Revisi Perda Pengelolaan Lingkungan Hidup Tak Sentuh Lingkungan Sungai
Baranangsiang|Kotahujan.com-Nyaris tak terdengar, demikian proses revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor. Perda produk empat tahun lalu itu kabar terakhir tengah direvisi dan dilakukan pengkajian ulang oleh Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor, menyesuaikan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Raperda ini sudah diusulkan sejak Juli lalu, diantaranya mengatur ketentuan tentang pengendalian dan pemanfaatan air tanah. Meski judulnya Pengelolaan Lingkungan Hidup, Perda ini anehnya tak mengurus air permukaan seperti lingkungan sungai. Sebuah persoalan yang sesungguhnya 'dekat' dan terlihat sebagai masalah di kota Bogor.
“Rasanya Perda ini seperti sebuah Perda yang perfeksionis, cenderung sempurna membahas segala sesuatu detail, mengatur semuanya. Tapi lupa dengan permasalahan yang lebih dekat yang dialami warganya. Sungai dan sampah adalah contoh yang paling sederhana,” demikian diungkapkan Hapsoro, warga Bogor yang juga pegiat Komunitas Peduli Ciliwung (KPC).
Kota Bogor dengan sejarah panjang yang kental, tak terpisahkan dari dua sungai sungai besar, yakni Ciliwung dan Cisadane. Kondisinya dua sungai besar yang melintasi Kota Bogor itu terbukti tercemar limbah dan sampah sehingga tidak layak konsumsi. Kalau berbicara masalah lingkungan air mulai dari kulitas dan kuantitas di kota Bogor, mestinya harus menyangkut ke lingkungan dua sungai itu. Tidak dibahasnya lingkungan sungai secara khusus dalam Perda ini menurut Hapsoro menjadi hal yang menggelitik. Padahal cukup dengan mata telanjang bisa disaksikan bagaimana buruknya lingkungan kedua sungai tersebut.
“Yang saya lihat paling gampang itu ya dua sungai ini kondisinya bagaimana. Airnya penuh dengan sampah. Tidak perlu melakukan pengukuran bagaimana kebersihan air sungai ini, cukup dengan mata telanjang kita bisa melihat bahwa sungai di Bogor ini jelek,” paparnya.
Revisi Perda berkenaan dengan air tanah kini diperjelas termasuk pengaturan teknis pengelolaannya yang masuk dalam salah satu pasal. Tujuan dari pengaturan tentang pengendalian dan pemanfaatan air tanah adalah untuk memperbaiki zona rusak, kritis dan rawan serta membatasi penggunaan air tanah. Dijelaskan pula bahwa perbaikan dimaksud dilakukan dengan cara merehabilitasi melalui pembuatan sumur resapan, sumur imbuhan dan teknologi imbuhan buatan lainnya. Selain itu juga mengatur sarana transportasi, konservasi keanekaragaman hayati, limbah, sampah dan kebisingan. Bahkan Perda tersebut juga mengatur secara khusus tentang pencemaran udara dari asap rokok, yang sesungguhnya telah ada Perda tersendiri tentang rokok.
Dihubungi melalui nomor pribadinya, salah satu anggota Pansus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor Oyok Sukardi mengatakan. Saat ini Perda tersebut masuk kedalam tahap revisi, namun masih dalam tahap pengkajian ulang dan masih perlu ada pembahasan lebih lanjut lagi.
Mengenai pengelolaan sampah dan sungai, Oyok berujar untuk pengelolaan sampah sudah ada perda tersendiri, begitu juga untuk mengatasi masalah sungai meski di Perda yang akan direvisi ini sedikit membahas tentang penyempitan sungai yang sudah banyak terjadi di Kota Bogor.
“Jadi untuk pengelolaan sampah sudah ada Perdanya sendiri mas,” terang Oyok yang juga ketua Komisi B DPRD Kota Bogor.
Sayangnya meski menyangkut hajat hidup warga Bogor, gaung peraturan pengelolaan lingkungan hidup ini kurang begitu terdengar. Sesempurna apapun Perda-nya nanti, belum tentu bisa berjalan baik dan bisa menjadi panduan pengelolaan lingkungan yang baik di kota Bogor. Ini adalah masalah pemkot Bogor mensosialisasikan Perda yang mereka buat. Hapsoro sendiri mengaku baru tahu ada Perda ini setelah dia diundang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum akhir September lalu di DPRD kota Bogor . Saat itu hadir juga KAMMI Bogor, KNPI Bogor, Unitex, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bogor, RS PMI Bogor, RS Karya Bhakti Bogor, Goodyear, LSM dan sejumlah undangan lain.
“Ada dua hal yang mempengaruhi optimisme saya. Pertama saya memang nggak pernah dengar Perda itu, artinya mungkin ada puluhan atau ratusan ribu orang lagi yang sesama warga Bogor yang nasibnya seperti saya yang tidak pernah tahu ada perda lingkungan,” Pungkas Hapsoro.
“Rasanya Perda ini seperti sebuah Perda yang perfeksionis, cenderung sempurna membahas segala sesuatu detail, mengatur semuanya. Tapi lupa dengan permasalahan yang lebih dekat yang dialami warganya. Sungai dan sampah adalah contoh yang paling sederhana,” demikian diungkapkan Hapsoro, warga Bogor yang juga pegiat Komunitas Peduli Ciliwung (KPC).
Kota Bogor dengan sejarah panjang yang kental, tak terpisahkan dari dua sungai sungai besar, yakni Ciliwung dan Cisadane. Kondisinya dua sungai besar yang melintasi Kota Bogor itu terbukti tercemar limbah dan sampah sehingga tidak layak konsumsi. Kalau berbicara masalah lingkungan air mulai dari kulitas dan kuantitas di kota Bogor, mestinya harus menyangkut ke lingkungan dua sungai itu. Tidak dibahasnya lingkungan sungai secara khusus dalam Perda ini menurut Hapsoro menjadi hal yang menggelitik. Padahal cukup dengan mata telanjang bisa disaksikan bagaimana buruknya lingkungan kedua sungai tersebut.
“Yang saya lihat paling gampang itu ya dua sungai ini kondisinya bagaimana. Airnya penuh dengan sampah. Tidak perlu melakukan pengukuran bagaimana kebersihan air sungai ini, cukup dengan mata telanjang kita bisa melihat bahwa sungai di Bogor ini jelek,” paparnya.
Revisi Perda berkenaan dengan air tanah kini diperjelas termasuk pengaturan teknis pengelolaannya yang masuk dalam salah satu pasal. Tujuan dari pengaturan tentang pengendalian dan pemanfaatan air tanah adalah untuk memperbaiki zona rusak, kritis dan rawan serta membatasi penggunaan air tanah. Dijelaskan pula bahwa perbaikan dimaksud dilakukan dengan cara merehabilitasi melalui pembuatan sumur resapan, sumur imbuhan dan teknologi imbuhan buatan lainnya. Selain itu juga mengatur sarana transportasi, konservasi keanekaragaman hayati, limbah, sampah dan kebisingan. Bahkan Perda tersebut juga mengatur secara khusus tentang pencemaran udara dari asap rokok, yang sesungguhnya telah ada Perda tersendiri tentang rokok.
Dihubungi melalui nomor pribadinya, salah satu anggota Pansus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor Oyok Sukardi mengatakan. Saat ini Perda tersebut masuk kedalam tahap revisi, namun masih dalam tahap pengkajian ulang dan masih perlu ada pembahasan lebih lanjut lagi.
Mengenai pengelolaan sampah dan sungai, Oyok berujar untuk pengelolaan sampah sudah ada perda tersendiri, begitu juga untuk mengatasi masalah sungai meski di Perda yang akan direvisi ini sedikit membahas tentang penyempitan sungai yang sudah banyak terjadi di Kota Bogor.
“Jadi untuk pengelolaan sampah sudah ada Perdanya sendiri mas,” terang Oyok yang juga ketua Komisi B DPRD Kota Bogor.
Sayangnya meski menyangkut hajat hidup warga Bogor, gaung peraturan pengelolaan lingkungan hidup ini kurang begitu terdengar. Sesempurna apapun Perda-nya nanti, belum tentu bisa berjalan baik dan bisa menjadi panduan pengelolaan lingkungan yang baik di kota Bogor. Ini adalah masalah pemkot Bogor mensosialisasikan Perda yang mereka buat. Hapsoro sendiri mengaku baru tahu ada Perda ini setelah dia diundang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum akhir September lalu di DPRD kota Bogor . Saat itu hadir juga KAMMI Bogor, KNPI Bogor, Unitex, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bogor, RS PMI Bogor, RS Karya Bhakti Bogor, Goodyear, LSM dan sejumlah undangan lain.
“Ada dua hal yang mempengaruhi optimisme saya. Pertama saya memang nggak pernah dengar Perda itu, artinya mungkin ada puluhan atau ratusan ribu orang lagi yang sesama warga Bogor yang nasibnya seperti saya yang tidak pernah tahu ada perda lingkungan,” Pungkas Hapsoro.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar