Nongkrong

  • Paling asik tuk' nongkrong di Bogor
      rss

3 per 4

  • Lalu lintas dan sudut-sudut jalan di Kota Bogor
      rss

Teladan

  • Memberi contoh dan teladan untuk lainnya
      rss

Komunitas

  • Semarak warga dalam berkarya
      rss

Inisiatif

  • berani mencoba dan berbuat tuk kita semua
      rss
. . . .

Admin Control Panel

New Post | Settings | Change Layout | Edit HTML | Monetize | Moderate Comments | Monetize | Stats | Sign Out
    • Info selengkapnya bisa dilihat di Stasiun Klimatologi Darmaga - Bogor Jl. Raya Darmaga Bogor Km 6,5 Kotak Pos 174 Bogor 16001 Telp.: (0251) 623018, 621192 Fax : (0251) 623018
Traffic Monitoring Bogor

Berita Terbarurss

Musik dan Senirss

Ekonomirss

Tokohrss

13 April 2011

CSF : Pertemuan Bangkok Tak Menyentuh Krisis Iklim

Jakarta|Kotahujan.com-Pertemuan negara-negara terkait perubahan iklim usai di gelar di Bangkok awal April lalu. Pertemuan yang berlangsung singkat pada 3-8 April 2011, merupakan lanjutan konferensi iklim yang berlangsung di Cancun Meksiko, Desember tahun lalu. Hasil dari pertemuan ini meski sudah teragendakan sebelumnya tetap membuat khawatir beberapa pihak yang concern terhadap perubahan iklim di Indonesia. Terbukti dengan keluarnya kesepakatan yang dianggap jauh dari prinsip keadilan iklim.

"Pertemuan Bangkok tak banyak membicarakan bagaimana membantu adaptasi warga, sebagian besar agenda mendiskusikan bagaimana mengurangi emisi gas rumah kaca, yang harusnya tanggung jawab utama negara industri maju", ujar Teguh Surya dari WALHI.

Pernyataan delegasi Indonesia yang optimis terhadap hasil-hasil United Nations Climate Change Conference (UNCCC) dianggap sebagai sesuatu yang tidak pas. Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF) memandang subtansi negosiasi tak menjadi rekomendasi resmi perundingan karena minimnya waktu. Ditambah dengan rendahnya komitmen negara industri maju untuk mengurangi emisi dengan alasan krisis ekonomi dan bencana ekologis yang kerap menimpa. Ada prediksi jika pertemuan lanjutan di Durban menyepakati skema offset, maka 65% upaya reduksi emisi akan menjadi tanggung jawab Negara berkembang. Fenomenanya di ujung putaran pertama berlakunya protokol Kyoto (16 Februari 2005 hinga 2012), terjadi pergeseran negara-negara industri maju yang harusnya mengurangi emisinya dalam jumlah drastis, kini berbalik. Negara berkembang yang justru sukarela menyatakan komitmennya menurunkan emisi dengan bantuan pendanaan negara industri maju.

Kegagalan Indonesia menjadikan wakilnya anggota Komite transisi Green Climate Fund mewakili Asia, menambah daftar keprihatinan komposisi anggota yang duduk dalam Green Climate fund (GCF) tak lagi independen. Kenyataannya GCF didominasi kepentingan Bank dunia dan Bank multilateral lainnya.

Sebagian besar respon terhadap perubahan iklim didominasi bagaimana menurunkan emisi lewat
hutan. Padahal urusan perubahan iklim tak semata urusan penggundulan hutan ataupun degradasi lahan. Salah satu tugas utama negosiasi iklim adalah pengurangan emisi dan kenaikan suhu harus dijaga agar tak melebihi 1,5 derajat celcius. Kondisi inilah yang akhirnya dianggap bahwa hasil perundingan di Bangkok menjauh dari persoalan krisis iklim, yang memperparah kerentanan laki-laki dan perempuan, khususnya rakyat miskin, dan menambah beban persoalan mereka.

“Cuaca ekstrim telah mempengaruhi mata pencaharian 550 ribu nelayan dari 53 kabupaten dan kota di Indonesia. Oleh karenanya, komitmen penurunan emisi harus berbarengan penguatan adaptasi,” uangkap Mida Saragih dalam rilis media Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

Hal ini dikuatkan dengan fakta sepanjang pesisir utara Jawa, petani Brebes, Indramayu, Karawang, Demak dan seterusnya mengalami beragam masalah karena cuaca ekstrim. Temuan Said Abdullah dari Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Pangan (KRKP) menyebutkan bahwa tingginya muka air laut yang mengakibatkan abrasi dan banjir rob dengan intensitasnya yang meninggi, menyulitkan kehidupan petani dan nelayan.

"Tak cukup membuat pernyataan menenangkan publik seolah putaran perundingan Bangkok akan menguntungkan negara berkembang seperti Indonesia. CSF menuntut delegasi Indonesia memiliki visi, misi dan kecakapan berdiplomasi yang lebih baik dan kuat memastikan Indonesia tak dirugikan dalam putaran perundingan perubahan Iklim berikutnya. DPR RI harus segera turun tangan menjalankan fungsi kontrolnya kepada pemerintah", jelas Siti Maemunah, Koordinator CSF dalam siaran Persnya.



Publikasikan ...

Tautan halaman ini.








0 komentar:

Posting Komentar

Loading...

Kabar Pilihanrss

Komunitasrss

Agendarss

Lingkunganrss

Seputar Bogorrss

Perubahan Iklimrss

top  

V O D (Beta)

  • Berita dalam gambar dan suara
      rss

Tata Ruang

  • Tata kelola Bogor
      rss

Wisata

  • Segarkan diri dari penatnya hari
      rss

Kuliner

  • Sajian terbaik di sudut kota
      rss

Pinggiran

  • Dipinggirkan dan terpinggirkan
      rss
TopBottom
  © Kantor Berita ASTEKI / TELAPAK Jawa Barat KoTa HuJaN 2008
didukung oleh tPort Integration dan Blogger | Back to TOP  
  • Twitter
  • Twitter
tutup [x]