Ony Mahardika: Menggalang Beasiswa Anak Lumpur Melalui Media
Dalam sebuah komunikasi singkat, cukup terenyuh dan haru ketika saya mendengar bahwa video dokumenter yang kami buat pada tahun 2006 masih berguna dan tetap digunakan oleh Ony. Lewat video tersebut, Ony mempresentasikan kepada para pihak dan kelompok-kelompok warga yang bersimpati dengan awal mula terjadinya bencana lumpur.
Ony yang saya kenal masih tetap bersahaja. Ketika seorang kawan bertanya dulu kuliah dimana? Dengan logat Jawa timur-an yang kental ia berkata “saya ‘ndak sekolah mas, sekolahnya ya di lapangan”. Ony memang tidak memiliki ijazah sarjana, bersama sang istri Yuliani dan kawan-kawan aktivis kemanusiaan lain, mereka sibuk menggalang aksi kemanusiaan korban lumpur Lapindo. Jika dulu bersama kelompok jaringan aktivis, ia sibuk mengurusi pengungsi, saat ini bersama Sahabat Anak Lumpur (SAL) mereka sibuk menggalang dana untuk memperjuangkan masa depan anak-anak korban lumpur yang terhenti sekolahnya karena orangtuanya sudah tidak mampu lagi menyekolahkan mereka.
Hingga saat ini total terdapat 212 anak yang mendapat beasiswa dari SAL. Tidak saja memberikan donasi, kelompok ini aktif melobi pihak akademisi. Salah satunya berhasil mengantarkan seorang anak korban lumpur yang pada akhirnya dibebaskan dari kewajiban pembayaran SPP di sebuah Universitas negeri ternama di Surabaya.
Dengan menggunakan fasilitas new media saat ini, yaitu Facebook, gerakan donasi beasiswa bagi anak korban lumpur mulai bergeliat. Dimulai sejak Agustus lalu, tidak kurang 300 anggota yang mendonasikan dana hingga terkumpul lebih kurang Rp. 38 juta dan disalurkan langsung pada korban lumpur. Kini gerakan ini terus bergulir hingga berhasil terkumpul Rp. 20 juta lebih. Sebagai bentuk transparansi publik, secara rutin, kelompok ini melaporkan dana yang masuk dari para donatur dan pengeluaran yang dilakukannya melalui facebook
Selain menggalang dukungan melalui komunitas dunia maya, SAL juga memiliki sanggar, tempat berkumpul komunitas dan voluntir. Mereka merekam feature sederhana iklan layanan masyarakat yang kemudian diputar di radio-radio komunitas dan swasta di wilayah Surabaya dan Malang Raya. Ketika memperdengarkan hasil feature tersebut kepada saya, mengalun suara Andi Fadly Arifuddin alias Fadly, vokalis Padi, yang merupakan salah satu pemberi donasi bagi kelompok ini.
Tidak saja pasif menunggu, Ony dan SAL pun menggerakkan anak-anak sanggar untuk memproduksi kaos, -sebuah suvenir bagi para donatur yang telah membantu gerakan ini. Aktivitas lain adalah‘mengamen’ yang menampilkan kreatif seni anak-anak Porong korban lumpur di berbagai kalangan dan event kesempatan. Tidak sedikit kalangan yang telah dikunjunginya, mulai dari kalangan mahasiswa kampus, organisasi kemasyarakatan dan sosial hingga selebriti ia sambangi.
Mengutip kepada penelitian yang dilakukan oleh Merlyna Lim (2011) tentang demokratisasi dan korporatisasi media di Indonesia, isu tentang korban lumpur Lapindo tidak menjadi populer di publik luas, karena kemasan informasi yang selama ini dibangun terlalu rumit dan sulit dicerna. Ditambah lagi, terlalu banyak kepentingan dan pengalihan isu yang dilakukan, yang pada akhirnya telah menenggelamkan isu utamanya sendiri, yaitu bagaimana tentang nasib orang-orang yang berdiam di wilayah semburan lumpur itu sendiri.
Ony dan kelompok SAL dengan tepat dan bahasa sederhana telah mampu secara tepat masuk melalui the common sense, dengan memilih persoalan pendidikan dan masa depan bagi anak-anak. Melalui isu yang dibangun gerakan ini, publik dapat langsung mengerti tentang persoalan yang ada dan apa yang diharapkan dari mereka.
Penggunaan media dengan cara tepat dapat berguna untuk mendorong upaya-upaya kerja kemanusiaan. Perkembangan media baru yang dikombinasikan dengan aksi langsung hingga saat ini telah berbuah dengan baik.
Tentunya kerja masing panjang, ini baru permulaan melangkah. Seperti yang dikatakan Ony tentang rencana kedepannya SAL
“Kami berencana untuk mengumpulkan penggalangan dana hingga Rp 1 milyar sebagai dana abadi, kalau saja ada satu juta orang yang menyumbangkan dana, masing-masing sebesar seribu rupiah saja, maka dari bunga yang diperoleh perbulannya akan mampu untuk digunakan untuk membiayai anak-anak korban lumpur yang lainnya”.
Atas aksinya bersama relawan lainnya itu, tepat kiranya Asosiasi Televisi Kerakyatan Indonesia menyematkan ASTEKI Award kategori Kerja sosial Kemasyarakatan Melalui Media kepada Ony dan Sahabat Anak Lumpur. (RR)
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar