Hutan Kami Sudah Ada Tata Ruangnya
Ciptagelar | Kotahujan.com - Keberadaan masyarakat adat dengan segenap hak-haknya bisa diupayakan masuk kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kawasan. RTRW kawasan ini nantinya bisa diusulkan ke BKPRN (Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional) agar kawasan adat ini mendapat pengelolaan khusus. Demikian ungkapan pembuka Hairudin Hasyim, Asisten Deputi Pengawasan dan Evaluasi Lingkungan-KLH dalam dialog interaktif Masyarakat Kesatuan Adat Banten Kidul, AMAN dan KLH di Kasepuhan Ciptagelar sabtu (31/7) lalu.
Tahapan berikutnya adalah peran masyarakat dalam pengelolaan ruang. Diharapkan pemanfatan ini sesuai ijin yang telah diberikan. Konteksnya Hairudin menjelaskan pengelolaan ruang sebagaimana diatur dalam UU Tata Ruang. Masyarakat diajak berperan serta dalam menjaga kualitas lingkungan, dan berperan aktif dalam perencanaan tata ruang. Tujuan dari peran aktif ini agar kawasan tersebut bisa dipetakan. Kalau belum atau tidak terpetakan tentu sulit untuk dikelola khusus.
Mengomentari paparan pejabat KLH tersebut, Ki Upat berpendapat kalau soal tata ruang dan kearifan lokal, masyarakat Ciptagelar hidup dekat dengan alam secara turun temurun sejak ratusan tahun yang lalu, baik itu hutan maupun lahan pertanian. Ki Upat yang juga Menteri Dalam Negeri Kasepuhan Ciptagelar mencontohkan masa tanam padi yang hanya sekali setahun. Tujuannya untuk menjaga unsur hara tanah dan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Sehingga padi bisa tahan lama saat disimpan di lumbung sampai 10 tahun. Termasuk juga menjaga dan mengelola hutan dan sumber-sumber air. Tujuannya agar Kasepuhan ini bisa swasembada pangan dan swasembada energi. Energi yang dimaksud adalah listrik mikrohidro.
Ki Upat juga menegaskan kalau dalam mengelola hutan mereka memiliki penataan seperti hutan titipan, hutan tutupan dan hutan garapan. Hutan titipan adalah hutan yang sama sekali tidak boleh diganggu atau dimasuki. Masyarakat percaya apabila ada yang mengganggu maka musibah dapat menimpanya dan ada hukum adatnya. Sedangkan hutan tutupan adalah hutan lindung, tempat masyarakat melakukan penelitian dan perlindungan alam, misalnya melestarikan mata air. Sedangkan hutan garapan adalah hutan yang digarap masyarakat untuk berladang dan ditanami tanaman buah lainnya.
Sebenarnya kalau masalah penanganan lingkungan masyarakat Ciptagelar sudah bisa mengatasi sendiri, persoalan yang mendasar adalah belum diakui secara sah bahwa hutan mereka adalah hutan adat. Kedepan Ki Upat mengharapkan ada kerjasama dengan KLH terkait penghijauan sebagian kawasan hutan yang telah gundul.
Tahapan berikutnya adalah peran masyarakat dalam pengelolaan ruang. Diharapkan pemanfatan ini sesuai ijin yang telah diberikan. Konteksnya Hairudin menjelaskan pengelolaan ruang sebagaimana diatur dalam UU Tata Ruang. Masyarakat diajak berperan serta dalam menjaga kualitas lingkungan, dan berperan aktif dalam perencanaan tata ruang. Tujuan dari peran aktif ini agar kawasan tersebut bisa dipetakan. Kalau belum atau tidak terpetakan tentu sulit untuk dikelola khusus.
Mengomentari paparan pejabat KLH tersebut, Ki Upat berpendapat kalau soal tata ruang dan kearifan lokal, masyarakat Ciptagelar hidup dekat dengan alam secara turun temurun sejak ratusan tahun yang lalu, baik itu hutan maupun lahan pertanian. Ki Upat yang juga Menteri Dalam Negeri Kasepuhan Ciptagelar mencontohkan masa tanam padi yang hanya sekali setahun. Tujuannya untuk menjaga unsur hara tanah dan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Sehingga padi bisa tahan lama saat disimpan di lumbung sampai 10 tahun. Termasuk juga menjaga dan mengelola hutan dan sumber-sumber air. Tujuannya agar Kasepuhan ini bisa swasembada pangan dan swasembada energi. Energi yang dimaksud adalah listrik mikrohidro.
Ki Upat juga menegaskan kalau dalam mengelola hutan mereka memiliki penataan seperti hutan titipan, hutan tutupan dan hutan garapan. Hutan titipan adalah hutan yang sama sekali tidak boleh diganggu atau dimasuki. Masyarakat percaya apabila ada yang mengganggu maka musibah dapat menimpanya dan ada hukum adatnya. Sedangkan hutan tutupan adalah hutan lindung, tempat masyarakat melakukan penelitian dan perlindungan alam, misalnya melestarikan mata air. Sedangkan hutan garapan adalah hutan yang digarap masyarakat untuk berladang dan ditanami tanaman buah lainnya.
Sebenarnya kalau masalah penanganan lingkungan masyarakat Ciptagelar sudah bisa mengatasi sendiri, persoalan yang mendasar adalah belum diakui secara sah bahwa hutan mereka adalah hutan adat. Kedepan Ki Upat mengharapkan ada kerjasama dengan KLH terkait penghijauan sebagian kawasan hutan yang telah gundul.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar