Tinjau Ulang dan Revisi Permenhut P.62/Menhut-II/2011
Bogor|Kotahujan.com-Keluarnya Peraturan Kementerian Kehutanan (Permenhut) No. P.62/Menhut-II/2011 yang memasukkan sawit sebagai salah satu jenis komoditas tanaman Hutan Tanaman Industri (HTI), disesalkan oleh Telapak, sebuah LSM lingkungan yang berbasis di Bogor. Terkait hal ini Telapak rencananya akan melakukan melayangkan surat untuk penijauan ulang atas Permenhut No. P.62/Menhut-II/2011 itu dan meminta kementerian kehutanan melakukan revisi terhadap peraturan yang telah disahkan.
“Rencananya hari ini kami akan melayangkan surat ke departemen kehutanan,” terang Abu Meridian, Juru Kampanye Hutan Telapak.
Selama ini kelapa sawit hanya digolongkan sebagai komoditas perkebunan, bukan kehutanan. Dan kelapa sawit hanya boleh dikembangkan pada kawasan di luar kawasan hutan produksi tetap dan kawasan budidaya non-kehutanan.
Dengan adanya peraturan ini, kawasan perkebunan bisa dikatakan sebagai kawasan perhutanan. Sedangakan jika dilihat dari keseluruhan, kawasan perhutanan tidak hanya berisikan pepohonan dan tanaman yang beragam tetapi juga dilihat dari habitat alam yang ada di dalamnya seperti mahluk hidup atau satwa-satwa yang ada.
Abu membeberkan, sejak sepuluh tahun terakhir telah terjadi penebangan hutan besar-besaran untuk kepentingan membangun kebun kelapa sawit. Saat ini pihaknya tengah melakukan kajian terhadap perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di kawasan hutan di Kalimantan Tengah.
Data Forest Watch Indonesia (FWI) menyebutkan, Provinsi Kalimantan Tengah merupakan daerah terbesar penyumbang deforestasi di Indonesia, sumbangan terbesarnya adalah aktivitas pembangunan kelapa sawit. Seiring dengan data tersebut Telapak menemukan 97 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang arealnya tumpang tindih dengan kawasan hutan tempat diberlakukannya moratorium izin eksploitasi.
“Dari ke 97 itu diantaranya ada 7 kelompok besar yang bermain,” bebernya ketika diwawancarai, Kamis, (22/09) kemarin.
Terkait surat yang akan dilayangkannya Abu menjelaskan. Jika surat kepada Kementerian Kehutanan tidak ditanggapi, berarti Departemen Kehutanan telah menyepelekan Moratoriom Presiden. Dan pihaknya akan terus melakukan sosialisai terhadap masyarakat.
“Jika tetap tidak di gubris kami akan tetap melakukan sosialisasi, karena ini jelas sangat bertentangan,” pungkasnya
Laporan Kontributor : R Maeilana
“Rencananya hari ini kami akan melayangkan surat ke departemen kehutanan,” terang Abu Meridian, Juru Kampanye Hutan Telapak.
Selama ini kelapa sawit hanya digolongkan sebagai komoditas perkebunan, bukan kehutanan. Dan kelapa sawit hanya boleh dikembangkan pada kawasan di luar kawasan hutan produksi tetap dan kawasan budidaya non-kehutanan.
Dengan adanya peraturan ini, kawasan perkebunan bisa dikatakan sebagai kawasan perhutanan. Sedangakan jika dilihat dari keseluruhan, kawasan perhutanan tidak hanya berisikan pepohonan dan tanaman yang beragam tetapi juga dilihat dari habitat alam yang ada di dalamnya seperti mahluk hidup atau satwa-satwa yang ada.
Abu membeberkan, sejak sepuluh tahun terakhir telah terjadi penebangan hutan besar-besaran untuk kepentingan membangun kebun kelapa sawit. Saat ini pihaknya tengah melakukan kajian terhadap perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di kawasan hutan di Kalimantan Tengah.
Data Forest Watch Indonesia (FWI) menyebutkan, Provinsi Kalimantan Tengah merupakan daerah terbesar penyumbang deforestasi di Indonesia, sumbangan terbesarnya adalah aktivitas pembangunan kelapa sawit. Seiring dengan data tersebut Telapak menemukan 97 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang arealnya tumpang tindih dengan kawasan hutan tempat diberlakukannya moratorium izin eksploitasi.
“Dari ke 97 itu diantaranya ada 7 kelompok besar yang bermain,” bebernya ketika diwawancarai, Kamis, (22/09) kemarin.
Terkait surat yang akan dilayangkannya Abu menjelaskan. Jika surat kepada Kementerian Kehutanan tidak ditanggapi, berarti Departemen Kehutanan telah menyepelekan Moratoriom Presiden. Dan pihaknya akan terus melakukan sosialisai terhadap masyarakat.
“Jika tetap tidak di gubris kami akan tetap melakukan sosialisasi, karena ini jelas sangat bertentangan,” pungkasnya
Laporan Kontributor : R Maeilana
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar