Membaca dan Mewarnai Rencana Pengembangan Skema Perdagangan Karbon Indonesia
Puncak|Kotahujan.com-Berbagai pendapat dan keinginan kelompok masyarakat yang mendukung maupun menolak rencana penerapan perdagangan karbon atau yang lebih dikenal dengan skema REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), telah mengemuka. Hal ini terkait rencana akan dilaksanakan skema tersebut di Indonesia pada 2012 nanti. Saat ini tengah dilakukan penyusunan landasan hukum dan tata cara pelaksanaan perdagangan karbon tersebut. Tujuannya agar lingkungan dan perubahan iklim semakin baik dan tidak ada golongan masyarakat yang dirugikan dari skema perdagangan ini.
Begitulah dinamika opini yang berkembang di masyarakat yang terkuak pada kegiatan Menulis Bersama / Writeshop oleh Samdhana dan WG Tenure Working (Group on Forest Land Tenure), Senin hingga rabu (2-4/8) lalu di Hotel kawasan Puncak Bogor.
Potensi Hutan
REDD atau sederhananya pengurangan emisi melalui pencegahan kerusakan hutan dan kemundurun kualitas hutan, di Indonesia lebih dikenal dengan rencana skema perdagangan karbon lintas negara.
Berbagai kalangan memandang kawasan hutan merupakan kawasan yang dapat menyimpan karbon dalam jumlah yang besar. Luas kawasan hutan Indonesia menurut wikipedia adalah 93, 92 juta hektar (2005). Dengan hutan seluas itu menurut berbagai kalangan masyarakat memiliki potensi dapat menjawab kebutuhan penurunan emisi di Indonesia.
Selain potensi hutan Indonesia tersebut, FWI (Forest Watch Indonesia) memiliki catatan bahwa hutan Indonesia mengalami kehilangan tutupan hutan (deforestrasi) sekitar 1,9 juta ha/ tahun. Indonesia adalah negara no 2 dengan laju kerusakan hutan tertinggi di dunia. Dengan potensi luasan kawasan hutan yang masih tersedia, sebagian kalangan masyarakat optimis skema REDD ini dapat menjawab masalah-masalah sosial seperti kemiskinan dan kesejahteraan.
Dengan disepakati dan ditanda tanganinya LOI (letter of intent) oleh Indonesia, diharapkan dapat mendukung pengurangan emisi karbon untuk mendukung pengurangan pemanasan global dunia. Selanjutnya dapat menjadi kewajiban dan tanggung jawab seluruh masyarakat.
Partisipasi Masyarakat dan Strategi Nasional Penurunan Emisi
Saat ini pemerintah tengah gencar-gencarnya menggali kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat terhadap skema investasi perdagangan karbon. Hal ini akan digunakan untuk bahan rencana aksi nasional perubahan iklim. Proses ini dilakukan mengingat perlunya pemerintah melalui Bappenas untuk mengakomodir seluruh kebutuhan rencana penerapan dan pelaksanaan skema perdagangan karbon Indonesia nanti.
Kegiatan writeshop perdagangan karbon ini diawali proses berbagi pengalaman dengan berbagai situasi yang berkembang di berbagai region Indonesia seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Sunda Kecil. Termasuk kegiatan - kegiatan skala nasional serta peranan media terhadap skema REDD.
Sintesa pembelajaran dari kegiatan-kegiatan kesiapan REDD dari berbagai kelompok dan organisasi masyarakat. diharapkan dari kegiatan penulisan ini menjadi masukan serta keinginan dari masyarkat terhadap rencana perdagangan karbon atau skema REDD serta tata caranya sehingga siap dilaksanakan pada 2010 nanti.
Menurut Basah Hernowo dari Bappenas, penurunan emisi Indonesia sebesar 26% sebagaimana tertuang dalam LOI / letter of intent dan telah menjadi tanggung jawab nasional tersebut, akan diturunkan menjadi rencana aksi nasional terhadap perubahan iklim. Semua sektor dalam Badan Perencana dan Pembangunan Nasional diminta untuk membuat strategi nasional. Untuk Kehutanan rencana aksi ini di sebut Strategi Nasional (stranas) REDD.
Dalam strategi nasional penurunan emisi Indonesia yang diharapkan mendukung perubahan iklim dunia ini, Bappenas akan mengumpulkan berbagai respon dari beberapa provinsi yang memiliki kawasan hutan yang masih luas. Seperti Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Kalbar serta provinsi lain yang masih memiliki kawasan hutan luas. Beberapa provinsi itu diharapkan dapat memberi masukan pada skema REDD ini. Untuk dapat dijadikan masukan strategi nasional Bappenas yang kini tengah disiapkan.
Optimis dan Pesimis
Muncul beberapa pandangan pesimis akan skema investasi ini, beberapa kelompok masyarakat mengatakan skema ini tidak menyelesaikan inti permasalahan yang sebenarnya. Skema itu dianggap hanya memenuhi kebutuhan industri terkait pola hidup konsumtif yang berkembang di masyarakat Indonesia. Skema ini justru cenderung mempertahankan pola hidup yang tingkat konsumsi karbonnya tinggi. Kelompok mana yang akan mendapat keuntungan dan menjadi korban dari skema ini ?
Pada kesempatan tersebut Ir. Saiful Rahmadan yang merupakan Koordinator Pokja Perubahan Iklim Kementrian Kehutanan, meminta kepada masyarakat tidak hanya memandang REDD sebagai instrumen jual beli komoditas karbon, tetapi perdagangan ini sebagai instrumen yang diharapkan dapat meningkatkan daya dukung lingkungan hutan Indonesia untuk berbagai macam mamfaat terutama untuk kesejahteraan masyarakat.
Tidak ada harmonisasi di dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan, menurutnya hal ini akan menimbulkan hal baru bersifat kontra produktif. Di satu sisi menjaga karbon, di sisi lain melepas emisi. Tumpang tindih kebijakan dan peta serta strategi Pembangunan Indonesia, idealnya selaras dengan skema perdagangan ini. Pemerintah diminta lebih cepat dan tanggap membuat regulasi dan tatalaksana perdagangan karbon tersebut.
Disisi lain Indonesia juga tengah memaksimalkan akslerasi pembangunan melalui rapat kerja Nasional yang berlangsung di Istana Bogor 5 - 6 Agustus 2010. Rapat itu meiliki empat agenda utama. Yaitu pengembangan ekonomi makro melalui, APBN,APBD dan Percepatan penyerapan anggaran. Sebelumnya rapat kerja Nasional menghasilkan Inpres No 1 / 2010 Tentang percepatan Pelaksanaan Pioritas Pembangunan Nasional.
Merubah Ancaman jadi Peluang
Koordinator Pokja Perubahan Iklim Kementrian Kehutanan Saiful Ramadhan, menghimbau masyarakat untuk merubah ancaman dari rencana perdagangan karbon ini menjadi peluang untuk memperbaiki kondisi hutan Indonesia kedepan.
Banyak kalangan menganggap kelompok masyarakat adat yang selama ini menjaga lingkungan tinggalnya dengan menjaga kawasan hutan, adalah kelompok yang akan dirugikan bila skema ini dilaksanakan. Meskipun mereka sudah melestarikan kawasan hutan sebelum skema perdagangan karbon dibicarakan dunia.
Skema perdagangan karbon ini juga tidak menjawab dan menyelesaikan proteksi dasar faktor produksi, karena lebih menjawab kebutuhan pola pemenuhan hidup konsumtif masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Pengembangan sektor infrastruktur Indonesia lebih menjawab kebutuhan industri, tidak memenuhi kebutuhan sosial dan tidak menyelesaikan permasalahan kesejahteraan.
Mengenai pandangan masyarakat tentang UU Kehutanan 41/1999 yang tidak mengakomodir hak masyarakat adat, menurutnya adalah pandangan yang keliru. Justru undang-undang tersebut mengakomodir hutan adat sebagai hutan desa. Tetapi menurutnya pengaturan hak masyarakat adat itu diatur pada UU 5/ 1979 yang merupakan kewenangan Kementrian Dalam Negeri.
Skema perbaikan kualitas lingkungan merupakan bentuk investasi lingkungan yang diharapkan. Investasi yang dapat membawa perubahan lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia melalui perdagangan karbon. Meskipun berbagai peraturan pemerintah telah dikeluarkan dengan harapan dapat mengakomodir akan skema perdagangan karbon ini, tetapi tatacara pelaksanaan skema ini masih menjadi pertanyaan besar dimasyarakat.
Berbagai kajian awal dan demonstrasi telah dilakukan terkait persiapan pelaksanaan REDD di Indonesia seperti di Sumatra dan Kalimantan hingga Sulawesi. Tetapi berbagi temuan di lapangan mengisyaratkan kalangan di masyarakat termasuk pejabat daerah. Banyak yang belum mengetahui skema REDD atau perdagangan karbon ini. Bahkan ada sebagian masyarakat yang melihat REDD ini sebagai program dan uang.
Optimisme dan Prasyarat
Berbagai bentuk opini akan optimisme keberhasilan REDD di Indonesia dari peserta kegiatan writeshop mensyaratkan : 1) Adanya pengakuan terhadap hak masyarakat adat, 2).Penggunaan prinsip-prinsip HAM dan FPIC dalam penyusunan skema di Indonesia, 3)Penataan tata kelola kehutanan, tumpang-tindih kawasan harus diselesaikan, 4) Tata kelola pemerintahan yang baik, dan 5) Desiminasi informasi dan peningkatan kesadaran publik lewat media harus seiring dengan kebutuhan pengembangan skema REDD ini.
Selain itu sebagian kalangan peserta kegiatan writeshop ini melihat REDD sebagai ancaman bila; 1) REDD hanya dilihat sebagai kompesasi dollar 2) Sumber pendanaan yang berasal dari hutang; 3) Kondisi tata ruang Indonesia yang saat ini masih amburadul sehingga belum siap saat skema dilakukan; 4) Tidak ada partisipasi masyarakat baik NGO dan masyarakat adat serta dukungan instansi pemerintah terkait; 5) Terdapat pelanggaran-pelanggaran hak masyarakat adat dalam pelaksanaannya.
Tentunya baik dan buruk perencanaan dan pelaksanaan skema perdagangan karbon ini tetap menjadi bagian dari tanggung jawab masyarakat Indonesia. Tidak hanya hanya menjadi tanggung jawab birokrat dan leglistatif saja, tetapi menjadi juga menjadi tanggung jawab masyarakat kalangan industri dan juga kalangan masyarakat adat.
Melihat kembali tujuan yang ingin terbangun dari mekanisme REDD ini, tentunya perlu melihat juga parameter-parameter dan indikator yang perlu dibangun untuk capaian kondisi peran dan harapan yang dicapai dengan skema ini. Sehingga semua opini yang berkembang baik sikap pesimis dan optimis, peran dan harapan masyarakat agar melihat kembali esensi skema perubahan iklim melalui REDD itu sendiri.
Kesadaran Masyarakat
Hasil dari kegiatan writeshop tulisan yang merupakan keinginan, peran dan harapan masyarakat mitra Samdhana, dapat menjadi rekomendasi dan masukan perdagangan karbon di Indonesia. Berbagai kondisi prasyarat dan harapan peran di skema ini akan menjadi masukan berarti para pembuat dan pelaksana kebijakan tata cara pelaksanaan perdagangan karbon. Kesadaran dan opini menjadi bagian dinamika pengembangan kebutuhan masyarakat. Hal itu diperlukan dalam membangun pondasi kemasan dan regulasi perdagangan karbon itu agar mengutamakan hak-hak masyarakat Indonesia.
Pengakomodasian harapan peran dari skema ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia, dunia dan perbaikan iklim dunia menuju kondisi yang semakin baik.
Ruang diskusi peningkatan kesadaran masyarakat perdagangan karbon, baik kalangan akademisi, mahasiswa, pemerintahan, legistatif, ormas dan kelompok masyarakat adat terkait rencana skema perdagangan karbon. Perlu dibuka seluas-luasnya dan sering dilakukan di tengah masyarakat. Diharapkan kesadaran yang timbul dapat memberi masukan berarti.
Negosiasi dan kompromi baik tingkat lokal daerah, nasional hingga antar kelompok Negara perlu ditingkatkan kualitas dan intensitasnya agar mekanisme rencana penurunan pemanasan global ini berjalan sesuai dengan asas keadilan dan keberlanjutan.
Peran media informasi dan komunikasi massa di masyarakat diharapkan dapat mendukung penyebaran informasi dan penyebaran pengetahuan kepada masyarakat luas. Dengan begitu berbagai pendapat optimis dan pesimis terkait rencana skema ini juga dapat menjadi masukan berarti untuk pelaksanaan perdagangan karbon yang akan dilakukan tersebut.
Begitulah dinamika opini yang berkembang di masyarakat yang terkuak pada kegiatan Menulis Bersama / Writeshop oleh Samdhana dan WG Tenure Working (Group on Forest Land Tenure), Senin hingga rabu (2-4/8) lalu di Hotel kawasan Puncak Bogor.
Potensi Hutan
REDD atau sederhananya pengurangan emisi melalui pencegahan kerusakan hutan dan kemundurun kualitas hutan, di Indonesia lebih dikenal dengan rencana skema perdagangan karbon lintas negara.
Berbagai kalangan memandang kawasan hutan merupakan kawasan yang dapat menyimpan karbon dalam jumlah yang besar. Luas kawasan hutan Indonesia menurut wikipedia adalah 93, 92 juta hektar (2005). Dengan hutan seluas itu menurut berbagai kalangan masyarakat memiliki potensi dapat menjawab kebutuhan penurunan emisi di Indonesia.
Selain potensi hutan Indonesia tersebut, FWI (Forest Watch Indonesia) memiliki catatan bahwa hutan Indonesia mengalami kehilangan tutupan hutan (deforestrasi) sekitar 1,9 juta ha/ tahun. Indonesia adalah negara no 2 dengan laju kerusakan hutan tertinggi di dunia. Dengan potensi luasan kawasan hutan yang masih tersedia, sebagian kalangan masyarakat optimis skema REDD ini dapat menjawab masalah-masalah sosial seperti kemiskinan dan kesejahteraan.
Dengan disepakati dan ditanda tanganinya LOI (letter of intent) oleh Indonesia, diharapkan dapat mendukung pengurangan emisi karbon untuk mendukung pengurangan pemanasan global dunia. Selanjutnya dapat menjadi kewajiban dan tanggung jawab seluruh masyarakat.
Partisipasi Masyarakat dan Strategi Nasional Penurunan Emisi
Saat ini pemerintah tengah gencar-gencarnya menggali kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat terhadap skema investasi perdagangan karbon. Hal ini akan digunakan untuk bahan rencana aksi nasional perubahan iklim. Proses ini dilakukan mengingat perlunya pemerintah melalui Bappenas untuk mengakomodir seluruh kebutuhan rencana penerapan dan pelaksanaan skema perdagangan karbon Indonesia nanti.
Kegiatan writeshop perdagangan karbon ini diawali proses berbagi pengalaman dengan berbagai situasi yang berkembang di berbagai region Indonesia seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Sunda Kecil. Termasuk kegiatan - kegiatan skala nasional serta peranan media terhadap skema REDD.
Sintesa pembelajaran dari kegiatan-kegiatan kesiapan REDD dari berbagai kelompok dan organisasi masyarakat. diharapkan dari kegiatan penulisan ini menjadi masukan serta keinginan dari masyarkat terhadap rencana perdagangan karbon atau skema REDD serta tata caranya sehingga siap dilaksanakan pada 2010 nanti.
Menurut Basah Hernowo dari Bappenas, penurunan emisi Indonesia sebesar 26% sebagaimana tertuang dalam LOI / letter of intent dan telah menjadi tanggung jawab nasional tersebut, akan diturunkan menjadi rencana aksi nasional terhadap perubahan iklim. Semua sektor dalam Badan Perencana dan Pembangunan Nasional diminta untuk membuat strategi nasional. Untuk Kehutanan rencana aksi ini di sebut Strategi Nasional (stranas) REDD.
Dalam strategi nasional penurunan emisi Indonesia yang diharapkan mendukung perubahan iklim dunia ini, Bappenas akan mengumpulkan berbagai respon dari beberapa provinsi yang memiliki kawasan hutan yang masih luas. Seperti Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Kalbar serta provinsi lain yang masih memiliki kawasan hutan luas. Beberapa provinsi itu diharapkan dapat memberi masukan pada skema REDD ini. Untuk dapat dijadikan masukan strategi nasional Bappenas yang kini tengah disiapkan.
Optimis dan Pesimis
Muncul beberapa pandangan pesimis akan skema investasi ini, beberapa kelompok masyarakat mengatakan skema ini tidak menyelesaikan inti permasalahan yang sebenarnya. Skema itu dianggap hanya memenuhi kebutuhan industri terkait pola hidup konsumtif yang berkembang di masyarakat Indonesia. Skema ini justru cenderung mempertahankan pola hidup yang tingkat konsumsi karbonnya tinggi. Kelompok mana yang akan mendapat keuntungan dan menjadi korban dari skema ini ?
Pada kesempatan tersebut Ir. Saiful Rahmadan yang merupakan Koordinator Pokja Perubahan Iklim Kementrian Kehutanan, meminta kepada masyarakat tidak hanya memandang REDD sebagai instrumen jual beli komoditas karbon, tetapi perdagangan ini sebagai instrumen yang diharapkan dapat meningkatkan daya dukung lingkungan hutan Indonesia untuk berbagai macam mamfaat terutama untuk kesejahteraan masyarakat.
Tidak ada harmonisasi di dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan, menurutnya hal ini akan menimbulkan hal baru bersifat kontra produktif. Di satu sisi menjaga karbon, di sisi lain melepas emisi. Tumpang tindih kebijakan dan peta serta strategi Pembangunan Indonesia, idealnya selaras dengan skema perdagangan ini. Pemerintah diminta lebih cepat dan tanggap membuat regulasi dan tatalaksana perdagangan karbon tersebut.
Disisi lain Indonesia juga tengah memaksimalkan akslerasi pembangunan melalui rapat kerja Nasional yang berlangsung di Istana Bogor 5 - 6 Agustus 2010. Rapat itu meiliki empat agenda utama. Yaitu pengembangan ekonomi makro melalui, APBN,APBD dan Percepatan penyerapan anggaran. Sebelumnya rapat kerja Nasional menghasilkan Inpres No 1 / 2010 Tentang percepatan Pelaksanaan Pioritas Pembangunan Nasional.
Merubah Ancaman jadi Peluang
Koordinator Pokja Perubahan Iklim Kementrian Kehutanan Saiful Ramadhan, menghimbau masyarakat untuk merubah ancaman dari rencana perdagangan karbon ini menjadi peluang untuk memperbaiki kondisi hutan Indonesia kedepan.
Banyak kalangan menganggap kelompok masyarakat adat yang selama ini menjaga lingkungan tinggalnya dengan menjaga kawasan hutan, adalah kelompok yang akan dirugikan bila skema ini dilaksanakan. Meskipun mereka sudah melestarikan kawasan hutan sebelum skema perdagangan karbon dibicarakan dunia.
Skema perdagangan karbon ini juga tidak menjawab dan menyelesaikan proteksi dasar faktor produksi, karena lebih menjawab kebutuhan pola pemenuhan hidup konsumtif masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Pengembangan sektor infrastruktur Indonesia lebih menjawab kebutuhan industri, tidak memenuhi kebutuhan sosial dan tidak menyelesaikan permasalahan kesejahteraan.
Mengenai pandangan masyarakat tentang UU Kehutanan 41/1999 yang tidak mengakomodir hak masyarakat adat, menurutnya adalah pandangan yang keliru. Justru undang-undang tersebut mengakomodir hutan adat sebagai hutan desa. Tetapi menurutnya pengaturan hak masyarakat adat itu diatur pada UU 5/ 1979 yang merupakan kewenangan Kementrian Dalam Negeri.
Skema perbaikan kualitas lingkungan merupakan bentuk investasi lingkungan yang diharapkan. Investasi yang dapat membawa perubahan lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia melalui perdagangan karbon. Meskipun berbagai peraturan pemerintah telah dikeluarkan dengan harapan dapat mengakomodir akan skema perdagangan karbon ini, tetapi tatacara pelaksanaan skema ini masih menjadi pertanyaan besar dimasyarakat.
Berbagai kajian awal dan demonstrasi telah dilakukan terkait persiapan pelaksanaan REDD di Indonesia seperti di Sumatra dan Kalimantan hingga Sulawesi. Tetapi berbagi temuan di lapangan mengisyaratkan kalangan di masyarakat termasuk pejabat daerah. Banyak yang belum mengetahui skema REDD atau perdagangan karbon ini. Bahkan ada sebagian masyarakat yang melihat REDD ini sebagai program dan uang.
Optimisme dan Prasyarat
Berbagai bentuk opini akan optimisme keberhasilan REDD di Indonesia dari peserta kegiatan writeshop mensyaratkan : 1) Adanya pengakuan terhadap hak masyarakat adat, 2).Penggunaan prinsip-prinsip HAM dan FPIC dalam penyusunan skema di Indonesia, 3)Penataan tata kelola kehutanan, tumpang-tindih kawasan harus diselesaikan, 4) Tata kelola pemerintahan yang baik, dan 5) Desiminasi informasi dan peningkatan kesadaran publik lewat media harus seiring dengan kebutuhan pengembangan skema REDD ini.
Selain itu sebagian kalangan peserta kegiatan writeshop ini melihat REDD sebagai ancaman bila; 1) REDD hanya dilihat sebagai kompesasi dollar 2) Sumber pendanaan yang berasal dari hutang; 3) Kondisi tata ruang Indonesia yang saat ini masih amburadul sehingga belum siap saat skema dilakukan; 4) Tidak ada partisipasi masyarakat baik NGO dan masyarakat adat serta dukungan instansi pemerintah terkait; 5) Terdapat pelanggaran-pelanggaran hak masyarakat adat dalam pelaksanaannya.
Tentunya baik dan buruk perencanaan dan pelaksanaan skema perdagangan karbon ini tetap menjadi bagian dari tanggung jawab masyarakat Indonesia. Tidak hanya hanya menjadi tanggung jawab birokrat dan leglistatif saja, tetapi menjadi juga menjadi tanggung jawab masyarakat kalangan industri dan juga kalangan masyarakat adat.
Melihat kembali tujuan yang ingin terbangun dari mekanisme REDD ini, tentunya perlu melihat juga parameter-parameter dan indikator yang perlu dibangun untuk capaian kondisi peran dan harapan yang dicapai dengan skema ini. Sehingga semua opini yang berkembang baik sikap pesimis dan optimis, peran dan harapan masyarakat agar melihat kembali esensi skema perubahan iklim melalui REDD itu sendiri.
Kesadaran Masyarakat
Hasil dari kegiatan writeshop tulisan yang merupakan keinginan, peran dan harapan masyarakat mitra Samdhana, dapat menjadi rekomendasi dan masukan perdagangan karbon di Indonesia. Berbagai kondisi prasyarat dan harapan peran di skema ini akan menjadi masukan berarti para pembuat dan pelaksana kebijakan tata cara pelaksanaan perdagangan karbon. Kesadaran dan opini menjadi bagian dinamika pengembangan kebutuhan masyarakat. Hal itu diperlukan dalam membangun pondasi kemasan dan regulasi perdagangan karbon itu agar mengutamakan hak-hak masyarakat Indonesia.
Pengakomodasian harapan peran dari skema ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia, dunia dan perbaikan iklim dunia menuju kondisi yang semakin baik.
Ruang diskusi peningkatan kesadaran masyarakat perdagangan karbon, baik kalangan akademisi, mahasiswa, pemerintahan, legistatif, ormas dan kelompok masyarakat adat terkait rencana skema perdagangan karbon. Perlu dibuka seluas-luasnya dan sering dilakukan di tengah masyarakat. Diharapkan kesadaran yang timbul dapat memberi masukan berarti.
Negosiasi dan kompromi baik tingkat lokal daerah, nasional hingga antar kelompok Negara perlu ditingkatkan kualitas dan intensitasnya agar mekanisme rencana penurunan pemanasan global ini berjalan sesuai dengan asas keadilan dan keberlanjutan.
Peran media informasi dan komunikasi massa di masyarakat diharapkan dapat mendukung penyebaran informasi dan penyebaran pengetahuan kepada masyarakat luas. Dengan begitu berbagai pendapat optimis dan pesimis terkait rencana skema ini juga dapat menjadi masukan berarti untuk pelaksanaan perdagangan karbon yang akan dilakukan tersebut.
Tautan halaman ini.
0 komentar:
Posting Komentar