Vonis Ringan Pedagang Harimau Sumatra
Payakumbuh|Kotahujan.com-Genderang penegakan hukum sektor lingkungan hidup tampaknya semakin mendapat ancaman. Pelemahan hukum sektor ini mengancam keberlangsungan hidup manusia dan makhluk lain pada tahun-tahun mendatang. Para pelanggar tidak mendapat efek jera dan peluang terjadinya pelanggaran masih terbuka lebar. Kabar terakhir dari Sumatra Barat dilaporkan terpidana kasus perdagangan kulit Harimau divonis ringan 'hanya' dua (2) tahun empat (4) bulan dan denda Rp 3 juta. Vonis hakim engadilan Negeri Payakumbuh pada Kamis (20/10) lalu itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yaitu tiga tahun penjara. Vonis perdagangan satwa dilindungi ini terbilang sangat ringan. Hal ini menuai keprihatinan kelompok aktivis satwa dan lingkungan di Sumatra Barat.
“Hakim seharusnya menegakkan UU Nomer 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa siapa saja yang meniagakan, menyimpan, dan memiliki Harimau Sumatera atau bagian tubuhnya, dapat dihukum lima tahun penjara dan dengan Rp 100 juta,” ujar Rahmad Adi, Koordinator Riset dan Pengembangan Kelompok Studi Lingkungan Hidup –KSLH Riau. Seperti dirilis kantor berita Gurindam12 Riau.
Sementara itu, Koordinator Pengembangan Keluarga Besar Pengiat Alam Payakumbuh Doni Indra mengungkapkan, majelis hakim masih menggunakan pertimbangan dasar ekonomis. Padahal dampak ekologi-nya berjangka panjang.
“Sejauh pantauan kami, hakim belum memandang kerugian yang memberikan dampak lebih luas. Kerugian seharusnya tidak hanya dilihat dari sisi ekonomis, tapi juga ekologis. Hukuman yang sangat ringan tidak akan memberikan efek jera para pelaku kriminal hutan dan ekosistemnya,” ungkapnya.
Sejak tertangkap tangan di Payakumbuh oleh tim dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau dan BKSDA Sumatera Barat, pada tanggal 3 Maret 2011 lalu, KSLH Riau bersama Mapala Jayanusa, Raptor Indonesia, Suaka Elang, International Animal Rescue, dan Raibow BMX Pekanbaru terus memantau perkembangan kasus ini. Ratusan warga Payakumbuh dan sekitarnya juga memberikan ini melalui tandatangan, baik di spanduk maupun dan buku. Spanduk dan buku kemudian diserahkan kepada hakim dan jaksa sebagai bentuk dukungan terhadap penegakan perdagangan Panthera tigris sumatrae.
Selama proses penyelidikan hingga persidangan berlangsung, KSLH Riau terus menggalang dukungan baik lewat email, jejaring sosial, maupun pesan pendek (SMS). Semua dukungan diserahkan kepada hakim dan jaksa yang menyidangkan kasus tersebut.
“Hakim seharusnya menegakkan UU Nomer 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa siapa saja yang meniagakan, menyimpan, dan memiliki Harimau Sumatera atau bagian tubuhnya, dapat dihukum lima tahun penjara dan dengan Rp 100 juta,” ujar Rahmad Adi, Koordinator Riset dan Pengembangan Kelompok Studi Lingkungan Hidup –KSLH Riau. Seperti dirilis kantor berita Gurindam12 Riau.
Sementara itu, Koordinator Pengembangan Keluarga Besar Pengiat Alam Payakumbuh Doni Indra mengungkapkan, majelis hakim masih menggunakan pertimbangan dasar ekonomis. Padahal dampak ekologi-nya berjangka panjang.
“Sejauh pantauan kami, hakim belum memandang kerugian yang memberikan dampak lebih luas. Kerugian seharusnya tidak hanya dilihat dari sisi ekonomis, tapi juga ekologis. Hukuman yang sangat ringan tidak akan memberikan efek jera para pelaku kriminal hutan dan ekosistemnya,” ungkapnya.
Sejak tertangkap tangan di Payakumbuh oleh tim dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau dan BKSDA Sumatera Barat, pada tanggal 3 Maret 2011 lalu, KSLH Riau bersama Mapala Jayanusa, Raptor Indonesia, Suaka Elang, International Animal Rescue, dan Raibow BMX Pekanbaru terus memantau perkembangan kasus ini. Ratusan warga Payakumbuh dan sekitarnya juga memberikan ini melalui tandatangan, baik di spanduk maupun dan buku. Spanduk dan buku kemudian diserahkan kepada hakim dan jaksa sebagai bentuk dukungan terhadap penegakan perdagangan Panthera tigris sumatrae.
Selama proses penyelidikan hingga persidangan berlangsung, KSLH Riau terus menggalang dukungan baik lewat email, jejaring sosial, maupun pesan pendek (SMS). Semua dukungan diserahkan kepada hakim dan jaksa yang menyidangkan kasus tersebut.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar