Mengenal Masyarakat Adat dengan Film
Jakarta|Kotahujan.com-Memperingati Hari Internasional untuk Masyarakat Adat Dunia, PBB mengadakan pemutaran film dan diskusi serentak di seluruh dunia, Selasa (09/08) kemarin. Di Indonesia, pemutaran film dilakukan United Nations Information Centre (UNIC) Jakarta di Goethe Institut, Jl. Sam Ratulangi no. 9-15, Jakarta Pusat. Film berjudul "Kalimantan's craft: Harmony of Culture and Nature" produksi Gekko Studio dan Craft Kalimantan Network yang diputar itu bercerita tentang bagaimana masyarakat Dayak memanfaatkan alam untuk membuat kerajinan. Hasil kerajinan masyarakat adat ini, dibantu oleh Jaringan Kerajinan Kalimantan, dibentuk menjadi barang jadi dan siap pakai untuk dipasarkan.
Berbagai kalangan tampak hadir dalam kegiatan ini, mulai dari mahasiswa, media, hingga LSM. Tanggapan dan pertanyaan pun muncul setelah menyaksikan film berdurasi 30 menit itu. Diskusi dengan topik yang berkaitan masyarakat adat pun digelar dengan narasumber Tri Renya Altaria dari Jaringan Craft Kalimantan, Nanang Sujana dari Gekko Studio, Drs. Subantoro, M.M Direktur Perfilman dari Kemenbudpar, serta Prof. Dr. Agus Sardjono, pakar hak cipta dari FHUI.
Dalam diskusi tersebut dibahas mengenai bagaimana film dapat membuka pandangan masyarakat luas terhadap kehidupan masyarakat adat. Menurut Subantoro, saat ini film merupakan media promosi yang efektif untuk menarik konsumen. Dibahas pula mengenai hak intelektual produk yang dihasilkan oleh masyarakat adat. Agus Sardjono mengatakan bahwa perlu adanya penghargaan saat sebuah produk lokal menjadi produk komersial.
Direktur UNIC Jakarta Michele Zaccheo menuturkan, film ini merupakan contoh yang positif dari komunitas masyarakat adat yang beradaptasi terhadap kebutuhan ekonomi modern. Pada waktu yang bersamaan masyarakat adat ini pun melestarikan kebudayaan, tradisi dan lingkungan mereka.
Berbagai kalangan tampak hadir dalam kegiatan ini, mulai dari mahasiswa, media, hingga LSM. Tanggapan dan pertanyaan pun muncul setelah menyaksikan film berdurasi 30 menit itu. Diskusi dengan topik yang berkaitan masyarakat adat pun digelar dengan narasumber Tri Renya Altaria dari Jaringan Craft Kalimantan, Nanang Sujana dari Gekko Studio, Drs. Subantoro, M.M Direktur Perfilman dari Kemenbudpar, serta Prof. Dr. Agus Sardjono, pakar hak cipta dari FHUI.
Dalam diskusi tersebut dibahas mengenai bagaimana film dapat membuka pandangan masyarakat luas terhadap kehidupan masyarakat adat. Menurut Subantoro, saat ini film merupakan media promosi yang efektif untuk menarik konsumen. Dibahas pula mengenai hak intelektual produk yang dihasilkan oleh masyarakat adat. Agus Sardjono mengatakan bahwa perlu adanya penghargaan saat sebuah produk lokal menjadi produk komersial.
Direktur UNIC Jakarta Michele Zaccheo menuturkan, film ini merupakan contoh yang positif dari komunitas masyarakat adat yang beradaptasi terhadap kebutuhan ekonomi modern. Pada waktu yang bersamaan masyarakat adat ini pun melestarikan kebudayaan, tradisi dan lingkungan mereka.
Tautan halaman ini.
1 komentar:
Sayang dalam diskusi yg saya juga hadir, lebih menonjol ke promosi produk, padahal film garapan Mas Nanang ini lebih dari sekedar itu yakni menggambarkan bagaimana kearifan lokal di indonesai mampu memukau dunia, dengan tetap melestarikan alamnya.
Ya, Harmony of Culture and Nature. Ini yang kita promosikan, karena ini bukan film iklan dr sebuah produk.
Posting Komentar