Konferensi IRSA Direspon Dingin
Bogor yang terkenal dengan nuansa ke eksotisannya, kembali dipercaya sebagai tempat diadakannya konferensi tingkat Internasional. Kota ini cenderung lebih tenang dan damai jika dibandingkan dengan Jakarta yang jaraknya terpaut sekitar 60 kilometer. Tak heran jika hampir sebagian kalangan selalu mempertimbangkan Bogor untuk menggelar berbagai acara. Masih hangat membekas peristiwa bom di Hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton. Hotel megah tersebut terguncang dengan serangan bom kemarin. Situasi keamanan ibukota di mata Internasional sejenak tercoreng. Namun Bogor tetap tenang, terbukti sebuah event Internasional tetap digelar disini.
Adalah The 2nd IRSA International Institute, sebuah lembaga kajian antar pakar lintas negara yang menggelar Konferensi pertemuan tersebut di Bogor. The 2nd IRSA International Institute berlangsung pada tanggal 22-23 Juli 2009 mengambil tema The Political Economics of Regional Development. Tema tersebut diambil atas dasar pertimbangan semakin pentingnya peranan pembangunan regional dalam pembangunan nasional. Kebijakan desentralisasi, pertumbuhan ekonomi regional, kebijakan pertanian, perdesaan, dan pangan, serta public governance menjadi topik pembahasan dalam pertemuan itu. Dalam konferensi tersebut hadir sejumlah pakar dari berbagai perguruan tinggi terkemuka dan lembaga-lembaga penting seperti Prof. Iwan J. Azis (Cornell University), Dr Mudrajad Kuncoro (UGM), Prof. Bustanul Arifin (Universitas Lampung), Prof. Chris Manning (ANU), Dr. Wolfgang Fengler (World Bank) dan lainnya.
Diselenggarakannya pertemuan ini di Bogor tentu menjadi sesuatu yang membanggakan . Peran Bogor sebagai kota jasa secara tidak langsung bisa memberi peran terhadap berbagai kajian ilmiah pembangunan regional.
“Pertemuan yang dihadiri para pakar ini diharapkan bisa dimanfaatkan oleh pemerintah Bogor dengan maksimal ”, ungkap Ernan Rustiadi dari P4W IPB.
Sayangnya harapan tersebut kurang direspon dengan baik oleh pemerintah kota. Kehadiran Wakil Walikota Ahmad Ru’yat sebagai undangan tidak memberi pengaruh keterlibatan kota Bogor dalam konferensi tersebut. Tidak ada perwakilan delegasi pemerintah Bogor yang menggelar paparan dan sharing pembangunan daerahnya.
“Saya datang sebagai undangan”, kata Ru’yat.
Respon yang minim dan kurangnya informasi yang didapatkan membuat konferensi IRSA seolah berlalu begitu saja. Hal ini tentu bertolak belakang dengan semangat menghadirkan Bogor sebagai kota jasa. Bogor seharusnya bisa mengambil manfaat dari setiap acara yang digelar.
Tautan halaman ini.
1 komentar:
waah bogor jadi tempat doank, apa ya mamfaat buat bogor, tapi keren tuuh bogor jadi kota konfrensi..
Posting Komentar