Grasea, Melaju Untuk Warga tak Mampu
Semplak|Kotahujan.com-Berawal dari riwayat pendidikan yang tidak tinggi justru membuat Imanuel Ginting (27) bertekad melakukan upaya mencerdaskan bangsa. Pendiri komunitas Grasea itu sendiri pun hanya sampai SMK. Ia melihat sebagian besar masyarakat kampungnya di wilayah Semplak Bogor, tidak menempuh pendidikan tinggi dengan berbagai alasan. Kondisi tersebut memotivasi Immanuel untuk berperan aktif menumbuhkan semangat belajar di lingkungannya.
“Awalnya, tahun 2005, hanya mengajak beberapa anak tetangga memberi kegiatan belajar seadanya. Kemudian jumlah anak yang ikut belajar semakin bertambah.
Imanuel mendapat respon positif dari masyarakat, bahkan ada yang meminjamkan tempat untuk dipakai sebagai “rumah belajar”. Imanuel pun mulai membuka rumah belajar di daerah lain. Setelah enam tahun berdiri, Grasea memiliki empat lokasi Rumah Belajar, yaitu di Semplak, Cijahe, Gg.Makam, dan Sidang Sari. Uniknya, hingga saat ini Grasea sendiri belum memiliki sekretariat resmi.
Mengelola empat Rumah Belajar, dengan 70 anak di dalamnya, bukan hal yang mudah. Permasalahan dana, fasilitas, hingga sulitnya mengajak orang lain untuk melakukan kegiatan sosial pun dialami Imanuel dan rumah belajarnya. Saat ini Grasea dibantu 30 orang relawan yang tidak tetap. Sebagian besar adalah pelajar SMU dan SMK yang ada di Bogor, ada pula mahasiswa dan pemuda di sekitar Rumah Belajar.
“Sulit mengajak orang untuk konsisten melakukan ini, apalagi tidak ada bayaran sama sekali untuk mereka”, ujarnya.
Grasea tidak hanya memberikan pengajaran pada anak-anak usia sekolah, tetapi juga mengajak masyarakat sekitar Rumah Belajar untuk mandiri. Para ibu di sana diajarkan keterampilan dan juga tata boga sebagai modal usaha. Grasea juga mulai menangani anak-anak jalanan. Mereka tidak secara langsung memberi pengajaran, tetapi melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan berbagi makanan dan membuka komunikasi sebaik-baiknya.
Masalah pendidikan seharusnya ditangani bersama-sama oleh semua pihak, namun menurut pria yang bekerja di TK Blessing Kid tersebut, harus ada peran aktif para pemegang kekuasaan menangani masalah pendidikan ini.
Laporan : Indri Widyanti
“Awalnya, tahun 2005, hanya mengajak beberapa anak tetangga memberi kegiatan belajar seadanya. Kemudian jumlah anak yang ikut belajar semakin bertambah.
Imanuel mendapat respon positif dari masyarakat, bahkan ada yang meminjamkan tempat untuk dipakai sebagai “rumah belajar”. Imanuel pun mulai membuka rumah belajar di daerah lain. Setelah enam tahun berdiri, Grasea memiliki empat lokasi Rumah Belajar, yaitu di Semplak, Cijahe, Gg.Makam, dan Sidang Sari. Uniknya, hingga saat ini Grasea sendiri belum memiliki sekretariat resmi.
Mengelola empat Rumah Belajar, dengan 70 anak di dalamnya, bukan hal yang mudah. Permasalahan dana, fasilitas, hingga sulitnya mengajak orang lain untuk melakukan kegiatan sosial pun dialami Imanuel dan rumah belajarnya. Saat ini Grasea dibantu 30 orang relawan yang tidak tetap. Sebagian besar adalah pelajar SMU dan SMK yang ada di Bogor, ada pula mahasiswa dan pemuda di sekitar Rumah Belajar.
“Sulit mengajak orang untuk konsisten melakukan ini, apalagi tidak ada bayaran sama sekali untuk mereka”, ujarnya.
Grasea tidak hanya memberikan pengajaran pada anak-anak usia sekolah, tetapi juga mengajak masyarakat sekitar Rumah Belajar untuk mandiri. Para ibu di sana diajarkan keterampilan dan juga tata boga sebagai modal usaha. Grasea juga mulai menangani anak-anak jalanan. Mereka tidak secara langsung memberi pengajaran, tetapi melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan berbagi makanan dan membuka komunikasi sebaik-baiknya.
Masalah pendidikan seharusnya ditangani bersama-sama oleh semua pihak, namun menurut pria yang bekerja di TK Blessing Kid tersebut, harus ada peran aktif para pemegang kekuasaan menangani masalah pendidikan ini.
Laporan : Indri Widyanti
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar