Saat Kekeringan Memberi Sinyal Siaga
Bogor|Kotahujan.com-Kekeringan telah melanda sebagian wilayah di Indonesia tak terkecuali di Jawa Barat. Kondisi ini telah memaksa warga harus kreatif mencari solusi agar kebutuhan air untuk penghidupan mereka bisa teratasi. Kurangnya pasokan air seperti dari curah hujan, dan diperburuk pengelolaan sumber air yang tidak baik, berdampak terancamnya kebutuhan pangan dan hidup masyarakat. Di Garut dilaporkan ribuan hektar sawah puso, di wilayah lain juga dilaporkan adanya tanaman cabai yang membusuk. Sedangkan di Bogor sendiri wilayah yang tadinya surplus air seperti kawasan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor, harus mengalami kekeringan. Wilayah Selatan Kabupaten Bogor itu selama ini merupakan penghasil air yang banyak dimanfaatkan perusahaan pengelolaan air bersih. Warga pun mulai mengangkut air dengan ember. Krisis air bersih di Bogor terjadi di Kecamatan Caringin, Kecamatan Ciawi, Cigombong, dan Cijeruk.
Sedangkan kantor berita Halimun (jaringan ASTEKI) merilis laporan bahwa warga di sekitar pegunungan halimun sejak Agustus lalu menarik pipa sepanjang 950 meter dari hulu sungai Cipanas (Anak Citarik) ke dusun Cipeuteuy dan dusun Arendah untuk kebutuhan rumah tangga dan irigasi pertanian. Hal ini dilakukan karena debit air sungai menurun akibat jarang turun hujan. Selain itu selokan yang digunakan bukan hanya untuk kepentingan mengisi bak penampungan melainkan sebagai sarana irigasi pertanian.
“Karena debit air menurun, dengan terpaksa di siang hari air yang ada digunakan untuk mengairi sawah, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga air baru bisa dialirkan lagi pada malam hari,” tulis Halimun di halaman situsnya.
Sulitnya air yang terjadi belakangan ini bukan hanya dirasakan oleh masyarakat yang berada di dusun Cipeuteuy dan dusun Arendah saja, dusun Cisarua dan Pandan Arum juga mengalami hal serupa. Faktor utama penyebab kejadian ini adalah buruknya pengelolaan air dan sungai yang ada di desa tersebut.
Dari Jakarta, sebagaimana dirilis beberapa media nasional, Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengakui bahwa musim kemarau sekarang ini sudah diperkirakan sebelumnya. Untuk itu pemerintah sudah berada pada posisi siaga menghadapi kondisi terburuk adanya musim kemarau tahun ini. Pemerintah dilaporkan juga menyiapkan dana Rp 1,7 triliun untuk mengatasi potensi kekeringan. Sedangkan di kementrian pertanian ada dana darurat yang bisa dimafaatkan untuk kondisi darurat Rp 2 triliun, seperti pergantian lahan puso gagal panen Rp 380 miliar. Bantuan tunai yang diberikan antara lain bantuan pupuk Rp 1,1 juta per hektar, dan bantuan pengolahan lahan Rp 2,6 juta per hektar.
Sedangkan kantor berita Halimun (jaringan ASTEKI) merilis laporan bahwa warga di sekitar pegunungan halimun sejak Agustus lalu menarik pipa sepanjang 950 meter dari hulu sungai Cipanas (Anak Citarik) ke dusun Cipeuteuy dan dusun Arendah untuk kebutuhan rumah tangga dan irigasi pertanian. Hal ini dilakukan karena debit air sungai menurun akibat jarang turun hujan. Selain itu selokan yang digunakan bukan hanya untuk kepentingan mengisi bak penampungan melainkan sebagai sarana irigasi pertanian.
“Karena debit air menurun, dengan terpaksa di siang hari air yang ada digunakan untuk mengairi sawah, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga air baru bisa dialirkan lagi pada malam hari,” tulis Halimun di halaman situsnya.
Sulitnya air yang terjadi belakangan ini bukan hanya dirasakan oleh masyarakat yang berada di dusun Cipeuteuy dan dusun Arendah saja, dusun Cisarua dan Pandan Arum juga mengalami hal serupa. Faktor utama penyebab kejadian ini adalah buruknya pengelolaan air dan sungai yang ada di desa tersebut.
Dari Jakarta, sebagaimana dirilis beberapa media nasional, Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengakui bahwa musim kemarau sekarang ini sudah diperkirakan sebelumnya. Untuk itu pemerintah sudah berada pada posisi siaga menghadapi kondisi terburuk adanya musim kemarau tahun ini. Pemerintah dilaporkan juga menyiapkan dana Rp 1,7 triliun untuk mengatasi potensi kekeringan. Sedangkan di kementrian pertanian ada dana darurat yang bisa dimafaatkan untuk kondisi darurat Rp 2 triliun, seperti pergantian lahan puso gagal panen Rp 380 miliar. Bantuan tunai yang diberikan antara lain bantuan pupuk Rp 1,1 juta per hektar, dan bantuan pengolahan lahan Rp 2,6 juta per hektar.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar