Peduli Lingkungan dengan Cinta Budaya
Ciheuleut|Kotahujan.com-Kepekaan masalah lingkungan dan perubahan iklim di kalangan generasi muda tampaknya harus terus didorong. Anak muda yang kedepannya adalah generasi penentu kebijakan dan pengelola bumi, harus tahu masalah-masalah lingkungan saat ini dan akibatnya di masa mendatang. Terlebih pada anak muda yang hidup dan berinteraksi di perkotaan. Salah satu caranya adalah dengan mempelajari berbagai kearifan masyarakat lokal, masyarakat yang dengan segala kearifannya hidup menjejak tanah dan menghirup udara segar tanpa bantuan AC. Dengan segala kesederhanaannya, mereka ternyata memiliki teknik ramah lingkungan peninggalan nenek moyang turun-temurun. Inilah sekelumit catatan yang diperoleh dari kegiatan Baduy Etnik IV UKM Seni Budaya Universitas Pakuan Bogor beberapa waktu lalu. Hasil catatan itu mereka sampaikan dihadapan puluhan mahasiswa dalam acara “ Tanah Airku Cinta Budaya Jaga Lingkungan” Senin (3/1) lalu di Auditorium kampus Pakuan Bogor.
Catatan yang dikemas dalam bentuk presentasi dan pemutaran film dokumentasi kegiatan, ditujukan untuk memberi pemahaman bahwa kearifan masyarakat lokal bisa menekan laju pemanasan global. Kegiatan ini sekaligus menjadi pengingat maraknya penggunaan bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan anak muda. Plastik kresek, kemasan makanan (jajanan), plastik segel rokok, styrofoam dan sebagainya sedemikian akrab dan bertebaran di lingkungan kampus. Indri Guli, salah satu mahasiswi yang juga panitia kegiatan memaparkan meski pihak kampus menyediakan tempat sampah terpisah (organik dan non organik), tetap saja mahasiswa dan masyarakat kampus lainnya belum memaksimalkan penggunaanya.
Selain itu kampanye lingkungan juga disuarakan oleh komunitas Simponi (Sundikat Musik Penghuni Bumi) yang menyambangi universitas Pakuan sebagai kampus/sekolah ke 68 dari 82 kampus yang mereka kunjungi. Kampanye dalam bentuk sosialisasi pemanasan global dan solusi menekan lajunya itu disuarakan sebagai bentuk keprihatinan kondisi lingkungan yang semakin hari semakin rusak. Padahal pemanasan global ini semakin hari semakin menakutkan. Sayangnya informasi apa itu pemanasan global, lingkungan dan solusinya tidak sampai ke anak muda.
“Informasi sederhana dan penting tapi generasi muda tidak tahu bahaya, padahal yang sederhana itu yang bisa dilakukan”, ungkap Berkah Gamulya, koordinator Simponi.
Merekapun menginformasikan hal-hal sederhana semisal pengolahan sampah, gaya hidup ramah lingkungan, menanam pohon, bersepeda dan sebagainya.
Pendekatan kebudayaan untuk menekan laju pemanasan global menjadi pilihan bijak saat ini. Budaya masyarakat dengan warisan kearifan pemanfaatan barang-barang ramah lingkungan harus dijaga untuk menahan determinasi penggunaan barang tidak ramah lingkungan. Tradisional terbukti lebih memperhatikan kelestarian lingkungan. Inilah kepentingannya, masyarakat modern (kota) harusnya belajar dari masyarakat tradisional bagaimana menghargai lingkungan.
Catatan yang dikemas dalam bentuk presentasi dan pemutaran film dokumentasi kegiatan, ditujukan untuk memberi pemahaman bahwa kearifan masyarakat lokal bisa menekan laju pemanasan global. Kegiatan ini sekaligus menjadi pengingat maraknya penggunaan bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan anak muda. Plastik kresek, kemasan makanan (jajanan), plastik segel rokok, styrofoam dan sebagainya sedemikian akrab dan bertebaran di lingkungan kampus. Indri Guli, salah satu mahasiswi yang juga panitia kegiatan memaparkan meski pihak kampus menyediakan tempat sampah terpisah (organik dan non organik), tetap saja mahasiswa dan masyarakat kampus lainnya belum memaksimalkan penggunaanya.
Selain itu kampanye lingkungan juga disuarakan oleh komunitas Simponi (Sundikat Musik Penghuni Bumi) yang menyambangi universitas Pakuan sebagai kampus/sekolah ke 68 dari 82 kampus yang mereka kunjungi. Kampanye dalam bentuk sosialisasi pemanasan global dan solusi menekan lajunya itu disuarakan sebagai bentuk keprihatinan kondisi lingkungan yang semakin hari semakin rusak. Padahal pemanasan global ini semakin hari semakin menakutkan. Sayangnya informasi apa itu pemanasan global, lingkungan dan solusinya tidak sampai ke anak muda.
“Informasi sederhana dan penting tapi generasi muda tidak tahu bahaya, padahal yang sederhana itu yang bisa dilakukan”, ungkap Berkah Gamulya, koordinator Simponi.
Merekapun menginformasikan hal-hal sederhana semisal pengolahan sampah, gaya hidup ramah lingkungan, menanam pohon, bersepeda dan sebagainya.
Pendekatan kebudayaan untuk menekan laju pemanasan global menjadi pilihan bijak saat ini. Budaya masyarakat dengan warisan kearifan pemanfaatan barang-barang ramah lingkungan harus dijaga untuk menahan determinasi penggunaan barang tidak ramah lingkungan. Tradisional terbukti lebih memperhatikan kelestarian lingkungan. Inilah kepentingannya, masyarakat modern (kota) harusnya belajar dari masyarakat tradisional bagaimana menghargai lingkungan.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar