Nongkrong

  • Paling asik tuk' nongkrong di Bogor
      rss

3 per 4

  • Lalu lintas dan sudut-sudut jalan di Kota Bogor
      rss

Teladan

  • Memberi contoh dan teladan untuk lainnya
      rss

Komunitas

  • Semarak warga dalam berkarya
      rss

Inisiatif

  • berani mencoba dan berbuat tuk kita semua
      rss
. . . .

Admin Control Panel

New Post | Settings | Change Layout | Edit HTML | Monetize | Moderate Comments | Monetize | Stats | Sign Out
    • Info selengkapnya bisa dilihat di Stasiun Klimatologi Darmaga - Bogor Jl. Raya Darmaga Bogor Km 6,5 Kotak Pos 174 Bogor 16001 Telp.: (0251) 623018, 621192 Fax : (0251) 623018
Traffic Monitoring Bogor

Berita Terbarurss

Musik dan Senirss

Ekonomirss

Tokohrss

23 September 2011

Kekeringan dan Banjir Itu Saudara Kembar


Bogor|Kotahujan.com-Beberapa minggu terakhir Bogor mengalami peralihan cuaca lebih cepat dari wilayah lainnya di Jawa. Bisa dimaklumi karena wilayah ini dalam catatan BMKG masuk kedalam kawasan non zona musim, yang artinya memiliki catatan perubahan iklim yang berbeda prediksi sebagaimana zona musim lainnya. Saat orang masih ramai bicara kekeringan, sebagaian Bogor sudah terjadi hujan. Bahkan dampak perubahan dari kemarau ke musim hujan sudah terjadi dan sebagaian lainnya mengancam, yaitu banjir dan longsor. BMKG Stasiun Klimatologi Bogor sebelumnya mengingatkan akan terjadi hujan di bulan ke tiga September yang disertai angin kencang dan petir. Hal ini karena adanya peralihan cuaca dari kemarau ke musim hujan.

“Saya sarankan warga untuk waspada adanya perubahan cuaca yang cukup deras, meminimalisir resiko diperalihan cuaca nanti,” ujar Hendry Antoro, Kepala Seksi (Kasi) Data dan Informasi, Stasiun Klimatologi Dragama Bogor beberapa waktu lalu.

Beberapa lokasi pinggiran sungai ciliwung di Kota Bogor tengah giat dibangun talud disisi kiri dan kanan tebing sungai. Sungai ditembok untuk memastikan agar tidak terjadi longsor dan air segera mengalir cepat ke arah hilir, dengan tujuan menghindari terjadinya banjir dan genangan di titik yang ditalud.

Pembangunan seperti ini terasa 'benar' untuk sesaat dan untuk suatu tempat tertentu. Padahal jika ditilik dari kawasan satu daerah akiran sungai (DAS), setiap bagian sungai punya peran penyebab dan terkena dampak longsor dan banjir ini.

“Setiap bagian menyumbang dan punya peranan, juga jika saja dilihat dari masa waktu, bukan untuk penanggulangan saat banjir saja, tapi harus dilihat bagaimana saat musim kemarau tiba,” ungkap Rita Mustikasari, aktivis lingkungan dari Telapak Bogor.

Banjir dan kekeringan susul menyusul, merujuk artikel Agus Maryono dalam bukunya Menangani Banjir, Kekeringan dan Lingkungan. Mengingatkan kita semua bahwa banjir dan kekeringan itu saudara kembar, seperti dua muka dalam satu keping mata uang. Faktor penyebab kekeringan sama persis seperti faktor penyebab banjir. Semua faktor yang menyebabkan kekeringan akan bergulir mendorong terjadinya banjir.

Beberapa faktor penyebab banjir dan kekeringan, sebagaimana paparan Agus Maryono, karena adanya iklim ekstrim (kemarau ekstrim dan hujan ekstrim), penurunan daya dukung DAS yang dicirikan alih fungsi dan tata-guna lahan dari daerah tangkapan hujan dengan koefisien aliran permukaan (koeffisein run-off) rendah berubah menjadi tanah terbuka dengan koeffisien run-off tinggi. Kemudian pola pembangunan sungai dengan normalisasi, pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul sisi, pembetonan dinding tebing dan pengerasan tampang sungai. Inti dari pola ini adalah mengusahakan air banjir secepat-cepatnya dialirkan ke hilir.

Kesalahan perencanaan dan implementasi pengembangan kawasan bisa menjadi biang kekeringan dan banjir. Perencanaan wilayah dan implementasinya yang belum memasukkan faktor konservasi sumberdaya air menjadi faktor dominan. Perubahan kawasan tutupan Daerah Aliran Sungai yang menjadi daerah hunian mencapai sepertiga dari keseluruhan DAS, menunjukkan kawasan itu sudah rusak. Sebagaimana terjadi di banyak kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, Samarinda dan Pontianak.

Faktor berikutnya adanya kesalahan konsep drainasi. Saat ini banyak diterapkan pembangunan drainase konvensional dimana air secapatnya dialirkan ke sungai dan selanjutnya ke hilir. Padahal bisa dilakukan konsep drainase ramah lingkungan, yaitu mengalirkan kelebihan air di suatu kawasan dengan cara merespkannya ke tanah, atau secara bertahap dan alamiah dialirkan ke sungai. Misalnya pembangunan embung atau bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpasan ( run off) serta sumber air lainnya. Juga dengan membuat kolam kecil untuk menampung air hujan di kawasan pemukiman.

Lebih mendasar adalah faktor sosio-hidraulik, kesadaran sosial masyarakat terkait persoalan air dan konservasinya. Pentingnya pemahaman hulu-hilir, pembuangan sampah baik rumah tangga atau industri, pembukaan tanaman tutupan lahan sebagai daerah tangkapan air, pengambilan air tanah besar-besaran, intrusi air laut, dan lain sebagainya.

Sumber Informasi : Agus Maryono, Menangani Banjir, Kekeringan dan Lingkungan, Gadjah Mada University Press. 2005..
Informasi tambahan oleh kontributor : Rita Mustikasari



Publikasikan ...

Tautan halaman ini.








0 komentar:

Posting Komentar

Loading...

Kabar Pilihanrss

Komunitasrss

Agendarss

Lingkunganrss

Seputar Bogorrss

Perubahan Iklimrss

top  

V O D (Beta)

  • Berita dalam gambar dan suara
      rss

Tata Ruang

  • Tata kelola Bogor
      rss

Wisata

  • Segarkan diri dari penatnya hari
      rss

Kuliner

  • Sajian terbaik di sudut kota
      rss

Pinggiran

  • Dipinggirkan dan terpinggirkan
      rss
TopBottom
  © Kantor Berita ASTEKI / TELAPAK Jawa Barat KoTa HuJaN 2008
didukung oleh tPort Integration dan Blogger | Back to TOP  
  • Twitter
  • Twitter
tutup [x]