Membuka Peluang Kerjasama Pelibatan Masyarakat Adat Pada Proyek REDD Kalimantan Tengah
Kalteng|Kotahujan.com-Tahun 2008, Pemerintah Indonesia dan Australia telah menandatangani kerjasama Indonesia-Australia Forest Climate Partnership (IAFCP). Salah satunya, disetujui adanya pilot project REDD di kawasan Ex-PLG Kalimantan Tengah dengan nama Kalimantan Forest Climate Partnership (KFCP). Setelah itu pada 23 Desember 2010 Presiden Republik Indonesia menetapkan Kalimantan Tengah sebagai Pilot Province (Provinsi Percontohan). Sayangnya masyarakat adat tidak dilibatkan dalam proses-proses REDD. Bahkan mereka belum paham tentang REDD dan kejelasan dari proyek-proyek yang dijalankan. Termasuk KFCP.
Atas kondisi tersebut, AMAN Kalimantan Tengah (AMAN Kalteng), Balai Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah (BLH Kalteng) dan KFCP mengadakan pertemuan untuk membahas program REDD di Kalimantan Tengah dan hak-hak masyarakat adat 14 Maret 2011 di Kantor AMAN Kalimantan tengah. Dihadiri oleh Badan Pengurus Harian AMAN Kalimantan Tengah (Ketua, Dewan Wilayah dan Nasional AMAN), BLH dan KFCP.
Perlu adanya sosialisasi untuk kejelasan program REDD di Kalimantan. Informasi sejelas-jelasnya tentang REDD di masyarakat adat menjadi inti dari pembahasan selama 4 jam tersebut (16.00 – 20.00 WITA). Fokus utama adalah menyiapkan masyarakat adat dalam menghadapi perubahan iklim dan REDD. Ketua PW AMAN Kalteng, Simpun Sampurna mengatakan bahwa masyarakat adat perlu mengetahui tentang REDD dan aktifitas proyek-proyek yang dijalankan di Kalimantan Tengah. AMAN Kalimantan Tengah bertugas untuk memastikan bahwa masyarakat adat mendapatkan informasi yang benar, baik dan jelas terkait dengan KFCP dan aktifitas proyek-proyek REDD lainnya yang sedang berjalan.
“Info yang diterima oleh masyarakat adat tentang REDD adalah sebuah order atau bisnis lingkungan yang mendatangkan uang,” kata Simpun Sampurna.
Dalam sosialisasi ini harus dijelaskan dampak (konsekuensi) yang akan terjadi ketika masyarakat masyarakat adat menerima ataupun menolak proyek REDD ini. Bisa jadi masyarakat adat akan menerima dampak buruk, seperti kehilangan hak atas wilayah adat dan akses sumberdaya alamnya.
Ewaldianson, Dewan AMAN mengungkapkan, sebenarnya masyarakat adat sudah melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Cara berladang, merubah lokasi berburu, menanam pohon-pohon tertentu dan menjaga lokasi penangkapan ikan. Masyarakat menjaga hutan adat dengan kearifan lokal yang diwarisi dari leluhur mereka.
“Proyek REDD pasti berhubungan dengan masyarakat adat. Karena dilakukan di hutan adat. KFCP harus memahami masyarakat adat. Kondisi masyarakat adat dan kearifan lokalnya dalam mengelola hutan,” jelas Esau A. Tambang, BLH Kalteng.
Laporan : Annas Radin Syarif (AMAN),
Koordinator Nasional Climate Change Monitoring and Information Network
Atas kondisi tersebut, AMAN Kalimantan Tengah (AMAN Kalteng), Balai Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah (BLH Kalteng) dan KFCP mengadakan pertemuan untuk membahas program REDD di Kalimantan Tengah dan hak-hak masyarakat adat 14 Maret 2011 di Kantor AMAN Kalimantan tengah. Dihadiri oleh Badan Pengurus Harian AMAN Kalimantan Tengah (Ketua, Dewan Wilayah dan Nasional AMAN), BLH dan KFCP.
Perlu adanya sosialisasi untuk kejelasan program REDD di Kalimantan. Informasi sejelas-jelasnya tentang REDD di masyarakat adat menjadi inti dari pembahasan selama 4 jam tersebut (16.00 – 20.00 WITA). Fokus utama adalah menyiapkan masyarakat adat dalam menghadapi perubahan iklim dan REDD. Ketua PW AMAN Kalteng, Simpun Sampurna mengatakan bahwa masyarakat adat perlu mengetahui tentang REDD dan aktifitas proyek-proyek yang dijalankan di Kalimantan Tengah. AMAN Kalimantan Tengah bertugas untuk memastikan bahwa masyarakat adat mendapatkan informasi yang benar, baik dan jelas terkait dengan KFCP dan aktifitas proyek-proyek REDD lainnya yang sedang berjalan.
“Info yang diterima oleh masyarakat adat tentang REDD adalah sebuah order atau bisnis lingkungan yang mendatangkan uang,” kata Simpun Sampurna.
Dalam sosialisasi ini harus dijelaskan dampak (konsekuensi) yang akan terjadi ketika masyarakat masyarakat adat menerima ataupun menolak proyek REDD ini. Bisa jadi masyarakat adat akan menerima dampak buruk, seperti kehilangan hak atas wilayah adat dan akses sumberdaya alamnya.
Ewaldianson, Dewan AMAN mengungkapkan, sebenarnya masyarakat adat sudah melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Cara berladang, merubah lokasi berburu, menanam pohon-pohon tertentu dan menjaga lokasi penangkapan ikan. Masyarakat menjaga hutan adat dengan kearifan lokal yang diwarisi dari leluhur mereka.
“Proyek REDD pasti berhubungan dengan masyarakat adat. Karena dilakukan di hutan adat. KFCP harus memahami masyarakat adat. Kondisi masyarakat adat dan kearifan lokalnya dalam mengelola hutan,” jelas Esau A. Tambang, BLH Kalteng.
Laporan : Annas Radin Syarif (AMAN),
Koordinator Nasional Climate Change Monitoring and Information Network
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar