Hutan Lestari, Masyarakat Mandiri
Jakarta|Kotahujan.com-Alam, terutama hutan, memiliki manfaat bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya. Namun ekspansi perkebunan dalam skala besar, pertambangan, dan pembalakan hutan telah mengancam keberadaan hutan. Hal tersebut berarti mengancam pula keberadaan tradisi menganyam yang sangat bergantung pada hutan alami yang sehat.
"Nah yang di Sanggau itu dari tahun 1994 itu makin lama mereka panennya makin jauh. Misalnya yang tadinya 2 jam dari rumah sudah dapat, sekarang sampai setengah hari baru dapat" ujar Alti dari Jaringan Craft Kalimantan, saat ditemui di Perayaan Hari Masyarakat Adat Sedunia di Goethe Institut Jakarta.
Upaya yang dilakukan Jaringan Craft Kalimantan untuk menyelamatan hutan-hutan kritis, menyelamatan budaya dan juga kehidupan masyarakat Dayak, bisa menjadi sebuah gerakan. Mereka merasa khawatir dengan kondisi masyarakat yang semakin sulit untuk mendapatkan bahan baku seperti rotan dan bemban serta pewarna alami untuk tenunan ikat yang didapat dari hutan.
"Jadi tidak bisa tidak, harus penanaman. Jadi kita mulai mengajarkan mereka mengumpulkan biji terus ditanam di pollybag di rumah, setelah cukup untuk ditanam, mereka tanam di daerah sekitar kampung mereka, jadi sekarang panennya tidak jauh" tutur Alti kepada Kotahujan.
Masyarakat Dayak memanfaatkan hutan untuk membuat produk kerajinan untuk dijual. Namun kini mereka tidak sekedar mengambil, tetapi juga melakukan penanaman kembali agar bahan baku tetap tersedia di hutan.
"Sebetulnya intinya adalah kita ingin lestari hutan tapi masyarakatnya juga nggak kekurangan" tambah Alti.
Jaringan Craft Kalimantan terdiri dari tujuh institusi pendukung produk kerajinan Kalimantan. Borneo Chic adalah brand baru yang akan digunakan untuk semua produk-produk unggulan dengan tampilan modern yang bernuansa tradisional Semua produk Borneo Chic dihasilkan oleh kelompok pengrajin yang 90% adalah perempuan, yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan dan saat ini sedang berjuang untuk melestarikan kebudayaan dan tradisi mereka melalui kegiatan menganyam, menenun dan memproduksi aneka bahan kerajinan.
"Nah yang di Sanggau itu dari tahun 1994 itu makin lama mereka panennya makin jauh. Misalnya yang tadinya 2 jam dari rumah sudah dapat, sekarang sampai setengah hari baru dapat" ujar Alti dari Jaringan Craft Kalimantan, saat ditemui di Perayaan Hari Masyarakat Adat Sedunia di Goethe Institut Jakarta.
Upaya yang dilakukan Jaringan Craft Kalimantan untuk menyelamatan hutan-hutan kritis, menyelamatan budaya dan juga kehidupan masyarakat Dayak, bisa menjadi sebuah gerakan. Mereka merasa khawatir dengan kondisi masyarakat yang semakin sulit untuk mendapatkan bahan baku seperti rotan dan bemban serta pewarna alami untuk tenunan ikat yang didapat dari hutan.
"Jadi tidak bisa tidak, harus penanaman. Jadi kita mulai mengajarkan mereka mengumpulkan biji terus ditanam di pollybag di rumah, setelah cukup untuk ditanam, mereka tanam di daerah sekitar kampung mereka, jadi sekarang panennya tidak jauh" tutur Alti kepada Kotahujan.
Masyarakat Dayak memanfaatkan hutan untuk membuat produk kerajinan untuk dijual. Namun kini mereka tidak sekedar mengambil, tetapi juga melakukan penanaman kembali agar bahan baku tetap tersedia di hutan.
"Sebetulnya intinya adalah kita ingin lestari hutan tapi masyarakatnya juga nggak kekurangan" tambah Alti.
Jaringan Craft Kalimantan terdiri dari tujuh institusi pendukung produk kerajinan Kalimantan. Borneo Chic adalah brand baru yang akan digunakan untuk semua produk-produk unggulan dengan tampilan modern yang bernuansa tradisional Semua produk Borneo Chic dihasilkan oleh kelompok pengrajin yang 90% adalah perempuan, yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan dan saat ini sedang berjuang untuk melestarikan kebudayaan dan tradisi mereka melalui kegiatan menganyam, menenun dan memproduksi aneka bahan kerajinan.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar