Investasi Norwegia Pada Perusahaan Sawit Penyerobot Hutan Adat
Bogor|Kotahujan.com-Buntut penyerobotan lahan masyarakat adat Muara Tae, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, oleh sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Munte Waniq Jaya Perkasa. Berdampak pada masalah kepemilikan yang terjadi diantara sesama Dayak Benuaq yang berada di Kampung Muara Tae dan Kampung Muara Ponaq. Akibatnya nasib warga Muara Tae masih terombang-ambing karena lahan dan hutan mereka masih terancam. Siapa sangka, dibalik pecah belah warga adat dayak Benuaq dengan perusahaan sawit itu, ada investasi Norwegia melalui Tian Siang Holding (TSH), pemilik PT Munte Waniq Jaya Perkasa. Demikian temuan Telapak dalam rilis pers-nya kepada Kotahujan.com.
Penelusuran Telapak mengungkap adanya aliran dana dari Norwegia kepada PT Munte Waniq Jaya Perkasa. Perusahaan ini memulai kegiatan bisnisnya sejak tahun 2008 dengan mendapatkan lokasi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kutai Barat - Kalimantan timur seluas mencapai 11.500 hektar. Lahan konsesi mereka terletak di Kecamatan Siluq Ngurai, Kampung Ponaq, Rikong, Kiyaq dan Kenyanyan.
Telapak menelusuri 90% saham PT Munte Waniq Jaya Perkasa dikuasai oleh grup perusahaan Tian Siang Holding (TSH) yang berasal dari Malaysia. Perusahaan tersebut telah memiliki lahan konsesi kelapa sawit mencapai 87.000 hektar yang berada di Indonesia dan Sabah. Dana pensiun atau Government Pension Fund Global Norwegia telah berinvestasi pada TSH. Hal ini berarti Norwegia yang selama ini dikenal sebagai pencetus REDD+ di Indonesia, ikut mendanai salah satu perusahaan yang menggusur kawasan masyarakat adat.
“PT Munte Waniq Jaya Perkasa telah menggusur kawasan adat Muara Tae tanpa menghiraukan permasalahan tata batas. Ternyata, Norwegia-negara dengan reputasi yang baik dalam bidang perubahan iklim-ikut mendanai kegiatan mereka. Pemerintah Norwegia telah menginvestasikan uangnya kepada perusahaan yang telah merugikan warga Muara Tae.” jelas Abu Meridian, Juru Kampanye Hutan Telapak.
Telapak kemudian mendesak pemerintah Norwegia agar mencabut investasinya di Tian Siang Holding (TSH), pemilik dari PT Munte Waniq Jaya Perkasa.
Sebelumnya Juni lalu Telapak merilis laporan berjudul “Menjambret REDD”. Dalam laporan itu diungkap adanya aliran dana dari Norwegia kepada empat grup perusahaan yang mengoperasikan 24 anak perusahaan perkebunan tanpa izin yang sesuai di provinsi percontohan REDD+, yaitu Kalimantan Tengah. Telapak menilai hal ini mengancam kesuksesan program REDD+ dan menunjukkan adanya kekacauan regulasi di sektor kehutanan Indonesia.
“Pemerintah Indonesia memiliki komitmen dalam penyelesaian tata batas untuk mendukung pelaksanaan REDD+ Indonesia namun ini belum berjalan sepenuhnya di Indonesia untuk permasalahan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dan masyarakat. Pemerintah Norwegia harus segera mencabut investasinya di TSH grup sebagai pemilik dari PT Munte Waniq Jaya Perkasa” tambah Abu Meridian.
Penelusuran Telapak mengungkap adanya aliran dana dari Norwegia kepada PT Munte Waniq Jaya Perkasa. Perusahaan ini memulai kegiatan bisnisnya sejak tahun 2008 dengan mendapatkan lokasi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kutai Barat - Kalimantan timur seluas mencapai 11.500 hektar. Lahan konsesi mereka terletak di Kecamatan Siluq Ngurai, Kampung Ponaq, Rikong, Kiyaq dan Kenyanyan.
Telapak menelusuri 90% saham PT Munte Waniq Jaya Perkasa dikuasai oleh grup perusahaan Tian Siang Holding (TSH) yang berasal dari Malaysia. Perusahaan tersebut telah memiliki lahan konsesi kelapa sawit mencapai 87.000 hektar yang berada di Indonesia dan Sabah. Dana pensiun atau Government Pension Fund Global Norwegia telah berinvestasi pada TSH. Hal ini berarti Norwegia yang selama ini dikenal sebagai pencetus REDD+ di Indonesia, ikut mendanai salah satu perusahaan yang menggusur kawasan masyarakat adat.
“PT Munte Waniq Jaya Perkasa telah menggusur kawasan adat Muara Tae tanpa menghiraukan permasalahan tata batas. Ternyata, Norwegia-negara dengan reputasi yang baik dalam bidang perubahan iklim-ikut mendanai kegiatan mereka. Pemerintah Norwegia telah menginvestasikan uangnya kepada perusahaan yang telah merugikan warga Muara Tae.” jelas Abu Meridian, Juru Kampanye Hutan Telapak.
Telapak kemudian mendesak pemerintah Norwegia agar mencabut investasinya di Tian Siang Holding (TSH), pemilik dari PT Munte Waniq Jaya Perkasa.
Sebelumnya Juni lalu Telapak merilis laporan berjudul “Menjambret REDD”. Dalam laporan itu diungkap adanya aliran dana dari Norwegia kepada empat grup perusahaan yang mengoperasikan 24 anak perusahaan perkebunan tanpa izin yang sesuai di provinsi percontohan REDD+, yaitu Kalimantan Tengah. Telapak menilai hal ini mengancam kesuksesan program REDD+ dan menunjukkan adanya kekacauan regulasi di sektor kehutanan Indonesia.
“Pemerintah Indonesia memiliki komitmen dalam penyelesaian tata batas untuk mendukung pelaksanaan REDD+ Indonesia namun ini belum berjalan sepenuhnya di Indonesia untuk permasalahan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dan masyarakat. Pemerintah Norwegia harus segera mencabut investasinya di TSH grup sebagai pemilik dari PT Munte Waniq Jaya Perkasa” tambah Abu Meridian.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar