Terancam Kelangsungan Hidup, Masyarakat Kayumanis Mendatangi DPRD Bogor
Bogor 24 Juli 2010
Dengan kendaran pick-up dan kendaraan motor roda 2 pada Kamis 24/ Juli 2010 sekitar 500 orang masyarakat berunjuk rasa di kantor DPRD Bogor di jalan Kapten Muslihat Bogor meminta pertanggungjawaban DPRD atas penolakan pembangunan TPS di lingkungan mereka setelah sebelumnya telah tiga kali mereka mendatangi kanto Balaikota Bogor . Endang Hilmi yang juga merupakan koordinator aksi menjelaskan bahwa RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Bogor yang yang digunakan sebagai dasar ketentuan rencana pembangunan TPS hanya disusun dalam waktu yang sangat singkat.
Bapak Untung yang merupakan anggota Pansus/ panitia khusus RTRW Bogor mengeluarkan BAP (Berita Acara Pemerikasaan) RTRW Bogor khususnya terkait rencana pengelolaan sampah Bogor tersebut dibuat dalam waktu 10 menit saja.
Endang Hilmi menyesalkan produk RTRW Bogor yang sangat berhubungan dengan hak atas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Bogor tersebut diputuskan dalam waktu yang sangat singkat. Masyarakat Kayumanis juga tidak pernah diajak duduk bersama untuk menentukan RTRW yang akan dilaksanakan, terutama dalam perencanaan pembangunan dan pengelolaan TPS di wilayah pemukiman mereka.
Menyikapi bahwa negosiasi yang tengah dilakukan dengan pihak Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor, Endang Hilmi meminta pihak pemkot Bogor dan Walikota Bogor untuk menyatakan posisi tawar untuk dapat melakukan negosiasi pengelolaan sampah. Kontrak TPA Kec. Galuga Kab. Bogor yang selama ini menjadi tempat pembuangan sampah warga akan berakhir kontrak penggunaan dan pengelolaannya tahun 2010 ini. Hingga saat ini TPA Galuga telah mencatatkan beberapa warga tewas akibat longsornya timbunan sampah. Selain itu timbunan longsoran sampah tersebut merusakkan areal persawahan warga sekitar TPA Galuga .
Kedatangan masyarakat menolak keberadaan TPS tersebut merupakan kedatangan yang ke empat. Yang pertama kali Senin 13/ Juli, mereka mendatangi Balaikota. Kedatangan mereka yang pertama pada hari Selasa, masyarakat dijanjikan tuntutan penolakan mereka akan ditangani oleh Komisi A. Kedatangan mereka yang kedua Kamis 16/ Juli, Yayu Wahyudin Ketua Komisi A DPRD Bogor mengatakan beliau yang akan menangani kasusnya. Sedangkan Rabu 23/ Juli kemarin masyarakat bertemu dengan ketua Pansus RTRW tetapi jawaban Komisi A tidak bulat menerima atau menolak aspirasi mereka terhadap rencana pembangunan TPA tersebut, padahal masyarakat menyatakan tegas menolak usulan tersebut. Kali ini Kamis 24/Juli masyarakat Kayumanis kembali mendatangi wakil mereka di DPRD.
Kepala P4W IPB, Dr. Ir. Ernan Rustiadi M.Agr mengatakan bahwa bila idealnya Kota Bogor mempunyai TPS atau TPA sangat tidak memungkinkan karena opportuny - cost nya akan sangat besar. Pendapat belau senada dengan Endang Hilmi bila permasalahan sampah kota Bogor harus melibatkan kawasan lain diluar kota. Permasalahan ini terjadi karena tidak ada singkronisasi antara kota dan kabupaten Bogor serta memakan biaya yang tinggi. Selain dampak lingkungan dan dampak sosial yang tidak dapat lagi diterima di masyarakat.
Untuk masa yang akan datang, Ernan Rustiadi menyarankan bahwa Kota Bogor harus memiliki tempat pengelolaan sampah tersendiri, meskipun saat ini beliau belum melihat terdapatnya konsep yang jelas akan pengelolaan sampah kota Bogor. Dengan konsep TPS dan TPA yang akan diterapkan di kota Bogor dan menuai pertentangan dan penolakan dimasyarakat ini, Kota Bogor tidak akan maju.
Ruwetnya penanganan dan permasalahan sampah kota Bogor ini membuat identitas Bogor yang dikenal dengan kota Scientist, kota yang nyaman, kota yang sejuk, akan semakin pudar. Berkali-kali penghargaan Adipura yang diperoleh kota Bogor beberapa tahun yang lalu merupakan kewajaran bila ukurannya bertolak pada kondisi saat itu. Namun dengan kondisi saat ini kondisi tersebut sangat bertolak-belakang dengan predikat-predikat baik yang dulu pernah ada.
Dengan kendaran pick-up dan kendaraan motor roda 2 pada Kamis 24/ Juli 2010 sekitar 500 orang masyarakat berunjuk rasa di kantor DPRD Bogor di jalan Kapten Muslihat Bogor meminta pertanggungjawaban DPRD atas penolakan pembangunan TPS di lingkungan mereka setelah sebelumnya telah tiga kali mereka mendatangi kanto Balaikota Bogor . Endang Hilmi yang juga merupakan koordinator aksi menjelaskan bahwa RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Bogor yang yang digunakan sebagai dasar ketentuan rencana pembangunan TPS hanya disusun dalam waktu yang sangat singkat.
Bapak Untung yang merupakan anggota Pansus/ panitia khusus RTRW Bogor mengeluarkan BAP (Berita Acara Pemerikasaan) RTRW Bogor khususnya terkait rencana pengelolaan sampah Bogor tersebut dibuat dalam waktu 10 menit saja.
Endang Hilmi menyesalkan produk RTRW Bogor yang sangat berhubungan dengan hak atas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Bogor tersebut diputuskan dalam waktu yang sangat singkat. Masyarakat Kayumanis juga tidak pernah diajak duduk bersama untuk menentukan RTRW yang akan dilaksanakan, terutama dalam perencanaan pembangunan dan pengelolaan TPS di wilayah pemukiman mereka.
Menyikapi bahwa negosiasi yang tengah dilakukan dengan pihak Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor, Endang Hilmi meminta pihak pemkot Bogor dan Walikota Bogor untuk menyatakan posisi tawar untuk dapat melakukan negosiasi pengelolaan sampah. Kontrak TPA Kec. Galuga Kab. Bogor yang selama ini menjadi tempat pembuangan sampah warga akan berakhir kontrak penggunaan dan pengelolaannya tahun 2010 ini. Hingga saat ini TPA Galuga telah mencatatkan beberapa warga tewas akibat longsornya timbunan sampah. Selain itu timbunan longsoran sampah tersebut merusakkan areal persawahan warga sekitar TPA Galuga .
Kedatangan masyarakat menolak keberadaan TPS tersebut merupakan kedatangan yang ke empat. Yang pertama kali Senin 13/ Juli, mereka mendatangi Balaikota. Kedatangan mereka yang pertama pada hari Selasa, masyarakat dijanjikan tuntutan penolakan mereka akan ditangani oleh Komisi A. Kedatangan mereka yang kedua Kamis 16/ Juli, Yayu Wahyudin Ketua Komisi A DPRD Bogor mengatakan beliau yang akan menangani kasusnya. Sedangkan Rabu 23/ Juli kemarin masyarakat bertemu dengan ketua Pansus RTRW tetapi jawaban Komisi A tidak bulat menerima atau menolak aspirasi mereka terhadap rencana pembangunan TPA tersebut, padahal masyarakat menyatakan tegas menolak usulan tersebut. Kali ini Kamis 24/Juli masyarakat Kayumanis kembali mendatangi wakil mereka di DPRD.
Kepala P4W IPB, Dr. Ir. Ernan Rustiadi M.Agr mengatakan bahwa bila idealnya Kota Bogor mempunyai TPS atau TPA sangat tidak memungkinkan karena opportuny - cost nya akan sangat besar. Pendapat belau senada dengan Endang Hilmi bila permasalahan sampah kota Bogor harus melibatkan kawasan lain diluar kota. Permasalahan ini terjadi karena tidak ada singkronisasi antara kota dan kabupaten Bogor serta memakan biaya yang tinggi. Selain dampak lingkungan dan dampak sosial yang tidak dapat lagi diterima di masyarakat.
Untuk masa yang akan datang, Ernan Rustiadi menyarankan bahwa Kota Bogor harus memiliki tempat pengelolaan sampah tersendiri, meskipun saat ini beliau belum melihat terdapatnya konsep yang jelas akan pengelolaan sampah kota Bogor. Dengan konsep TPS dan TPA yang akan diterapkan di kota Bogor dan menuai pertentangan dan penolakan dimasyarakat ini, Kota Bogor tidak akan maju.
Ruwetnya penanganan dan permasalahan sampah kota Bogor ini membuat identitas Bogor yang dikenal dengan kota Scientist, kota yang nyaman, kota yang sejuk, akan semakin pudar. Berkali-kali penghargaan Adipura yang diperoleh kota Bogor beberapa tahun yang lalu merupakan kewajaran bila ukurannya bertolak pada kondisi saat itu. Namun dengan kondisi saat ini kondisi tersebut sangat bertolak-belakang dengan predikat-predikat baik yang dulu pernah ada.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar