Mendebat KTR, Komunitas Kretek Buka Diskusi "Kriminalisasi Berujung Monopoli""
Bogor|Kotahujan.com-Polemik dan pertentangan keberadaan rokok di Indonesia terus bergolak. Pro kontranya memperkaya dinamika demokrasi di negeri ini, meski masih dalam batas yang bisa ditoleransi. Jika pemkot Bogor punya kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, beda lagi dengan aksi yang dilakukan Komunitas Kretek. Kamis (11/8) kemarin mereka menggelar diskuki bedah buku "Kriminalisasi Berujung Monopoli". Acara ini digelar di Aula Sipatahunan, Gedung Dinas Pendidikan Kota Bogor, menghadirkan Dr. Syamsul Hadi Ph.D, dosen FE UI selaku penulis, H. Rahmat Supriatna SH.MM dari Dinas Pendidikan Kota Bogor, Ir. H. Pandu Wardana selaku Konsultan Pendidikan dan Pelatihan, serta Achmad Ubaidillah S.Hum dari Pusat Studi Pesantren. Diskusi yang dimoderatori Dony P Herwanto itu membahas mengenai industri rokok dan kaitannya dengan peraturan pemerintah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
"Jadi begini, yang pertama kenapa buku ini? Karena buku ini kami hargai sebagai hasil penelitian ilmiah yang mengungkap beberapa kejahatan yang dilakukan korporasi-korporasi asing melalui lembaga-lembaga donor untuk menyalurkan bantuan-bantuannya membuat peraturan-peraturan daerah tentang pelarangan merokok" ujar Zulvan Kurniawan, kordinator wilayah Bogor-Jakarta komunitas Kretek.
Menurut Zulvan, penetapan peraturan KTR memberikan dampak bagi petani dan buruh tembakau. Syamsul Hadi, salah seorang penulis buku "Kriminalisasi Berujung Monopoli", beranggapan sama bahwa kalangan petani dan buruh menjadi korban langsung dari peraturan-peraturan baik di pusat maupun daerah, yang jelas meminggirkan mereka.
"Tadi seperti saya kemukakan standarisasi yang tinggi untuk pembuatan rokok, termasuk kadar TAR kadar nikotin yang ketat diterapkan itu banyak mematikan perusahaan-perusahaan rokok kecil, itu artinya usaha kecil di indonesia itu banyak yang mati dan banyak orang yang menganggur karenanya" ujar Syamsul.
Syamsul menambahkan bahwa satu-satunya industri nasional yang tersisa dan terintregasi dari hulu ke hilir adalah industri rokok. Semua aspek dalam industri ini, mulai dari produsen, bahan baku, tenaga kerja hingga konsumennya pun dari Indonesia. Dalam bukunya diungkapkan keterlibatan pihak asing dalam lahirnya peraturan mengenai KTR.
"Itu adalah kesadaran yang coba kita kemukakan, ini adalah sebuah fakta, bahwa gerakan anti rokok ini kan maraknya setelah adanya kampanye internasional, dan maraknya dana yang masuk ke LSM dan pemerintah pusat maupun daerah, itu fakta yang kita sodorkan, interpretasinya kan terserah, tapi sekali lagi yang tadi kita kemukakan kan ada konsekuen dalam sistem ekonomi kita, ini yang sangat besar" ungkap Syamsul.
Dalam acara ini digelar pula diskusi dengan narasumber DR. Syamsul Hadi Ph.D, dosen FE UI selaku penulis, H. Rahmat Supriatna SH.MM dari Dinas Pendidikan Kota Bogor, Ir. H. Pandu Wardana selaku Konsultan Pendidikan dan Pelatihan, serta Achmad Ubaidillah S.Hum dari Pusat Studi Pesantren, dimoderatori oleh Dony P Hermanto.
Acara ini dihadiri pula Aliansi Masyarakat Anti Rokok (AMAR). Ace Sumanta, pengurus AMAR, menegaskan bahwa peraturan pemerintah tidak ada hubungannya dengan penurunan produksi rokok. Menurutnya, peraturan tersebut hanya mengatur perokok agar lebih tertib dan bijak dalam merokok sehingga tidak mengganggu orang lain.
"Introspeksi dari masing-masing lah, artinya begini, ketika komunitas kretek melakukan kampanye seperti ini, dengan adanya peraturan ini tidak hanya berdampak di Bogor saja, tapi dampaknya akan sampai ke Temanggung, Kediri, Kudus, Madura, Banyuwangi, karena bagaimanapun juga ini masih satu kesatuan NKRI, harapannya jelas peraturan yang berkedaulatan dan berkeadilan" jelas Zulvan.
"Jadi begini, yang pertama kenapa buku ini? Karena buku ini kami hargai sebagai hasil penelitian ilmiah yang mengungkap beberapa kejahatan yang dilakukan korporasi-korporasi asing melalui lembaga-lembaga donor untuk menyalurkan bantuan-bantuannya membuat peraturan-peraturan daerah tentang pelarangan merokok" ujar Zulvan Kurniawan, kordinator wilayah Bogor-Jakarta komunitas Kretek.
Menurut Zulvan, penetapan peraturan KTR memberikan dampak bagi petani dan buruh tembakau. Syamsul Hadi, salah seorang penulis buku "Kriminalisasi Berujung Monopoli", beranggapan sama bahwa kalangan petani dan buruh menjadi korban langsung dari peraturan-peraturan baik di pusat maupun daerah, yang jelas meminggirkan mereka.
"Tadi seperti saya kemukakan standarisasi yang tinggi untuk pembuatan rokok, termasuk kadar TAR kadar nikotin yang ketat diterapkan itu banyak mematikan perusahaan-perusahaan rokok kecil, itu artinya usaha kecil di indonesia itu banyak yang mati dan banyak orang yang menganggur karenanya" ujar Syamsul.
Syamsul menambahkan bahwa satu-satunya industri nasional yang tersisa dan terintregasi dari hulu ke hilir adalah industri rokok. Semua aspek dalam industri ini, mulai dari produsen, bahan baku, tenaga kerja hingga konsumennya pun dari Indonesia. Dalam bukunya diungkapkan keterlibatan pihak asing dalam lahirnya peraturan mengenai KTR.
"Itu adalah kesadaran yang coba kita kemukakan, ini adalah sebuah fakta, bahwa gerakan anti rokok ini kan maraknya setelah adanya kampanye internasional, dan maraknya dana yang masuk ke LSM dan pemerintah pusat maupun daerah, itu fakta yang kita sodorkan, interpretasinya kan terserah, tapi sekali lagi yang tadi kita kemukakan kan ada konsekuen dalam sistem ekonomi kita, ini yang sangat besar" ungkap Syamsul.
Dalam acara ini digelar pula diskusi dengan narasumber DR. Syamsul Hadi Ph.D, dosen FE UI selaku penulis, H. Rahmat Supriatna SH.MM dari Dinas Pendidikan Kota Bogor, Ir. H. Pandu Wardana selaku Konsultan Pendidikan dan Pelatihan, serta Achmad Ubaidillah S.Hum dari Pusat Studi Pesantren, dimoderatori oleh Dony P Hermanto.
Acara ini dihadiri pula Aliansi Masyarakat Anti Rokok (AMAR). Ace Sumanta, pengurus AMAR, menegaskan bahwa peraturan pemerintah tidak ada hubungannya dengan penurunan produksi rokok. Menurutnya, peraturan tersebut hanya mengatur perokok agar lebih tertib dan bijak dalam merokok sehingga tidak mengganggu orang lain.
"Introspeksi dari masing-masing lah, artinya begini, ketika komunitas kretek melakukan kampanye seperti ini, dengan adanya peraturan ini tidak hanya berdampak di Bogor saja, tapi dampaknya akan sampai ke Temanggung, Kediri, Kudus, Madura, Banyuwangi, karena bagaimanapun juga ini masih satu kesatuan NKRI, harapannya jelas peraturan yang berkedaulatan dan berkeadilan" jelas Zulvan.
Tautan halaman ini.
" />
0 komentar:
Posting Komentar