Masyarakat Adat Harapkan Pengakuan Undang-Undang
Jakarta|Kotahujan.com-Pengakuan terhadap keberadaan masyarakat adat, hingga kini terus diperjuangkan. Pengakuan ini tidak semata atas tanah dan tempat hidup masyarakat adat saja, tetapi juga pada pengakuan hak-hak masyarakat adat. Salah satu upaya yang kini tengah diperjuangkan adalah terbentuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (RUU PPMA). Prosesnya saat ini sudah masuk agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2010-2014. Masuknya RUU ini ke dalam prolegnas 2010-2014 membawa angin segar bagi gerakan masyarakat adat, paling tidak karena mulai muncul kehendak politik dari negara untuk memperbaiki hubungan dengan masyarakat adat.
Meski demikian hal tersebut tidaklah cukup, perlu dibuat strategi dan penguatan khusus terhadap RUU ini. Substansi dari RUU tersebut sesungguhnya ingin menata kembali hubungan masyarakat adat dengan negaranya. Menurut Sekjen Aliansi Masyarakat Adat, Abdon Nababan, penting sekali adanya RUU PPMA, sebab apa yang terjadi selama ini jika dibiarkan bisa mengancam NKRI. Selama ini undang-undang yang ada masih bersifat sektoral, sehingga pemahaman tentang masyarakat adat di masing-masing instansi berbeda-beda. Perlakuannya pun kemudian berbeda pula, yang terjadi kemudian hak masyarakat adat mengelola hutan sejak dulu, kemudian diambil negara dan diserahkan pengelolaannya kepada perusahaan.
“Saat ini di masyarakat adat terjadi krisis-krisis yang sumbernya dari Undang-Undang sektoral yang dibuat negara pada masa orde baru. Untuk itu penting sekali kita menuntaskan reformasi agar Undang-Undang ini bisa disahkan”, ujarnya dalam seminar Mendorong Percepatan Pembahasan RUU Pengakuan Dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Di Indonesia, di Jakarta (1/9) kemarin.
Apa yang disampaikan Abdon diamini oleh Ariana, perwakilan masyarakat adat di Kalimantan. Jika negara serius dan berkomitmen melindungi tentunya pembuatan Undang-Undang ini juga serius. Karena keberadaannya sangat diperlukan dan diharapkan untuk melindungi mereka. Meski demikian Ariana memandang perlu mencermati draft tersebut agar benar-benar sesuai dengan kondisi masyarakat adat.
“Sangat berharap adanya Undang-Undang yang melindungi hak masyarakat adat, hak budaya, hak wilayah dan hak mengembangkan ekonominya”, papar Ariana.
AMAN (Aliansi Masyarakat Adat) bersama HuMa dan jaringan kelompok peduli Masyarakat Adat lainnya mengundang partisipan dari DPD DPR RI, Baleg (Badan Legislasi), Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Kelautan Perikanan, dan Kementrian Dalam Negeri. Termasuk beberapa tokoh pemerhati.
Meski demikian hal tersebut tidaklah cukup, perlu dibuat strategi dan penguatan khusus terhadap RUU ini. Substansi dari RUU tersebut sesungguhnya ingin menata kembali hubungan masyarakat adat dengan negaranya. Menurut Sekjen Aliansi Masyarakat Adat, Abdon Nababan, penting sekali adanya RUU PPMA, sebab apa yang terjadi selama ini jika dibiarkan bisa mengancam NKRI. Selama ini undang-undang yang ada masih bersifat sektoral, sehingga pemahaman tentang masyarakat adat di masing-masing instansi berbeda-beda. Perlakuannya pun kemudian berbeda pula, yang terjadi kemudian hak masyarakat adat mengelola hutan sejak dulu, kemudian diambil negara dan diserahkan pengelolaannya kepada perusahaan.
“Saat ini di masyarakat adat terjadi krisis-krisis yang sumbernya dari Undang-Undang sektoral yang dibuat negara pada masa orde baru. Untuk itu penting sekali kita menuntaskan reformasi agar Undang-Undang ini bisa disahkan”, ujarnya dalam seminar Mendorong Percepatan Pembahasan RUU Pengakuan Dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Di Indonesia, di Jakarta (1/9) kemarin.
Apa yang disampaikan Abdon diamini oleh Ariana, perwakilan masyarakat adat di Kalimantan. Jika negara serius dan berkomitmen melindungi tentunya pembuatan Undang-Undang ini juga serius. Karena keberadaannya sangat diperlukan dan diharapkan untuk melindungi mereka. Meski demikian Ariana memandang perlu mencermati draft tersebut agar benar-benar sesuai dengan kondisi masyarakat adat.
“Sangat berharap adanya Undang-Undang yang melindungi hak masyarakat adat, hak budaya, hak wilayah dan hak mengembangkan ekonominya”, papar Ariana.
AMAN (Aliansi Masyarakat Adat) bersama HuMa dan jaringan kelompok peduli Masyarakat Adat lainnya mengundang partisipan dari DPD DPR RI, Baleg (Badan Legislasi), Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Kelautan Perikanan, dan Kementrian Dalam Negeri. Termasuk beberapa tokoh pemerhati.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar