Perusahaan Sawit dan Ancaman Ekologis Kepulauan Mentawai
Mentawai|Kotahujan.com-Ketenangan dan kedamaian masyarakat di Kabupaten Kepulauan Mentawai tampaknya semakin terusik. Rencana pembukaan perkebunan sawit dengan total total luasan mencapai 73.500 Ha, menjadi latar belakang terusiknya kehidupan mereka. Wilayah landai dan berbukit yang cukup produktif, selama ini diandalkan masyarakat untuk bercocok tanam kopi, coklat, pinang, ubi, talas, pisang dan lainnya. Sementara masyarakat Mentawai yang banyak hidup disekitar sungai mengandalkan Sagu sebagai jaminan kebutuhan pangan mereka. Budaya masyarakat masih meyakini bahwa alam menyediakan segala bentuk obat yang bisa mengobati segala bentuk penyakit mereka. Hutan Mentawai banyak ditumbuhi oleh tumbuhan obat yang jenis tumbuhannya tidak dapat ditemukan ditempat lain. Bukit dan hutan itulah yang menjadi jaminan mengalirnya air sungai untuk mereka manfaatkan sebagai jalur transportasi, tempat pengolahan sagu, mandi, minum, mencuci dan lainnya.
Sagu biasanya ditanam di tanah berawa, tanpa dipupuk dan tanpa irigasi. Satu batang Sagu dapat menjamin pangan keluarga hingga 8-10 Bulan. Inilah bentuk kemandirian orang Mentawai terhadap pemenuhan kebutuhan pangan mereka. Kini keberadaan Perusahaan Kelapa Sawit mengancam keberlangsungan kemandirian dan keberlanjutan ekosistem jaminan kehidupan mereka.
Ancaman ini kian nyata setelah rencana pembukaan lahan seakan direstui pemerintah lokal dengan dikeluarkannya izin lokasi oleh Bupati Kepulauan Mentawai baik di Kecamatan Siberut Selatan maupun Kecamatan Siberut Utara. Surat Keputusan (SK) Bupati Kepulauan Mentawai No. 1188.45-1/2009 tertanggal 8 januari 2009 tentang pemberian izin lokasi pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit & Industri CPO PT. Siberut Golden Plantation Pratama (SGPP), pada intinya memberikan izin lokasi pada PT. SGPP seluas 14.500 Ha di daerah Kecamatan Siberut Utara. Kemudian dirubah kembali dengan terbitnya SK Bupati Kepulauan Mentawai No: 188.45-60 tahun 2009, yang intinya menambah luas izin lokasi menjadi + 20.000 ha di Kecamatan Siberut Barat, Kecamatan Siberut Utara dan Kecamatan Siberut Tengah.
Kemudian ada juga SK Bupati Kepulauan Mentawai No. 1188.45-3/2009 tentang Pemberian Izin lokasi Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit & Industri CPO PT. Mentawai Golden Plantation Pratama (MGPP) tanggal 8 januari 2009. SK ini memberikan izin lokasi pada PT. MGPP seluas 4.200 Ha di Kecamatan Siberut Selatan. Kemudian pada bulan Maret 2010 dirubah dengan SK Bupati Kepulauan Mentawai No: 188.45-61 tahun 2010 yang menambah luas izin lokasi menjadi 19.500 Ha di Kecamatan Siberut Barat, Kecamatan Siberut Utara dan Kecamatan Siberut Tengah.
Dalam siaran Pers bersama yang dikeluarkan LBH Padang, Walhi Sumbar, Yayasan Cipta Mandiri Mentawai dan Perkumpulan Qbar, mencatat bahwa tambahan luas izin lokasi seluas 19.500 Ha benar-benar total diberikan pada daerah di luar izin lokasi awal.
“Dua Perusahaan sudah disyahkan AMDAL nya, yaitu Siberut Golden Plantation Pratama, Mentawai Golden Plantation Pratama, dua lagi masih proses AMDAL nya, yaitu Rajawali Anugrah Sakti, Suasti Sidi Amarga, ” ungkap Nurul Firmansyah, Direktur Perkumpulan Qbar dalam pesan singkatnya ke redaksi kotahujan.com.
Selain dua perusahaan tersebut, data BPN Kabupaten Mentawai tahun 2010 menyebutkan ada dua perusahaan lainnya yang mendapatkan izin, yaitu PT. Suasti Sidi Amarga (No : 188.45-92 tahun 2010) pada 29 Maret 2010, seluas 20.000 Ha di Sipora Selatan dan Sipora Utara, PT Rajawali Anugrah Sakti (No : 188.45-93 tahun 2010) pada 29 Maret 2010 dengan luas 14.000 Ha di Sikakap dan Pagai Utara. Masyarakat pun tak tinggal diam, surat kepada Kementrian Lingkungan Hidup, Departemen Kehutanan dan Gubernur Sumatra Barat sudah dilayangkan menolak keberadaan Sawit.
Darurat Ekologis kini benar-benar mengancam Mentawai. Saat Perusahaan melakukan penanaman, mereka akan menebangi hutan yang menjadi target wilayah tanaman mereka. Hutan dibabat dan dibakar habis, asapun segera memenuhi langit-langit Mentawai. Sudah jadi kebiasaan perusahaan kelapa sawit membakar lahan sebelum penanamanan. Akibatnya lahan akan gersang, daya simpan air berkurang, sungai mendangkal, dan kampung-kampung akan kekeringan. Ancaman sungai dangkal akan mematikan jalur transportasi, tidak bisa mengolah Sagu, mandi, mencuci, minum dan sebagainya. Hutan yang sudah dibabat menyisakan bencana dan kehancuran Mentawai. Saat hujan datang masyarakat akan dilanda banjir yang berkepanjangan dan tanah longsor. Ekosistem akan terganggu, rawa-rawa sudah kering, Flora dan Fauna akan mati. Sudah tidak ada lagi cerita indah tentang keanekaragaman hayati mentawai, semua sudah diambang Punah.
Sagu biasanya ditanam di tanah berawa, tanpa dipupuk dan tanpa irigasi. Satu batang Sagu dapat menjamin pangan keluarga hingga 8-10 Bulan. Inilah bentuk kemandirian orang Mentawai terhadap pemenuhan kebutuhan pangan mereka. Kini keberadaan Perusahaan Kelapa Sawit mengancam keberlangsungan kemandirian dan keberlanjutan ekosistem jaminan kehidupan mereka.
Ancaman ini kian nyata setelah rencana pembukaan lahan seakan direstui pemerintah lokal dengan dikeluarkannya izin lokasi oleh Bupati Kepulauan Mentawai baik di Kecamatan Siberut Selatan maupun Kecamatan Siberut Utara. Surat Keputusan (SK) Bupati Kepulauan Mentawai No. 1188.45-1/2009 tertanggal 8 januari 2009 tentang pemberian izin lokasi pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit & Industri CPO PT. Siberut Golden Plantation Pratama (SGPP), pada intinya memberikan izin lokasi pada PT. SGPP seluas 14.500 Ha di daerah Kecamatan Siberut Utara. Kemudian dirubah kembali dengan terbitnya SK Bupati Kepulauan Mentawai No: 188.45-60 tahun 2009, yang intinya menambah luas izin lokasi menjadi + 20.000 ha di Kecamatan Siberut Barat, Kecamatan Siberut Utara dan Kecamatan Siberut Tengah.
Kemudian ada juga SK Bupati Kepulauan Mentawai No. 1188.45-3/2009 tentang Pemberian Izin lokasi Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit & Industri CPO PT. Mentawai Golden Plantation Pratama (MGPP) tanggal 8 januari 2009. SK ini memberikan izin lokasi pada PT. MGPP seluas 4.200 Ha di Kecamatan Siberut Selatan. Kemudian pada bulan Maret 2010 dirubah dengan SK Bupati Kepulauan Mentawai No: 188.45-61 tahun 2010 yang menambah luas izin lokasi menjadi 19.500 Ha di Kecamatan Siberut Barat, Kecamatan Siberut Utara dan Kecamatan Siberut Tengah.
Dalam siaran Pers bersama yang dikeluarkan LBH Padang, Walhi Sumbar, Yayasan Cipta Mandiri Mentawai dan Perkumpulan Qbar, mencatat bahwa tambahan luas izin lokasi seluas 19.500 Ha benar-benar total diberikan pada daerah di luar izin lokasi awal.
“Dua Perusahaan sudah disyahkan AMDAL nya, yaitu Siberut Golden Plantation Pratama, Mentawai Golden Plantation Pratama, dua lagi masih proses AMDAL nya, yaitu Rajawali Anugrah Sakti, Suasti Sidi Amarga, ” ungkap Nurul Firmansyah, Direktur Perkumpulan Qbar dalam pesan singkatnya ke redaksi kotahujan.com.
Selain dua perusahaan tersebut, data BPN Kabupaten Mentawai tahun 2010 menyebutkan ada dua perusahaan lainnya yang mendapatkan izin, yaitu PT. Suasti Sidi Amarga (No : 188.45-92 tahun 2010) pada 29 Maret 2010, seluas 20.000 Ha di Sipora Selatan dan Sipora Utara, PT Rajawali Anugrah Sakti (No : 188.45-93 tahun 2010) pada 29 Maret 2010 dengan luas 14.000 Ha di Sikakap dan Pagai Utara. Masyarakat pun tak tinggal diam, surat kepada Kementrian Lingkungan Hidup, Departemen Kehutanan dan Gubernur Sumatra Barat sudah dilayangkan menolak keberadaan Sawit.
Darurat Ekologis kini benar-benar mengancam Mentawai. Saat Perusahaan melakukan penanaman, mereka akan menebangi hutan yang menjadi target wilayah tanaman mereka. Hutan dibabat dan dibakar habis, asapun segera memenuhi langit-langit Mentawai. Sudah jadi kebiasaan perusahaan kelapa sawit membakar lahan sebelum penanamanan. Akibatnya lahan akan gersang, daya simpan air berkurang, sungai mendangkal, dan kampung-kampung akan kekeringan. Ancaman sungai dangkal akan mematikan jalur transportasi, tidak bisa mengolah Sagu, mandi, mencuci, minum dan sebagainya. Hutan yang sudah dibabat menyisakan bencana dan kehancuran Mentawai. Saat hujan datang masyarakat akan dilanda banjir yang berkepanjangan dan tanah longsor. Ekosistem akan terganggu, rawa-rawa sudah kering, Flora dan Fauna akan mati. Sudah tidak ada lagi cerita indah tentang keanekaragaman hayati mentawai, semua sudah diambang Punah.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar