Rob Mengikis Lahan, Mangrove Jadi Andalan
Brebes|Kotahujan.com-Awalnya tambak 800 hektar di kawasan ini menjadi andalan warga dusun Pandansari desa Kaliwlingi, kecamatan Brebes, kabupaten Brebes. Mereka menggantungkan hidup dari hasil tambak yang pada 90an sempat mengalami masa jaya. Namun sejak 10 tahun terakhir, kejayaan itu tinggalah cerita saja. Tambak 800 hektar dari 1.300 hektar terendam air laut yang naik karena gelombang pasang dan rob. Bahkan rumah-rumah warga pun juga tak luput dari terjangan rob. Sungai Pemali yang tadinya menjadi penyuplai endapan lumpur untuk tanggul alami juga mati. Makin lengkaplah derita warga Pandansari ini.
"Air pasang datang mendadak, akibatnya tambak rusak dan air terlalu tinggi hingga masuk ke areal pemukiman, tanaman pun jadi mati," ungkap Rusjan Ketua Kelompok yang juga mantan Kepala Desa Pandansari
Ancaman gelombang dan rob selalu menghantui kehidupan warga Pandansari yang semula bekerja sebagai nelayan, petambak dan petani. Pertanian yang jadi lahan mata pencaharian pengganti juga tak lagi menjanjikan. Air laut merubah tanah mereka tak lagi subur dan padi mereka cepat mati. Ditambah lagi akses jalan sepanjang 7 kilo meter ke dusun ini rusak. Makin terisolir saja dusun Pandansari ini.
"Dulu sebelum 1997 rob besar datang sekali setahun. Kini rob besar melanda 5 hingga 6 kali per tahun"
Warga menyebutnya rob maling. Karena datangnya tiba-tiba, hilang juga tiba-tiba. Abrasi yang terjadi akibat perubahan iklim telah mengikis tambak dan lahan mereka. Dulu jarak antara pemukiman ke titik air laut (muara) sejauh 3 kilometer, kini 500 meter saja sudah sampai.
Sumber ekonomi warga yang hancur juga berimbas pada rendahnya anak-anak muda Pandansari yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Anak muda tak bersemangat melanjutkan sekolah karena pendapatan orang tua menurun. Pilihannya mereka meninggalkan desa merantau ke Jakarta atau daerah lainnya sebagai buruh warung tegal, buruh pelabuhan atau buruh migran.
Tak mau berdiam diri dan berpasrah saja, pada tahun 2007 warga Pandansari membentuk kelompok tani Tanjung Sari dan kelompok mangrove Mangrove lestari. Kelompok ini berdiri atas dasar keprihatinan dan perlunya penanganan abrasi di dusun mereka.
"Sebenarnya masyarakat Pandansari sadar bahwa mangrove mereka yang subur bisa menahan abrasi, hanya saja masih melakukan sendiri-sendiri. Karena menanamnya di tambak sendiri mereka menebang tidak masalah,"
Kesepakatan pun kemudian dibuat warga, setelah kelompok dibentuk aksi penanaman satu juta Mangrove diinisiasi. Warga kemudian mendorong peraturan untuk tidak menebang pohon Mangrove. Tak cukup hanya itu, untuk pengawasan warga membentuk Satuan Tugas Segara (Satgasgara). Hasilnya kini mulai terlihat, Mangrove yang sudah mati sampai kering masih utuh ditempatnya. Mangrove sepanjang 4 kilo yang ditanam 80 persen sudah berhasil tumbuh. Sisanya mati karena gelombang angin barat 3 bulan berturut-turut.
Meski pencurian kayu Mangrove masih terjadi, warga Pandansari kini sadar betul pentingnya hutan Mangrove untuk dusun mereka. Pencurian biasanya dilakukan warga luar desa. Untuk mengoptimalkan pengawasan, Satgasgara kini sudah memiliki satu unit perahu seharga 17 juta, hasil swadaya warga dan kelompok tani dan Mangrove.
Untuk pertanian mereka kini tengah mencoba menanam padi tadas tahan air asin. Pada penanaman pertama tingkat keberhasilan mencapai 40 persen di lahan 1 bahu (1000 meter). Pada tahun kedua keberhasilan mulai meningkat mencapai 70 persen. Sayangnya hasil berasnya belum memuaskan petani Pandansari. Beras saat ditanak menjadi nasi kurang enak. Sehingga petani lebih sering menjualnya kepada pedagang nasi goreng di Brebes.
"Air pasang datang mendadak, akibatnya tambak rusak dan air terlalu tinggi hingga masuk ke areal pemukiman, tanaman pun jadi mati," ungkap Rusjan Ketua Kelompok yang juga mantan Kepala Desa Pandansari
Ancaman gelombang dan rob selalu menghantui kehidupan warga Pandansari yang semula bekerja sebagai nelayan, petambak dan petani. Pertanian yang jadi lahan mata pencaharian pengganti juga tak lagi menjanjikan. Air laut merubah tanah mereka tak lagi subur dan padi mereka cepat mati. Ditambah lagi akses jalan sepanjang 7 kilo meter ke dusun ini rusak. Makin terisolir saja dusun Pandansari ini.
"Dulu sebelum 1997 rob besar datang sekali setahun. Kini rob besar melanda 5 hingga 6 kali per tahun"
Warga menyebutnya rob maling. Karena datangnya tiba-tiba, hilang juga tiba-tiba. Abrasi yang terjadi akibat perubahan iklim telah mengikis tambak dan lahan mereka. Dulu jarak antara pemukiman ke titik air laut (muara) sejauh 3 kilometer, kini 500 meter saja sudah sampai.
Sumber ekonomi warga yang hancur juga berimbas pada rendahnya anak-anak muda Pandansari yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Anak muda tak bersemangat melanjutkan sekolah karena pendapatan orang tua menurun. Pilihannya mereka meninggalkan desa merantau ke Jakarta atau daerah lainnya sebagai buruh warung tegal, buruh pelabuhan atau buruh migran.
Tak mau berdiam diri dan berpasrah saja, pada tahun 2007 warga Pandansari membentuk kelompok tani Tanjung Sari dan kelompok mangrove Mangrove lestari. Kelompok ini berdiri atas dasar keprihatinan dan perlunya penanganan abrasi di dusun mereka.
"Sebenarnya masyarakat Pandansari sadar bahwa mangrove mereka yang subur bisa menahan abrasi, hanya saja masih melakukan sendiri-sendiri. Karena menanamnya di tambak sendiri mereka menebang tidak masalah,"
Kesepakatan pun kemudian dibuat warga, setelah kelompok dibentuk aksi penanaman satu juta Mangrove diinisiasi. Warga kemudian mendorong peraturan untuk tidak menebang pohon Mangrove. Tak cukup hanya itu, untuk pengawasan warga membentuk Satuan Tugas Segara (Satgasgara). Hasilnya kini mulai terlihat, Mangrove yang sudah mati sampai kering masih utuh ditempatnya. Mangrove sepanjang 4 kilo yang ditanam 80 persen sudah berhasil tumbuh. Sisanya mati karena gelombang angin barat 3 bulan berturut-turut.
Meski pencurian kayu Mangrove masih terjadi, warga Pandansari kini sadar betul pentingnya hutan Mangrove untuk dusun mereka. Pencurian biasanya dilakukan warga luar desa. Untuk mengoptimalkan pengawasan, Satgasgara kini sudah memiliki satu unit perahu seharga 17 juta, hasil swadaya warga dan kelompok tani dan Mangrove.
Untuk pertanian mereka kini tengah mencoba menanam padi tadas tahan air asin. Pada penanaman pertama tingkat keberhasilan mencapai 40 persen di lahan 1 bahu (1000 meter). Pada tahun kedua keberhasilan mulai meningkat mencapai 70 persen. Sayangnya hasil berasnya belum memuaskan petani Pandansari. Beras saat ditanak menjadi nasi kurang enak. Sehingga petani lebih sering menjualnya kepada pedagang nasi goreng di Brebes.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar