan sedikit rahasia pertunjukan, dengan menjawab beberapa pertanyaan dari penonton. Sena Didi Mime, lebih dari itu ciri khasnya telah menjadi bagian lain yang melengkapi warna seni pertunjukan Indonesia.
“Ini adalah theater pantomim, jarang sekali kami pentaskan nomor-nomor klasik. Kami juga terbiasa latihan tanpa naskah, meski demikian haram untuk improvisasi, kecuali kecelakaan di atas panggung. Untuk stamina awalnya pasti sulit, tapi lama-kelamaan semua jadi terbiasa, ” jelas Yayu.
Rencananya Broom In Hand kembali tampil di Magelang dan Taman Budaya Solo.
“Di Bogor ini pertunjukan Broom In Hand yang ke-6, sebelumnya sudah kita pentaskan di Eropa dan beberapa kota di Indonesia, ” ungkap Rama Sastra, manager produksi SDM.
Mengawali pertunjukannya malam itu, SDM langsung memecah kesunyian dengan tampilnya 5 aktor pantomime diatas panggung. Sempat terjadi kegamangan ketika harapan melihat bentuk pantomime klasik diatas pentas tak kesampaian. Justru tampilan pertunjukan pantomime ala SDM -lah yang tereksplor dan terkonsep dengan apik.
Sutradara Yayu Aw Unru sukses mengemas pertunjukan segar dan menghibur. Gagasan ceritanya mudah dicerna dan tak sulit menangkap gaya jenaka para pemain.“ Broom in Hand” bercerita tentang isu sampah dan berbagai permasalahannya, ketika ikan-ikan memilih mati diudara dan burung-burung meminta dijadikan lukisan didinding. Pohon-pohon yang tumbuh dalam kenangan, air telah menjadi darah dan tanah yang membatu. Sebuah tema tentang pemanasan global yang diceritakan dengan gaya kontemporer dan sangat artistik. Gerakan para pemain yang dinamis sungguh tepat berpadu dengan kostum, lighting dan musik latar yang menarik.
“Saya baru melihat pertunjukan pantomim seperti ini, kagum dengan stamina dan ide ceritanya, ” beber Fatkurrahman, salah satu penonton.
Pertunjukan SDM kali ini didukung para pemain Stefanus Hermawan Kristyan, Yehuda Gabrielita, Abdullah Rahman, dan Abu Bakar. Manager produksi Rama Sastra, Pimpinan produksi Didi Petet tidak bisa hadir dalam lawatan ke Bogor ini.
Sang sutradara pada akhir pertunjukan membeberkan sedikit rahasia pertunjukan, dengan menjawab beberapa pertanyaan dari penonton. Sena Didi Mime, lebih dari itu ciri khasnya telah menjadi bagian lain yang melengkapi warna seni pertunjukan Indonesia.
“Ini adalah theater pantomim, jarang sekali kami pentaskan nomor-nomor klasik. Kami juga terbiasa latihan tanpa naskah, meski demikian haram untuk improvisasi, kecuali kecelakaan di atas panggung. Untuk stamina awalnya pasti sulit, tapi lama-kelamaan semua jadi terbiasa, ” jelas Yayu.
Rencananya Broom In Hand kembali tampil di Magelang dan Taman Budaya Solo.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar