Tragedi Morowali dan Pelanggaran HAM
Morowali|Kotahujan.com-Upaya warga Desa Kolo Bawah Kecamatan Mamosalato Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah, menagih janji kesejahteraan mereka kepada PT Medco berbuntut maut. 2 orang warga dilaporkan meninggal 1 orang kritis 5 orang luka tembak, 22 lainnya ditahan aparat dan 17 warga hilang. Peristiwa ini berawal dari aksi demonstrasi warga di fasilitas pengeboran minyak Joint Operating Body Medco-Pertamina di Lapangan Tiaka, Luwuk, Sulawesi Tengah. Demonstrasi itu dilaporkan bentrok hingga terjadi insiden penembakan oleh Polisi Senin, 22 Agustus 2011.
Polisi mengatakan bahwa insiden diawali penyanderaan terhadap masyarakat. Setelah warga berhasil lolos, giliran anggota polisi yang menjadi korban penyanderaan. Dikabarkan juga Kapolres Morowali dirampas senjatanya dan disandera hingga 6 jam, kemudian terjadilah proses pembebasan yang berdampak insiden penembakan. Penembakan dilakukan karena masyarakat melakukan perlawanan
Berbeda dengan keterangan polisi yang disampaikan melalui media massa, berbagai organisasi masyarakat sipil memaparkan pernyataan tersebut perlu diluruskan secara jujur. Menurut narasumber mereka dilapangan, apa yang terjadi sesungguhnya merupakan titik puncak kekecaawan warga atas janji-janji yang disampaikan PT. Medco sejak tahun 2008. Medco telah melakukan penambangan minyak sejak tahun 2005. Namun tidak sedikitpun masyarakat desa sekitar mendapat manfaat, yang terjadi justru tindakan ketidakadilan dan kriminalisasi saat warga menuntut haknya.
Aksi masyarakat tersebut merupakan tindakan yang lazim, sebagaimana dilakukan oleh masyarakat di manapun di Indonesia. Ketika janji mereka tak dipenuhi atau karena mendapat perlakuan buruk dari pihak tertentu. Hal yang sama dilakukan oleh warga Desa Kolo Bawah Kecamatan Mamosalato Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah terhadap Perusahaan minyak Joint Operating Body (JOB) yaitu PT. Pertamina - PT.Medco E&P Tomori. Mereka sudah lama menginginkan janji perusahaan sejak 2008 segera direalisasikan, namun janji tidak pernah terbukti.
Sudah seharusnya perusahaan berkewajiban menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam UU No.40 tahun 2007, tanpa harus berjanji sekalipun. Tanggung jawab sosial ini wajib dijalankan sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada 15/4/2007.
Dalam pers release yang didukung WALHI, KONTRAS, HUMA, YLBHI, AMAN, SPI, IHCS, IHI, KIARA, JATAM, KPA, SAWIT WATCH, ELSAM, IMPARSIAL, KPSHK, JKPP, LIMA, SOLIDARITAS PEREMPUAN, SHI, dan PILNET, mengaku sangat prihatin. Eksplorasi minyak di Bumi Sulawesi Tengah harusnya membawa kesejahteraan kepada warga sekitar sebagaimana pula diamanatkan oleh UUD 1945. Kenyataan malah berbicara lain,
Sebagian masyarakat disana menggantungkan sumber kehidupan dari hasil laut. Sejak PT. Medco beroperasi, masyarakat nelayan mengalami kesulitan karena laju geraknya terbatas oleh areal penambangan minyak. Padahal, Mahkamah Konstitusi juga telah memutuskan bahwa negara harus memenuhi dan menjamin hak-hak konstitusional nelayan sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, yakni (1) hak untuk melintas (akses melaut); (2) hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat; dan (3) hak untuk mengelola sumber daya kelautan dan pesisir berdasarkan tradisi dan kearifan lokal yang telah dijalani secara turun-temurun. Mahkamah Konstitusi juga telah membatalkan HP-3 (Hak Pengusahaan Perairan Pesisir) di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana diatur sebelumnya di dalam UU Nomor 27 Tahun 2007.
Organisasi masyarakat sipil itu juga mempertanyakan mengapa pihak kepolisian dengan gampangnya menembaki warga. Menurut mereka aparat melakukan pengejaran dan penembakan ditengah laut, disaat masa pulang menuju kampung pasca melakukan aksi Senin (22/8).
Korban penembakan atas nama. Marten meninggal saat dirujuk kerumah sakit, menyusul kemudian Yuripin. Saat ini Andri Muhamad dalam posisi kritis setelah dada kanannya tertembak, dan masih terdapat lima orang lagi yang mengalami luka tembak. Dari lapangan dilaporkan penembakan telah dimulai sejak Sabtu (20/8) namun tidak ada korban jiwa.
Terkait peristiwa ini organisasi masyarakat sipil meminta Komnas HAM melakukan investigasi tindak pelanggaran HAM dengan melibatkan para pihak dan organisasi masyarakat sipil. Meminta Kapolri melakukan pengusutan tentang dugaan tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Polres Morowali dan Polda Sulawesi Tengah. Menurut gabungan organisasi hal itu penting dilakukan mengingat informasi yang mereka miliki berbeda dengan keterangan yang telah disampaikan oleh kepolisian di Morowali dan Palu.
Kemudian menuntut operasi Medco dihentikan sampai ada kesepakatan baru dengan warga. Mendesak POLRI untuk membebaskan seluruh warga yang ditahan. Memberikan pengobatan secepatnya terhadap korban tertembak dan luka-luka dibawah perlindungan tanpa intimidasi. POLRI juga harus menjelaskan 17 warga yang belum diketahui keberadaannya, juga tuntutan mundur Kapolres Morowali .
Polisi mengatakan bahwa insiden diawali penyanderaan terhadap masyarakat. Setelah warga berhasil lolos, giliran anggota polisi yang menjadi korban penyanderaan. Dikabarkan juga Kapolres Morowali dirampas senjatanya dan disandera hingga 6 jam, kemudian terjadilah proses pembebasan yang berdampak insiden penembakan. Penembakan dilakukan karena masyarakat melakukan perlawanan
Berbeda dengan keterangan polisi yang disampaikan melalui media massa, berbagai organisasi masyarakat sipil memaparkan pernyataan tersebut perlu diluruskan secara jujur. Menurut narasumber mereka dilapangan, apa yang terjadi sesungguhnya merupakan titik puncak kekecaawan warga atas janji-janji yang disampaikan PT. Medco sejak tahun 2008. Medco telah melakukan penambangan minyak sejak tahun 2005. Namun tidak sedikitpun masyarakat desa sekitar mendapat manfaat, yang terjadi justru tindakan ketidakadilan dan kriminalisasi saat warga menuntut haknya.
Aksi masyarakat tersebut merupakan tindakan yang lazim, sebagaimana dilakukan oleh masyarakat di manapun di Indonesia. Ketika janji mereka tak dipenuhi atau karena mendapat perlakuan buruk dari pihak tertentu. Hal yang sama dilakukan oleh warga Desa Kolo Bawah Kecamatan Mamosalato Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah terhadap Perusahaan minyak Joint Operating Body (JOB) yaitu PT. Pertamina - PT.Medco E&P Tomori. Mereka sudah lama menginginkan janji perusahaan sejak 2008 segera direalisasikan, namun janji tidak pernah terbukti.
Sudah seharusnya perusahaan berkewajiban menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam UU No.40 tahun 2007, tanpa harus berjanji sekalipun. Tanggung jawab sosial ini wajib dijalankan sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada 15/4/2007.
Dalam pers release yang didukung WALHI, KONTRAS, HUMA, YLBHI, AMAN, SPI, IHCS, IHI, KIARA, JATAM, KPA, SAWIT WATCH, ELSAM, IMPARSIAL, KPSHK, JKPP, LIMA, SOLIDARITAS PEREMPUAN, SHI, dan PILNET, mengaku sangat prihatin. Eksplorasi minyak di Bumi Sulawesi Tengah harusnya membawa kesejahteraan kepada warga sekitar sebagaimana pula diamanatkan oleh UUD 1945. Kenyataan malah berbicara lain,
Sebagian masyarakat disana menggantungkan sumber kehidupan dari hasil laut. Sejak PT. Medco beroperasi, masyarakat nelayan mengalami kesulitan karena laju geraknya terbatas oleh areal penambangan minyak. Padahal, Mahkamah Konstitusi juga telah memutuskan bahwa negara harus memenuhi dan menjamin hak-hak konstitusional nelayan sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, yakni (1) hak untuk melintas (akses melaut); (2) hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat; dan (3) hak untuk mengelola sumber daya kelautan dan pesisir berdasarkan tradisi dan kearifan lokal yang telah dijalani secara turun-temurun. Mahkamah Konstitusi juga telah membatalkan HP-3 (Hak Pengusahaan Perairan Pesisir) di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana diatur sebelumnya di dalam UU Nomor 27 Tahun 2007.
Organisasi masyarakat sipil itu juga mempertanyakan mengapa pihak kepolisian dengan gampangnya menembaki warga. Menurut mereka aparat melakukan pengejaran dan penembakan ditengah laut, disaat masa pulang menuju kampung pasca melakukan aksi Senin (22/8).
Korban penembakan atas nama. Marten meninggal saat dirujuk kerumah sakit, menyusul kemudian Yuripin. Saat ini Andri Muhamad dalam posisi kritis setelah dada kanannya tertembak, dan masih terdapat lima orang lagi yang mengalami luka tembak. Dari lapangan dilaporkan penembakan telah dimulai sejak Sabtu (20/8) namun tidak ada korban jiwa.
Terkait peristiwa ini organisasi masyarakat sipil meminta Komnas HAM melakukan investigasi tindak pelanggaran HAM dengan melibatkan para pihak dan organisasi masyarakat sipil. Meminta Kapolri melakukan pengusutan tentang dugaan tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Polres Morowali dan Polda Sulawesi Tengah. Menurut gabungan organisasi hal itu penting dilakukan mengingat informasi yang mereka miliki berbeda dengan keterangan yang telah disampaikan oleh kepolisian di Morowali dan Palu.
Kemudian menuntut operasi Medco dihentikan sampai ada kesepakatan baru dengan warga. Mendesak POLRI untuk membebaskan seluruh warga yang ditahan. Memberikan pengobatan secepatnya terhadap korban tertembak dan luka-luka dibawah perlindungan tanpa intimidasi. POLRI juga harus menjelaskan 17 warga yang belum diketahui keberadaannya, juga tuntutan mundur Kapolres Morowali .
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar