Industri Pendidikan Peluang atau Ancaman ?
Bogor|Kotahujan.com-Berdasarkan data Pemkot Bogor, pada 2010 tercatat sebanyak 1.574 anak sekolah berganti status menjadi anak jalanan. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pada 2011 menjadi 1.634 anak.
“Jelas akan naik pada tahun berikutnya. Kendala terbesar kita adalah anggaran,” Jelas Bambang Gunawan, Sekretaris daerah Kota Bogor awal Juli 2011 lalu.
Tingginya angka putus sekolah tersebut, belum ditambah dengan persoalan mahalnya biaya pendidikan yang baik dan berkualitas.
Fajar Siswa SMK YZA Kota Bogor, mengaku kesulitan menempuh ujian sekolah, karena biaya pendidikan penyelenggaraan sekolahnya belum dibayar. Fajar merupakan salah satu contoh pelajar kota Bogor yang kesulitan membiayai pendidikan. Masih banyak anak-anak kota Bogor lain yang kesulitan biaya pendidikannya.
UUNESCO melalui Anwar Alsaid dari Yordania, mewakili Bidang Pendidikan Indonesia mengatakan Pendidikan bukan Komoditas yang dapat diperdagangkan. Fenomena yang tengah terjadi, baik landasan hukum dan sistem pengelolaan Pendidikan di Indonesia akan memperparah kondisi Indonesia kedepan bila komersialisasi pendidikan terus dilakukan dan terjadi.
Dalam uraiannya yang disampaikan di Hotel Salak Bogor Jumat (15/7) lalu itu Anwar mengatakan, bahwa telah terjadi orientasi pemikiran yang salah yang berkembang dimasyarakat. Menurutnya penentuan tarif pendidikan bukan ditentukan oleh Komite Sekolah, tetapi harusnya oleh Negara.
Praktek ini tidak hanya terjadi pada pendidikan dasar, tetapi dikalangan perguruan tinggi juga terjadi.
Negara bahkan malah ikut memperkeruh suasana dengan pengelolaan anggaran pendidikan yang tidak efisien dan tepat sasaran. Sehingga biaya pendidikan di Indonesia akan semakin tinggi dan tidak menjangkau kaum ekonomi lemah atau masyarakat miskin.
Tingginya biaya pendidikan disebabkan karena semua sekolah terpicu berkompetisi menjadi unggulan penyelenggaraan pendidikan. Pemahaman yang berkembang pendidikan berkualitas adalah mahal, dan kelompok masyarakat mampu saja yang dapat mengakses pendidikan. Padahal UUD 45 menyebutkan penddidkan adalah hak warga Negara.
"Melalui pengembangan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) pemerintah turut mendukung terjadinya praktek-praktek komersialisasi dunia pendidikan, " papar Romy Cahyadi direktur Provisi Education.
Menurutnya fenomena dunia pendidikan yang di komersialkan baik oleh Negara dan pihak swasta tersebut merupakan praktek yang sangat merugikan bangsa, meskipun saat ini pemerintah tengah meninjau ulang kebijakan RSBI tersebut.
Menurut Romy, pendidikan adalah proses kultural, sedangkan saat ini terjadi perubahan paradigm, yaitu sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mahal. Sehingga saat ini hanya sekolah yang baik dan mahal yang dapat menghasilkan pendidikan dan kualitas manusia yang baik. Kondisi ini semakin membuat jurang pemisah yang jauh, dengan kualitas manusia Indonesia mendatang, hanya kualitas masyarakat yang mampu menjangkau akses pendidikan saja yang baik.
Saefudin yang merupakan kepala sekolah SMK Global Nusantara, mengatakan dengan pengelolaan yang tidak mengkomersialkan dunia pendidikan, diharapkan sekolah mampu mencari sumber-sumber pembiayaan lain untuk oprasional sekolah.
Sekolahnya kesulitan mengelola dukungan pemerintah saat ini. Menurutnya dana dukungan pemerintah melalui BOS/ Bantuan Oprasional Sekolah kurang dapat mendukung pelaksanaan pendidikan di Global Nusantara. Dana BOS selalu terlambat, untuk operasional bulan Januari, baru diberikan pada bulan Juli.
Problematika dunia pendidikan Indonesia terutama di Kota Bogor, perlu melakukan perubahan, sebelum dunia Pendidikan menjadi salah satu pilar yang dapat meruntuhkan bangsa Indonesia
Menurut Romy, pendidikan adalah proses kultural, sedangkan saat ini terjadi perubahan paradigma, yaitu sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mahal. Sehingga saat ini hanya sekolah yang baik dan mahal yang dapat menghasilkan pendidikan dan kualitas manusia yang baik. Kondisi ini semakin membuat jurang pemisah yang jauh dengan kualitas manusia Indonesia mendatang. Hanya kualitas masyarakat mampu saja yang bisa menjangkau akses pendidikan yang baik.
Saefudin, kepala sekolah SMK Global Nusantara, mengatakan. Dengan pengelolaan yang tidak mengkomersialkan dunia pendidikan, diharapkan sekolah mampu mencari sumber-sumber pembiayaan lain untuk oprasional sekolah.
Sekolahnya kesulitan mengelola dukungan pemerintah saat ini. Menurutnya dana dukungan pemerintah melalui BOS (Bantuan Oprasional Sekolah) kurang dapat mendukung pelaksanaan pendidikan di Global Nusantara. Dana BOS selalu terlambat, untuk operasional bulan Januari, baru diberikan pada bulan Juli.
Problematika dunia pendidikan Indonesia terutama di Kota Bogor, perlu melakukan perubahan, sebelum dunia Pendidikan menjadi salah satu pilar yang malah meruntuhkan bangsa Indonesia.
“Jelas akan naik pada tahun berikutnya. Kendala terbesar kita adalah anggaran,” Jelas Bambang Gunawan, Sekretaris daerah Kota Bogor awal Juli 2011 lalu.
Tingginya angka putus sekolah tersebut, belum ditambah dengan persoalan mahalnya biaya pendidikan yang baik dan berkualitas.
Fajar Siswa SMK YZA Kota Bogor, mengaku kesulitan menempuh ujian sekolah, karena biaya pendidikan penyelenggaraan sekolahnya belum dibayar. Fajar merupakan salah satu contoh pelajar kota Bogor yang kesulitan membiayai pendidikan. Masih banyak anak-anak kota Bogor lain yang kesulitan biaya pendidikannya.
UUNESCO melalui Anwar Alsaid dari Yordania, mewakili Bidang Pendidikan Indonesia mengatakan Pendidikan bukan Komoditas yang dapat diperdagangkan. Fenomena yang tengah terjadi, baik landasan hukum dan sistem pengelolaan Pendidikan di Indonesia akan memperparah kondisi Indonesia kedepan bila komersialisasi pendidikan terus dilakukan dan terjadi.
Dalam uraiannya yang disampaikan di Hotel Salak Bogor Jumat (15/7) lalu itu Anwar mengatakan, bahwa telah terjadi orientasi pemikiran yang salah yang berkembang dimasyarakat. Menurutnya penentuan tarif pendidikan bukan ditentukan oleh Komite Sekolah, tetapi harusnya oleh Negara.
Praktek ini tidak hanya terjadi pada pendidikan dasar, tetapi dikalangan perguruan tinggi juga terjadi.
Negara bahkan malah ikut memperkeruh suasana dengan pengelolaan anggaran pendidikan yang tidak efisien dan tepat sasaran. Sehingga biaya pendidikan di Indonesia akan semakin tinggi dan tidak menjangkau kaum ekonomi lemah atau masyarakat miskin.
Tingginya biaya pendidikan disebabkan karena semua sekolah terpicu berkompetisi menjadi unggulan penyelenggaraan pendidikan. Pemahaman yang berkembang pendidikan berkualitas adalah mahal, dan kelompok masyarakat mampu saja yang dapat mengakses pendidikan. Padahal UUD 45 menyebutkan penddidkan adalah hak warga Negara.
"Melalui pengembangan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) pemerintah turut mendukung terjadinya praktek-praktek komersialisasi dunia pendidikan, " papar Romy Cahyadi direktur Provisi Education.
Menurutnya fenomena dunia pendidikan yang di komersialkan baik oleh Negara dan pihak swasta tersebut merupakan praktek yang sangat merugikan bangsa, meskipun saat ini pemerintah tengah meninjau ulang kebijakan RSBI tersebut.
Menurut Romy, pendidikan adalah proses kultural, sedangkan saat ini terjadi perubahan paradigm, yaitu sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mahal. Sehingga saat ini hanya sekolah yang baik dan mahal yang dapat menghasilkan pendidikan dan kualitas manusia yang baik. Kondisi ini semakin membuat jurang pemisah yang jauh, dengan kualitas manusia Indonesia mendatang, hanya kualitas masyarakat yang mampu menjangkau akses pendidikan saja yang baik.
Saefudin yang merupakan kepala sekolah SMK Global Nusantara, mengatakan dengan pengelolaan yang tidak mengkomersialkan dunia pendidikan, diharapkan sekolah mampu mencari sumber-sumber pembiayaan lain untuk oprasional sekolah.
Sekolahnya kesulitan mengelola dukungan pemerintah saat ini. Menurutnya dana dukungan pemerintah melalui BOS/ Bantuan Oprasional Sekolah kurang dapat mendukung pelaksanaan pendidikan di Global Nusantara. Dana BOS selalu terlambat, untuk operasional bulan Januari, baru diberikan pada bulan Juli.
Problematika dunia pendidikan Indonesia terutama di Kota Bogor, perlu melakukan perubahan, sebelum dunia Pendidikan menjadi salah satu pilar yang dapat meruntuhkan bangsa Indonesia
Menurut Romy, pendidikan adalah proses kultural, sedangkan saat ini terjadi perubahan paradigma, yaitu sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mahal. Sehingga saat ini hanya sekolah yang baik dan mahal yang dapat menghasilkan pendidikan dan kualitas manusia yang baik. Kondisi ini semakin membuat jurang pemisah yang jauh dengan kualitas manusia Indonesia mendatang. Hanya kualitas masyarakat mampu saja yang bisa menjangkau akses pendidikan yang baik.
Saefudin, kepala sekolah SMK Global Nusantara, mengatakan. Dengan pengelolaan yang tidak mengkomersialkan dunia pendidikan, diharapkan sekolah mampu mencari sumber-sumber pembiayaan lain untuk oprasional sekolah.
Sekolahnya kesulitan mengelola dukungan pemerintah saat ini. Menurutnya dana dukungan pemerintah melalui BOS (Bantuan Oprasional Sekolah) kurang dapat mendukung pelaksanaan pendidikan di Global Nusantara. Dana BOS selalu terlambat, untuk operasional bulan Januari, baru diberikan pada bulan Juli.
Problematika dunia pendidikan Indonesia terutama di Kota Bogor, perlu melakukan perubahan, sebelum dunia Pendidikan menjadi salah satu pilar yang malah meruntuhkan bangsa Indonesia.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar