Tabir di Balik Pencabutan Permenhut No 62
Jakarta|Kotahujan.com-Setelah dicabutnya Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) no 62 tahun 2011, Kementerian Kehutanan kini kembali ke Peraturan No 614 tahun 1999. Pencabutan ini berlatarbelakang adanya beberapa pasal yang mesti dikaji ulang dan diuji kelayakannya. Dengan begitu ada kemungkinan Permenhut No 62 tahun 2011 bisa kembli digunakan. Hal ini dikatakan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan usai menghadiri Forest Indonesian Conference, di Hotel Shangri-La. Selasa, (27/09) kemarin.
“Resminya kemarin saya mengeluarkan surat keputusan,” terangnya pada wartawan.
Menteri Zulkifli menjelaskan, pencabutan itu bisa saja terjadi karenakan adanya penolakan keras dari beberapa pihak yang tidak menyetujui tentang peraturan tersebut. Tetapi, peraturan itu akan tetap diuji ulang kelayakannya.
Sebagaimana diketahui, keluarnya Permenhut No 62 tahun 2011 menimbulkan banyak penolakan dari berbagai pihak, salah satunya LSM Telapak yang dengan tegas menolak dikeluarkannya Permenhut No 62 tahun 2011. Seperti dikatakan sebelumnya oleh Juru Kampanye Hutan Telapak Abu Meridian beberapa waktu lalu, Dengan adanya peraturan ini, kawasan perkebunan bisa dikatakan sebagai kawasan perhutanan. Sedangakan jika dilihat dari keseluruhan, kawasan perhutanan tidak hanya berisikan pepohonan dan tanaman yang beragam tetapi juga dilihat dari habitat alam yang ada di dalamnya seperti mahluk hidup atau satwa-satwa yang ada.
“Justu dengan adanya peraturan itu, yang banyak diuntungkan adalah pihak perusahan swasta,” ungkapnya saat ditemui Kotahujan.com, sebelum Permenhut dikabarkan dicabut.
Sementara itu, hal berbeda diungkapkan Nana Suparna, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). Dengan kawasan perkebunan masuk kedalam kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), sebenarnya menguntukan untuk kehidupan perekonomian masyarakat sekitar lahan hutan. Karena, masyarakat sendiri belum lebih banyak mendapat hasil perekonomiannya dari pemanfaatan hutan.
“Jika memang kawasan perkebunan masuk ke dalam zona HTI masyarakat juga bisa merasakan manfaatnya karena bisa ikut mengolah lahan itu,” Paparnya.
Sawit dikenal sebagai tanaman monokultur yang sangat rakus air. Alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit dalam beberapa tahun terakhir, dituding banyak pihak sebagai salah satu penyebab kekeringan dan berkurangnya air tanah. Lahan kritis menjadi ancaman nyata keberadaan kebun sawit dalam skala besar. Jika sawit masuk kedalam kategori tanaman HTI, maka peluang deforestasi di Indonesia semakin besar
Laporan Kontributor : R Maeilana
“Resminya kemarin saya mengeluarkan surat keputusan,” terangnya pada wartawan.
Menteri Zulkifli menjelaskan, pencabutan itu bisa saja terjadi karenakan adanya penolakan keras dari beberapa pihak yang tidak menyetujui tentang peraturan tersebut. Tetapi, peraturan itu akan tetap diuji ulang kelayakannya.
Sebagaimana diketahui, keluarnya Permenhut No 62 tahun 2011 menimbulkan banyak penolakan dari berbagai pihak, salah satunya LSM Telapak yang dengan tegas menolak dikeluarkannya Permenhut No 62 tahun 2011. Seperti dikatakan sebelumnya oleh Juru Kampanye Hutan Telapak Abu Meridian beberapa waktu lalu, Dengan adanya peraturan ini, kawasan perkebunan bisa dikatakan sebagai kawasan perhutanan. Sedangakan jika dilihat dari keseluruhan, kawasan perhutanan tidak hanya berisikan pepohonan dan tanaman yang beragam tetapi juga dilihat dari habitat alam yang ada di dalamnya seperti mahluk hidup atau satwa-satwa yang ada.
“Justu dengan adanya peraturan itu, yang banyak diuntungkan adalah pihak perusahan swasta,” ungkapnya saat ditemui Kotahujan.com, sebelum Permenhut dikabarkan dicabut.
Sementara itu, hal berbeda diungkapkan Nana Suparna, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). Dengan kawasan perkebunan masuk kedalam kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), sebenarnya menguntukan untuk kehidupan perekonomian masyarakat sekitar lahan hutan. Karena, masyarakat sendiri belum lebih banyak mendapat hasil perekonomiannya dari pemanfaatan hutan.
“Jika memang kawasan perkebunan masuk ke dalam zona HTI masyarakat juga bisa merasakan manfaatnya karena bisa ikut mengolah lahan itu,” Paparnya.
Sawit dikenal sebagai tanaman monokultur yang sangat rakus air. Alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit dalam beberapa tahun terakhir, dituding banyak pihak sebagai salah satu penyebab kekeringan dan berkurangnya air tanah. Lahan kritis menjadi ancaman nyata keberadaan kebun sawit dalam skala besar. Jika sawit masuk kedalam kategori tanaman HTI, maka peluang deforestasi di Indonesia semakin besar
Laporan Kontributor : R Maeilana
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar