Kabupaten Yapen dan Penyadaran Pengelolaan Hutan Lestari
Yapen Papua|Kotahujan.com-Apa yang dibayangkan jika masyarakat adat di Kepulauan Yapen mau belajar berhitung menggunakan rumus analisis vegetasi, belajar penjumlahan, pembagian dan perkalian layaknya anak sekolah. Bagaimana reaksi mereka ketika mengetahui ada kesalahan kubikasi (1 M3) dalam penjualan kayu merbau, belajar apa itu koperasi dan Bagaimana cara membuat peta partisipatif. Termasuk mengetahui rahasia dibalik suksesnya penyelenggaraan Kegiatan Kader Kehutanan di Kabupaten Kepulauan Yapen . Itulah fenomen yang terjadi di Kampung Asai, salah satu wilayah di Distrik Windesi, Kabupaten Yapen - Papua. Selama beberapa hari Kampung Asai banyak dikunjungi oleh masyarakat dari beberapa wilayah, diantaranya Kampung Papuma, Kampung Windesi, dan Kampung Aisau. Sebanyak 33 orang berkumpul untuk belajar menjadi kader kehutanan. Belajar bersama bagaimana mengelola kawasan hutan sesuai dengan konsep pengeloaan hutan lestari berdasarkan kearifan lokal. Kontributor Sandika Ariansyah dari TELAPAK melaporkan perjalanannya ke Yapen Papua untuk Kotahujan.com.
Hari itu, bertempat di sekolah dasar, beberapa warga Papua terlihat berkumpul di Kampung Asai, salah satu wilayah di Distrik Windesi, Kabupaten Yapen – Papua. Mereka hadir untuk mengikuti proses belajar yang kami adakan. Layaknya anak sekolah pada umumnya, warga diujung timur wilayah Indonesia ini serius mengikuti materi yang kami berikan. Pelajaran dimulai jam 9 pagi dan berakhir jam 4 sore, kemudian dilanjutkan jam 7 – 9 malam secara tentatif. Dengan jadwal yang padat dan banyaknya materi yang disampaikan, tidak nampak keluh kesah sedikitpun dari seluruh peserta yang hadir.
Sebelum proses belajar dimulai, kami awali dengan perkenalan. Kami dari Telapak dan Samdhana, sebagai lembaga yang memfasilitasi kegiatan belajar ini. Menyampaikan maksud dan tujuan sekaligus ramah tamah untuk saling mengenal diantara peserta. Rencananya seluruhan kegiatan berlangsung selama 5 hari, dimulai pada hari rabu dan berakhir pada hari minggu sore. Dalam proses belajar ini, peserta kami ajarkan mengenai konsep koperasi sebagai unit bisnis dalam menjalankan tata kelola hutan.
Pada materi ini masyarakat diajarkan apa itu koperasi dan bagaimana menjalankan roda organisasi, sekaligus membahas mengenai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), struktur kelembagaan dan pembahasan mengenai Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi. Hal ini penting karena koperasi merupakan suatu wadah untuk menjalankan bisnis organisasi. Targetnya untuk mendorong peningkatkan ekonomi di tingkat lokal sehingga tercapai kemandirian ekonomi.
Materi lain yang diajarkan adalah bagaimana menghitung kubikasi menggunakan rumus analisis vegetasi, layaknya mahasiswa di fakultas kehutanan. Tak terbayangkan sebelumnya, mereka antusias belajar perhitungan rumus volume, V : ¼ x Ï€ x d2 x T x f (angka bentuk : 0,7) dan menghitung diameter pohon dengan rumus d : K / Ï€ (nilai Ï€ = 3,14). Rumus-rumus awalnya terkesan asing dipakai dan tak lazim mereka gunakan sebelumnya. Bahkan mereka baru mengenal rumus tersebut saat ada proses belajar ini. Alhasil, dari sinilah mereka sadar dalam proses penjualan kayu merbau mereka banyak dirugikan oleh para pembeli.
Sebagai contoh, biasanya masyarakat di Kampung Asai menjual satu kubik kayu merbau sebanyak 50 batang untuk ukuran 10 cm x 10 cm x 3 m. Setelah dihitung menggunakan rumus ternyata hasilnya hanya 33 batang, sisa 15 batang tidak dihitung alias bonus. Banyangkan berapa besar kerugian yang harus mereka tanggung jika kuota dalam 1 bulan mencapai lebih dari 10 meter kubik ?. Dengan dasar inilah mereka akhirnya mau belajar dengan serius dan mengganti kebiasaan lama karena dianggap merugikan dan mengakhiri “tipu-tipu” oleh calon pembeli.
Selain itu diperkenalkan bagaimana membuat peta partisipatif dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) untuk memastikan wilayah kelola mereka . Karena terbatasnya alat yang dibawa, serta mepetnya waktu belajar, praktek dalam pembuatan peta ini belum dilakukan. Meski demikian yang terpenting mereka harus memahami apa itu pemetaan partisipatif, bagaimana tahapannya dan bagaimana membuatnya sudah dipahami lebih dulu. Mengenai prakteknya mungkin akan dilakukan dilain waktu dan kesempatan berbeda.
Semua materi yang diajarkan kami kemas secara sederhana dan praktis, sehingga memudahkan pelaksanaan, serta menambah pengalaman peserta mengimplementasikannya dalam kegiatan sehari-hari. Selain konsep belajar yang sederhana, proses belajar banyak diselingi oleh permainan yang mereka biasa sebut “MOP”. Kegiatan inilah yang membuat suasana menjadi akrab dan cair serta menimbulkan semangat baru bagi para peserta yang sudah mulai pusing karena harus membaca, menghitung dan lain sebagainya. Selain MOP, kegiatan diselingi juga dengan pemutaran film sebagai hiburan sekaligus inpirasi bagi mereka.
Bersambung....
Hari itu, bertempat di sekolah dasar, beberapa warga Papua terlihat berkumpul di Kampung Asai, salah satu wilayah di Distrik Windesi, Kabupaten Yapen – Papua. Mereka hadir untuk mengikuti proses belajar yang kami adakan. Layaknya anak sekolah pada umumnya, warga diujung timur wilayah Indonesia ini serius mengikuti materi yang kami berikan. Pelajaran dimulai jam 9 pagi dan berakhir jam 4 sore, kemudian dilanjutkan jam 7 – 9 malam secara tentatif. Dengan jadwal yang padat dan banyaknya materi yang disampaikan, tidak nampak keluh kesah sedikitpun dari seluruh peserta yang hadir.
Sebelum proses belajar dimulai, kami awali dengan perkenalan. Kami dari Telapak dan Samdhana, sebagai lembaga yang memfasilitasi kegiatan belajar ini. Menyampaikan maksud dan tujuan sekaligus ramah tamah untuk saling mengenal diantara peserta. Rencananya seluruhan kegiatan berlangsung selama 5 hari, dimulai pada hari rabu dan berakhir pada hari minggu sore. Dalam proses belajar ini, peserta kami ajarkan mengenai konsep koperasi sebagai unit bisnis dalam menjalankan tata kelola hutan.
Pada materi ini masyarakat diajarkan apa itu koperasi dan bagaimana menjalankan roda organisasi, sekaligus membahas mengenai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), struktur kelembagaan dan pembahasan mengenai Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi. Hal ini penting karena koperasi merupakan suatu wadah untuk menjalankan bisnis organisasi. Targetnya untuk mendorong peningkatkan ekonomi di tingkat lokal sehingga tercapai kemandirian ekonomi.
Materi lain yang diajarkan adalah bagaimana menghitung kubikasi menggunakan rumus analisis vegetasi, layaknya mahasiswa di fakultas kehutanan. Tak terbayangkan sebelumnya, mereka antusias belajar perhitungan rumus volume, V : ¼ x Ï€ x d2 x T x f (angka bentuk : 0,7) dan menghitung diameter pohon dengan rumus d : K / Ï€ (nilai Ï€ = 3,14). Rumus-rumus awalnya terkesan asing dipakai dan tak lazim mereka gunakan sebelumnya. Bahkan mereka baru mengenal rumus tersebut saat ada proses belajar ini. Alhasil, dari sinilah mereka sadar dalam proses penjualan kayu merbau mereka banyak dirugikan oleh para pembeli.
Sebagai contoh, biasanya masyarakat di Kampung Asai menjual satu kubik kayu merbau sebanyak 50 batang untuk ukuran 10 cm x 10 cm x 3 m. Setelah dihitung menggunakan rumus ternyata hasilnya hanya 33 batang, sisa 15 batang tidak dihitung alias bonus. Banyangkan berapa besar kerugian yang harus mereka tanggung jika kuota dalam 1 bulan mencapai lebih dari 10 meter kubik ?. Dengan dasar inilah mereka akhirnya mau belajar dengan serius dan mengganti kebiasaan lama karena dianggap merugikan dan mengakhiri “tipu-tipu” oleh calon pembeli.
Selain itu diperkenalkan bagaimana membuat peta partisipatif dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) untuk memastikan wilayah kelola mereka . Karena terbatasnya alat yang dibawa, serta mepetnya waktu belajar, praktek dalam pembuatan peta ini belum dilakukan. Meski demikian yang terpenting mereka harus memahami apa itu pemetaan partisipatif, bagaimana tahapannya dan bagaimana membuatnya sudah dipahami lebih dulu. Mengenai prakteknya mungkin akan dilakukan dilain waktu dan kesempatan berbeda.
Semua materi yang diajarkan kami kemas secara sederhana dan praktis, sehingga memudahkan pelaksanaan, serta menambah pengalaman peserta mengimplementasikannya dalam kegiatan sehari-hari. Selain konsep belajar yang sederhana, proses belajar banyak diselingi oleh permainan yang mereka biasa sebut “MOP”. Kegiatan inilah yang membuat suasana menjadi akrab dan cair serta menimbulkan semangat baru bagi para peserta yang sudah mulai pusing karena harus membaca, menghitung dan lain sebagainya. Selain MOP, kegiatan diselingi juga dengan pemutaran film sebagai hiburan sekaligus inpirasi bagi mereka.
Bersambung....
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar