Seruat II: Antara Restorasi Lingkungan dan Pemenuhan Konsumsi Dunia akan Minyak Sawit
Bogor 18 Juni 2010
Permasalahan lingkungan dan sosial sebagai akibat dari perubahan iklim dan prilaku dan kebiasan hidup kebutuhan hidup masyarakat tidak hanya terjadi dikota Bogor. Kerusakan dan kemunduran kualitas lingkungan dan kemunduran nilai-nilai kehidupan masyarakat sebagai akibat usaha pemenuhan kebutuhan pasar dan industri minyak nabati dunia dari palm oil yang berhubungan langsung dengan pola pemenuhan kebutuhan hidup masyarkat dunia. Permintaan kebutuhan pasar dunia akan minyak nabati dituding sebagai sumber utama permasalahan akan kerusakan ekosistem hutan dan kawasan gambut disejumlah besar wilayah Indonesia. Desa Seruat II Kab Kubu merupakan desa di Kalimantan barat yang merasakan pengalaman langsung sebagai akibat dari perubahan iklim dan lingkungan akibat industri pemenuhan konsumsi minyak nabati dunia yang semakin hari semakin besar.
Karakter fisik wilayah desa di dominasi oleh perkebunan tanaman kelapa diatas kawasan gambut bersisian dengan kanal-kanal yang sengaja dibangun untuk memudahkan aksesibilitas masyarakat desa dengan transportasi perahu kecil berdayung dan bermotor serta sirkulasi air dari perkebunan kelapa dari kawasan hutan desa yang sempat beberapa dekade belakangan memberikan limpahan air yang mengairi kanal-kanal desa dengan air tawar melewati perkebunan tanaman kelapa dan tanaman kopi mereka. Dengan luas desa yang diperkirakan berjumlah ratusan hektar tersebut sebagian besar wilayahnya dipenuhi perkebunan tanaman kelapa masyarakat yang merupakan bagian dari industri minyak nabati (minyak makan) dari olahan produk kopra berasal dari daging buah kelapa.
Masyarakat Desa Seruat II sebelumnya mengandalkan perekonomian keluarga dari perkebunan kelapa, tanaman kopi rakyat dan peladangan tanaman padi berpindah yang ditanam menggunakan kanal-kanal yang dibangun saling menghubungkan desa-desa satu dengan lainya dan metoda peladangan berpindah pada area hutan desa serta sektor perikanan tangkap laut.
Menurut Daeng Punna yang saat ini berumur diatas 70 tahun serta merupakan keturunan pertama dari pendatang suku Bugis bahwa beberapa dekade tahun belakangan ini masyarakat desa rumah kediaman masyarakat desa banyak yang berpindah ke daerah hulu, ke desa tetangga atau ke Ibukota Provinsi Kalbar, Pontianak yang dapat ditempuh selama 3.5 jam perjalanan darat dan sungai.Hingga saat ini beberapa rumah sekitar kediaman telah ditinggalkan penghuninya kearah hulu desa Seruat, desa-desa tetangga hingga ke ibukota Pontianak.
Sebagai akibatnya banyak infrastruktur pribadi, sosial dan umum yang ditinggal oleh masyarakat desa. Banyaknya rumah-rumah tidak berpenghuni dan rusak serta fasilitas pendidikan dan kesehatan yang telah disediakan menjadi aset yang kurang berharga.
Beberapa infrastruktur seperti SDN 04 Desa tidak lagi ramai terisi siswa seperti 4 tahun sebelumnya. Hingga saat ini jumlah siswa tidak sampai separuh dari kapasitas sekolah yang tersedia. Kondisi ini berdampak pada menurunnya kualitas pendidikan sekolah tersebut yang juga disebabkan oleh berkurangnya jumlah guru yang ditugaskan mengajar di desa tersebut. Hingga kini tenaga pengajar pada SD tersebut berjumlah tiga orang guru termasuk kepala sekolah.
Tidak hanya kondisi infrastruktur dan fasilitas pendidikan yang mengalami kemunduran di desa Seruat II Fasilitas dan infrastruktur kesehatan fasilitas pelayanan pengobatan masyarakat juga menjadi sering tutup ditinggalkan oleh petugas kesehatan yang merasa kesepian di diwilayah desa yang sebagian besar telah ditinggalkan penduduknya tersebut. Seperti diungkap oleh kepala sekolah SDN 04 Desa beberapa kali masyarakat desa yang datang dengan kondisi sakit parah, kecewa karena petugas yang telah ditempatkan tidak selalu berada ditempat sehingga warga sakit harus mencari fasilitas pengobatan lain diluar desa.
Eksodus besar-besaran penduduk desa penduduk desa juga dibenarkan oleh Zakaria yang merupakan kepala desa Seruat II. Tetapi ia tidak dapat menjelaskan secara persis berapa jumlah KK yang berpindahan domisili dari desa tersebut. Menurut Zakaria perpindahan besar-besaran masyarakat desa tersebut karena perkebunan kelapa yang merupakan sumber pendapatan utama masyarakat desa selain dahulu tanaman kopi, banyak yang mati karena terendam oleh air asin laut sehingga pendapatan masyarakat desa berkurang beberapa tahun belakangan akibat kondisi ini. Ribuan pohon kelapa yang merupakan sumber pendapatan masyarakat desa banyak yang mati terendam air. Masyarakat menduga hal ini disebabkan oleh masuknya air asin kedalam wilayah desa dan terdapatnya hama kumbang yang memakan umbud tanaman.
Masyakat desa juga menyakini masuknya air laut kedalam wilayah desa juga didukung oleh semakin berkurangnya kawasan hutan desa yang saat ini sedang dikelola oleh PT Sintang Raya (perusahan perkebunan kelapa sawit) dengan membuka lahan-lahan hutan desa untuk ditanami bibit sawit. Masyarakat mempercayai hutan desa mereka memiliki potensi cadangan air tawar hutan memenuhi kebutuhan air tawar desa untuk konsumsi sehari-hari masyarakat desa. Sebagai akibatnya jumlah air tawar yang mengaliri kanal-kanal penyuplai air untuk konsumsi masyarakat desa tidak lagi memberikan asupan air tawar yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi keseharian masyarakat desa dan mampu menetralisir interupsi air laut kedalam kawasan desa.
Seperti dijelaskan Sarbino yang merupakan peneliti dan pengajar universitas Tanjung Pura Pontianak Kalbar, tanaman kelapa tersebut mengalami hambatan pertumbuhan, karena pernafasan tanaman kelapa terhambat akibat genangan dan rendaman air asin laut yang sedang terjadi. Tanaman kelapa tersebut tidak dapat melakukan sirkulasi pernafasan dengan baik karena tidak diikuti dengan rendaman air tawar yang biasa dipasok dari wilayah hulu desa yang tadinya merupakan hutan desa sebelum terkena konversi peruntukan lahan hutan untuk kebutuhan pengembangan perkebunan kelapa sawit oleh industri yang dikelola oleh PT Sintang Raya.
Saat ini wilayah hulu desa yang tadinya merupakan kawasan hutan desa dan tetap diinginkankan menjadi kawasan cadangan sumber limpahan air tawar tersebut semakin berkurang, karena saat ini sedang terjadi perluasan areal perkebunan pada wilayah administrasi desa tersebut.
Setiap terdapat kesempatan dialog antara PT Sintang Raya, Pemerintah Daerah Kab. Kubu dan masyarakat, desa selalu menolak rencana perluasan perkebunan sawit tersebut. Meskipun demikian perusahan tetap merengsek masuk mengkonversi kawasan hutan yang masyarakat percayai wilayah tersebut masih merupakan wilayah bagian desa yang hingga saat ini tidak pernah merasa mereka lepaskan kepada pihak lain, terutama PT Sintang Raya untuk perkebunan sawit. Tetapi pada situasi dan kondisi dilapangan perusahan tetap membabat hutan hingga mengalihkan arah aliran air hutan ke sungai Kapuas. Menurut Syamsudin yang merupakan BPD desa Seruat II pengalihan aliran ini menjadi penyebab berkurangnya debit air tawar yang seharusnya mengalir ke desa mereka.
Yunus yang merupakan Bendahara desa berasumsi terdapat praktik KKN pada perluasan industri kelapa sawit didesa ini. Karena meski masyarakat telah menolak dan mengirimi surat hingga pemerintah daerah Kab Kubu dan hingga Bupati telah mengeluarkan surat pemberhentian perluasan perkebunan tersebut, tetap saja PT Sintang Raya membuka lahan warga diakui milik warga. Hingga saat ini data luasan desa yang menjadi telah menjadi HGU PT Sintang Raya masih tumpang tindih. Bahkan kepala desa Seruat II tidak dapat menjelaskan ketika ditanya bagaimana prosesnya PT Sintang hingga dapat mengelola lahan masyarakat yang berada masih didalam administrasi desa.
Air tawar hasil hutan yang mereka percaya dapat melawan interupsi air laut berkurang pasokannya terutama disaat musim panas. Selain akibat bertambah tingginya permukaan air laut dan berkurangnya kawasan hutan desa mereka yang diharapkan dapat menyediakan air tawar untuk kebutuhan konsumsi desa hal tersebut juga mengakibatkan menurunnya kualitas air sumur-sumur masyarakat menjadi air payau. Kualitas air tawar sumur-sumur penduduk berkurang terutama pada musim kemarau.
Perpindahan penduduk besar-besaran ke arah hulu desa hingga keluar desa, lumpuhnya perekonomian desa akibat matinya tanaman kelapa dan permasalahan pemenuhan kebutuhan air tawar konsumsi masyaraat serta rusaknya kawasan hutan dan gambut akibat perluasan perkebunan sawit merupakan fenomena yang sedang terjadi di desa Seruat II. Hal ini berdampak langsung pada perubahan lingkungan dan sosial masyarakat desa.
Masyarakat desa menduga interupsi atau fenomena masuknya air laut kedalam desa merupakan bagian dari perubahan iklim yang sedang terjadi. Mereka menduga hal tersebut merupakan dampak pemanasan suhu bumi sebagai akibat dari perubahan iklim yang sedang terjadi dan banyak dibicarakan masyarakat dunia. Wikipedia Indonesia menuliskan terjadi peningkatan rata-rata 1mm/ tahun dekade ini sebagai akibat dari fenomena mencairnya permukaan es dan wilayah tutupan es di kutub utara dan selatan bumi.
Tingginya permintaan pemenuhan kebutuhan masyarakat dunia akan minyak sawit ini menyebabkan semakin tingginya laju kerusakan hutan dan kerusakan kawasan gambut yang menurut para peneliti dunia merupakan dua wilayah ekosistem yang paling mampu menyimpan jutaan kubik karbon yang beredar di udara. Hingga saat ini kawasan hutan dan kawasan gambut merupakan kawasan yang paling banyak menyumbangkan jasa lingkungan yang banyak berhubungan langsung dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia. Hutan dan kawasan gambut khususnya kawasan pesisir Indonesia sangat terbebani oleh tingginya permintaan minyak nabati dari minyak sawit yang juga merupakan sumber energi terbaharukan / minyak bio diesel serta kebutuhan konsumsi minyak nabati masyarat dunia.
Banyaknya jumlah karbon di udara yang dilepaskan oleh sisa bakaran industri dan asap kendaraan semakin menambah suhu permukaan dan kenaikan permukaan air laut yang dewasa ini sangat mudah sekali untuk dikenali dan sedang terjadi dihadapan kita semua. Semakin banyaknya jumlah karbon yang terdapat di udara sebagai dampak pemenuhan konsumsi minyak nabati dunia sejumlah 169 juta ton dimana minyak kelapa sawit menyumbangkan 46.6 juta ton dari jumlah kebutuhan setiap tahun. Diperkirakan pada tahun 2020 sebesar 234 juta ton minyak nabati diperlukan untuk memenuhi kebutuhan 7.8 milyar masyarakat dunia. Berdasarkan jumlah tersebut terjadi kenaikan kebutuhan dunia pada tahun 2020 sebesar 50%.
Selain permintaan minyak nabati demikian tinggi meningkat dari tahun ke tahun ternyat bank dunia tengah mendorong upaya pengembangan sawit dengan menyiapkan pinjaman untuk pengembangan sawit setelah sebelumnya Bank Dunia sempat menghentikan pinjaman karena isu lingkungan dan sosial yang terjadi.
Menurut Derom Bangun yang dipilih sebagai penasihat eksternal Bank Dunia, sektor industri kelapa sawit saat ini adalah sektor yang paling memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Upaya pelaksanaan skema perdagangan karbon dengan harapan dapat menjaga keutuhan ekosistem hutan dan kawasan hutan bakau dengan upaya pelaksanaan REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) yang rentjananya akan dilaksanakan pada tahun 2012 nanti di Indonesia sepertinya tidak banyak membantu perbaikan kondisi lingkungan hutan dan hutan gambut. Karena skema tersebut tidak berhubungan dengan perbaikan pola konsumsi dan produksi akan minyak nabati pada masyarakat dunia. Tetapi justru mempertahankan industri-industri internasional besar untuk tetap dapat produksi untuk kebutuhan konsumsi minyak nabati dunia.
Sedangkan Desa Seruat II merupakan penghasil minyak nabati dari kopra yang dihasilkan daging buah kelapa. Awalnya desa tersebut mampu menghasilkan 150 ton/bulan, namun saat ini hanya mampu memproduksi sebanyak 40 ton/bulan saja. Saat ini didesa Seruat II industri besar perusahan minyak kelapa sawit mulai menggantikan industri minyak nabati masyarakat desa Seruat II yang telah turun temurun menjadi sumber penggerak perekonomian desa setempat.
Permasalahan lingkungan dan sosial sebagai akibat dari perubahan iklim dan prilaku dan kebiasan hidup kebutuhan hidup masyarakat tidak hanya terjadi dikota Bogor. Kerusakan dan kemunduran kualitas lingkungan dan kemunduran nilai-nilai kehidupan masyarakat sebagai akibat usaha pemenuhan kebutuhan pasar dan industri minyak nabati dunia dari palm oil yang berhubungan langsung dengan pola pemenuhan kebutuhan hidup masyarkat dunia. Permintaan kebutuhan pasar dunia akan minyak nabati dituding sebagai sumber utama permasalahan akan kerusakan ekosistem hutan dan kawasan gambut disejumlah besar wilayah Indonesia. Desa Seruat II Kab Kubu merupakan desa di Kalimantan barat yang merasakan pengalaman langsung sebagai akibat dari perubahan iklim dan lingkungan akibat industri pemenuhan konsumsi minyak nabati dunia yang semakin hari semakin besar.
Karakter fisik wilayah desa di dominasi oleh perkebunan tanaman kelapa diatas kawasan gambut bersisian dengan kanal-kanal yang sengaja dibangun untuk memudahkan aksesibilitas masyarakat desa dengan transportasi perahu kecil berdayung dan bermotor serta sirkulasi air dari perkebunan kelapa dari kawasan hutan desa yang sempat beberapa dekade belakangan memberikan limpahan air yang mengairi kanal-kanal desa dengan air tawar melewati perkebunan tanaman kelapa dan tanaman kopi mereka. Dengan luas desa yang diperkirakan berjumlah ratusan hektar tersebut sebagian besar wilayahnya dipenuhi perkebunan tanaman kelapa masyarakat yang merupakan bagian dari industri minyak nabati (minyak makan) dari olahan produk kopra berasal dari daging buah kelapa.
Masyarakat Desa Seruat II sebelumnya mengandalkan perekonomian keluarga dari perkebunan kelapa, tanaman kopi rakyat dan peladangan tanaman padi berpindah yang ditanam menggunakan kanal-kanal yang dibangun saling menghubungkan desa-desa satu dengan lainya dan metoda peladangan berpindah pada area hutan desa serta sektor perikanan tangkap laut.
Menurut Daeng Punna yang saat ini berumur diatas 70 tahun serta merupakan keturunan pertama dari pendatang suku Bugis bahwa beberapa dekade tahun belakangan ini masyarakat desa rumah kediaman masyarakat desa banyak yang berpindah ke daerah hulu, ke desa tetangga atau ke Ibukota Provinsi Kalbar, Pontianak yang dapat ditempuh selama 3.5 jam perjalanan darat dan sungai.Hingga saat ini beberapa rumah sekitar kediaman telah ditinggalkan penghuninya kearah hulu desa Seruat, desa-desa tetangga hingga ke ibukota Pontianak.
Sebagai akibatnya banyak infrastruktur pribadi, sosial dan umum yang ditinggal oleh masyarakat desa. Banyaknya rumah-rumah tidak berpenghuni dan rusak serta fasilitas pendidikan dan kesehatan yang telah disediakan menjadi aset yang kurang berharga.
Beberapa infrastruktur seperti SDN 04 Desa tidak lagi ramai terisi siswa seperti 4 tahun sebelumnya. Hingga saat ini jumlah siswa tidak sampai separuh dari kapasitas sekolah yang tersedia. Kondisi ini berdampak pada menurunnya kualitas pendidikan sekolah tersebut yang juga disebabkan oleh berkurangnya jumlah guru yang ditugaskan mengajar di desa tersebut. Hingga kini tenaga pengajar pada SD tersebut berjumlah tiga orang guru termasuk kepala sekolah.
Tidak hanya kondisi infrastruktur dan fasilitas pendidikan yang mengalami kemunduran di desa Seruat II Fasilitas dan infrastruktur kesehatan fasilitas pelayanan pengobatan masyarakat juga menjadi sering tutup ditinggalkan oleh petugas kesehatan yang merasa kesepian di diwilayah desa yang sebagian besar telah ditinggalkan penduduknya tersebut. Seperti diungkap oleh kepala sekolah SDN 04 Desa beberapa kali masyarakat desa yang datang dengan kondisi sakit parah, kecewa karena petugas yang telah ditempatkan tidak selalu berada ditempat sehingga warga sakit harus mencari fasilitas pengobatan lain diluar desa.
Eksodus besar-besaran penduduk desa penduduk desa juga dibenarkan oleh Zakaria yang merupakan kepala desa Seruat II. Tetapi ia tidak dapat menjelaskan secara persis berapa jumlah KK yang berpindahan domisili dari desa tersebut. Menurut Zakaria perpindahan besar-besaran masyarakat desa tersebut karena perkebunan kelapa yang merupakan sumber pendapatan utama masyarakat desa selain dahulu tanaman kopi, banyak yang mati karena terendam oleh air asin laut sehingga pendapatan masyarakat desa berkurang beberapa tahun belakangan akibat kondisi ini. Ribuan pohon kelapa yang merupakan sumber pendapatan masyarakat desa banyak yang mati terendam air. Masyarakat menduga hal ini disebabkan oleh masuknya air asin kedalam wilayah desa dan terdapatnya hama kumbang yang memakan umbud tanaman.
Masyakat desa juga menyakini masuknya air laut kedalam wilayah desa juga didukung oleh semakin berkurangnya kawasan hutan desa yang saat ini sedang dikelola oleh PT Sintang Raya (perusahan perkebunan kelapa sawit) dengan membuka lahan-lahan hutan desa untuk ditanami bibit sawit. Masyarakat mempercayai hutan desa mereka memiliki potensi cadangan air tawar hutan memenuhi kebutuhan air tawar desa untuk konsumsi sehari-hari masyarakat desa. Sebagai akibatnya jumlah air tawar yang mengaliri kanal-kanal penyuplai air untuk konsumsi masyarakat desa tidak lagi memberikan asupan air tawar yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi keseharian masyarakat desa dan mampu menetralisir interupsi air laut kedalam kawasan desa.
Seperti dijelaskan Sarbino yang merupakan peneliti dan pengajar universitas Tanjung Pura Pontianak Kalbar, tanaman kelapa tersebut mengalami hambatan pertumbuhan, karena pernafasan tanaman kelapa terhambat akibat genangan dan rendaman air asin laut yang sedang terjadi. Tanaman kelapa tersebut tidak dapat melakukan sirkulasi pernafasan dengan baik karena tidak diikuti dengan rendaman air tawar yang biasa dipasok dari wilayah hulu desa yang tadinya merupakan hutan desa sebelum terkena konversi peruntukan lahan hutan untuk kebutuhan pengembangan perkebunan kelapa sawit oleh industri yang dikelola oleh PT Sintang Raya.
Saat ini wilayah hulu desa yang tadinya merupakan kawasan hutan desa dan tetap diinginkankan menjadi kawasan cadangan sumber limpahan air tawar tersebut semakin berkurang, karena saat ini sedang terjadi perluasan areal perkebunan pada wilayah administrasi desa tersebut.
Setiap terdapat kesempatan dialog antara PT Sintang Raya, Pemerintah Daerah Kab. Kubu dan masyarakat, desa selalu menolak rencana perluasan perkebunan sawit tersebut. Meskipun demikian perusahan tetap merengsek masuk mengkonversi kawasan hutan yang masyarakat percayai wilayah tersebut masih merupakan wilayah bagian desa yang hingga saat ini tidak pernah merasa mereka lepaskan kepada pihak lain, terutama PT Sintang Raya untuk perkebunan sawit. Tetapi pada situasi dan kondisi dilapangan perusahan tetap membabat hutan hingga mengalihkan arah aliran air hutan ke sungai Kapuas. Menurut Syamsudin yang merupakan BPD desa Seruat II pengalihan aliran ini menjadi penyebab berkurangnya debit air tawar yang seharusnya mengalir ke desa mereka.
Yunus yang merupakan Bendahara desa berasumsi terdapat praktik KKN pada perluasan industri kelapa sawit didesa ini. Karena meski masyarakat telah menolak dan mengirimi surat hingga pemerintah daerah Kab Kubu dan hingga Bupati telah mengeluarkan surat pemberhentian perluasan perkebunan tersebut, tetap saja PT Sintang Raya membuka lahan warga diakui milik warga. Hingga saat ini data luasan desa yang menjadi telah menjadi HGU PT Sintang Raya masih tumpang tindih. Bahkan kepala desa Seruat II tidak dapat menjelaskan ketika ditanya bagaimana prosesnya PT Sintang hingga dapat mengelola lahan masyarakat yang berada masih didalam administrasi desa.
Air tawar hasil hutan yang mereka percaya dapat melawan interupsi air laut berkurang pasokannya terutama disaat musim panas. Selain akibat bertambah tingginya permukaan air laut dan berkurangnya kawasan hutan desa mereka yang diharapkan dapat menyediakan air tawar untuk kebutuhan konsumsi desa hal tersebut juga mengakibatkan menurunnya kualitas air sumur-sumur masyarakat menjadi air payau. Kualitas air tawar sumur-sumur penduduk berkurang terutama pada musim kemarau.
Perpindahan penduduk besar-besaran ke arah hulu desa hingga keluar desa, lumpuhnya perekonomian desa akibat matinya tanaman kelapa dan permasalahan pemenuhan kebutuhan air tawar konsumsi masyaraat serta rusaknya kawasan hutan dan gambut akibat perluasan perkebunan sawit merupakan fenomena yang sedang terjadi di desa Seruat II. Hal ini berdampak langsung pada perubahan lingkungan dan sosial masyarakat desa.
Masyarakat desa menduga interupsi atau fenomena masuknya air laut kedalam desa merupakan bagian dari perubahan iklim yang sedang terjadi. Mereka menduga hal tersebut merupakan dampak pemanasan suhu bumi sebagai akibat dari perubahan iklim yang sedang terjadi dan banyak dibicarakan masyarakat dunia. Wikipedia Indonesia menuliskan terjadi peningkatan rata-rata 1mm/ tahun dekade ini sebagai akibat dari fenomena mencairnya permukaan es dan wilayah tutupan es di kutub utara dan selatan bumi.
Tingginya permintaan pemenuhan kebutuhan masyarakat dunia akan minyak sawit ini menyebabkan semakin tingginya laju kerusakan hutan dan kerusakan kawasan gambut yang menurut para peneliti dunia merupakan dua wilayah ekosistem yang paling mampu menyimpan jutaan kubik karbon yang beredar di udara. Hingga saat ini kawasan hutan dan kawasan gambut merupakan kawasan yang paling banyak menyumbangkan jasa lingkungan yang banyak berhubungan langsung dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia. Hutan dan kawasan gambut khususnya kawasan pesisir Indonesia sangat terbebani oleh tingginya permintaan minyak nabati dari minyak sawit yang juga merupakan sumber energi terbaharukan / minyak bio diesel serta kebutuhan konsumsi minyak nabati masyarat dunia.
Banyaknya jumlah karbon di udara yang dilepaskan oleh sisa bakaran industri dan asap kendaraan semakin menambah suhu permukaan dan kenaikan permukaan air laut yang dewasa ini sangat mudah sekali untuk dikenali dan sedang terjadi dihadapan kita semua. Semakin banyaknya jumlah karbon yang terdapat di udara sebagai dampak pemenuhan konsumsi minyak nabati dunia sejumlah 169 juta ton dimana minyak kelapa sawit menyumbangkan 46.6 juta ton dari jumlah kebutuhan setiap tahun. Diperkirakan pada tahun 2020 sebesar 234 juta ton minyak nabati diperlukan untuk memenuhi kebutuhan 7.8 milyar masyarakat dunia. Berdasarkan jumlah tersebut terjadi kenaikan kebutuhan dunia pada tahun 2020 sebesar 50%.
Selain permintaan minyak nabati demikian tinggi meningkat dari tahun ke tahun ternyat bank dunia tengah mendorong upaya pengembangan sawit dengan menyiapkan pinjaman untuk pengembangan sawit setelah sebelumnya Bank Dunia sempat menghentikan pinjaman karena isu lingkungan dan sosial yang terjadi.
Menurut Derom Bangun yang dipilih sebagai penasihat eksternal Bank Dunia, sektor industri kelapa sawit saat ini adalah sektor yang paling memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Upaya pelaksanaan skema perdagangan karbon dengan harapan dapat menjaga keutuhan ekosistem hutan dan kawasan hutan bakau dengan upaya pelaksanaan REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) yang rentjananya akan dilaksanakan pada tahun 2012 nanti di Indonesia sepertinya tidak banyak membantu perbaikan kondisi lingkungan hutan dan hutan gambut. Karena skema tersebut tidak berhubungan dengan perbaikan pola konsumsi dan produksi akan minyak nabati pada masyarakat dunia. Tetapi justru mempertahankan industri-industri internasional besar untuk tetap dapat produksi untuk kebutuhan konsumsi minyak nabati dunia.
Sedangkan Desa Seruat II merupakan penghasil minyak nabati dari kopra yang dihasilkan daging buah kelapa. Awalnya desa tersebut mampu menghasilkan 150 ton/bulan, namun saat ini hanya mampu memproduksi sebanyak 40 ton/bulan saja. Saat ini didesa Seruat II industri besar perusahan minyak kelapa sawit mulai menggantikan industri minyak nabati masyarakat desa Seruat II yang telah turun temurun menjadi sumber penggerak perekonomian desa setempat.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar